Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hiburan

Arswendo Atmowiloto Tak Sempat Nikmati Karya Terakhirnya, Barabas

Novel Barabas ditulis dengan penuh perjuangan, saat kondisi kesehatan Arswendo Atmowiloto tengah menurun.

20 Juli 2019 | 17.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Karawang - Paulus Arswendo Atmowiloto meninggal pada Jumat petang, 19 Juli 2019. Dia dimakamkan di Pemakaman San Diego Hill, Karawang Sabtu siang, 20 Juli 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Putri bungsu Arswendo, Caecilia Tiara mengatakan ayahnya masih menyelesaikan sebuah karya hingga saat-saat terakhir hidupnya. "Beliau telah merampungkan novel berjudul Barabas. Itu adalah karya terakhirnya. Sedang diproduksi dan segera terbit," kata Caecilia Tiara saat ditemui Tempo seusai pemakaman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiara mengatakan novel Barabas ditulis dengan penuh perjuangan. Saat menulis novel itu, kata Caecilia, kesehatan Arswendo tengah menurun. "Meski begitu, beliau selalu menyempatkan menulis. Entah di lembaran kertas atau di laptop. Beliau selalu menulis," ucap Caecilia mengenang.

Barabas rencananya akan terbit pada 19 Agustus 2019 mendatang. Di masa terakhir hidupnya, Arswendo Atmowiloto menulis karya yang religius. "Barabas terinspirasi dari kisah Alkitab. Barabas adalah seorang pemberontak yang ditahan kemudian diselamatkan Yesus dari hukuman mati," katanya.

Barabas, Novel Arswendo Atmowiloto yang akan terbit pada Agustus 2019. Foto: Istimewa

Meski begitu, Arswendo tetap pribadi yang jenaka hingga hari-hari terakhirnya. Menurut Caecilia, Arswendo kerap berkumpul bersama anak cucunya di kamar. "Kami bernyanyi, bercanda, dan berdoa. Bahkan saat bapak drop, kami berupaya terus membuat bapak bahagia," kata Caecilia.

Kejenakaan Arswendo Atmowiloto tercermin dari sejumlah karyanya. Misalnya tiga novel yang bercerita tentang masa hidupnya di Lapas Cipinang, yaitu Menghitung hari (1993) Khotbah di Penjara (1994), Surkumur, Medukur, dan Plekunyun (1995).

Pemakaman sastrawan Arswendo Atmowiloto di Sandiego Hills Karawang, Jawa Barat. TEMPO | Hisyam Luthfiana

Tiga novel itu tidak bercerita tentang kemuraman penjara, melainkan berbagai kisah lucu. "Bapak memang orangnya senang humor, hidup itu tidak selalu serius. Tapi ketika waktunya tegas, bapak juga bisa tegas," kata Caecilia.

Seusai upacara pemakaman, putra pertama Arswendo Atmowiloto, Sonny Wibisono berpesan kepada kerabat, saudara, dan kawan-kawan Arswendo bahwa ayahnya ingin dikenang dengan penuh syukur dan gembira. "Karena bapak pergi dengan tenang dan gembira," kata Sonny.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus