Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Asal Usul Ritual Yadnya Kasada di Gunung Bromo

Ritual Yadnya Kasada di Gunung Bromo terkait dengan keturunan Raja Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit yang tinggal di pegunungan Bromo

19 Juni 2024 | 15.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Masyarakat Suku Tengger melarung kambing ke kawah Gunung Bromo dalam rangka perayaan Yadnya Kasada, Probolinggo, Jawa Timur, Selasa, 7 Juli 2020.Perayaan Yadnya Kasada merupakan bentuk ungkapan syukur dan penghormatan kepada leluhur masyarakat Suku Tengger dengan cara melarung sesaji berupa hasil bumi dan ternak ke kawah Gunung Bromo. ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) mengumumkan penutupan sementara Kawasan Gunung Bromo dari aktivitas wisatawan pada periode 21-24 Juni 2024. Kepala Bagian Tata Usaha Balai Besar TNBTS Septi Eka Wardhani mengatakan penutupan Kawasan tersebut dikarenakan dalam rangka pemulihan ekosistem serta pembersihan Kawasan dan ritual Yadnya Kasada.

Pengadaan acara ritual Yadnya Kasada tertuang dalam Surat Edaran Ketua PHDI Kabupaten Probolinggo No. 404/E/PHDI-KAB/VI/2024 yang berisi mengenai peringatan Yadnya Kasada yang akan dilaksanakan pada 21-22 Juni 2024.

Asal muasal ritual Yadnya Kasada

Dilansir dari laman Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Probolinggo, Ritual Yadnya Kasada dilaksanakan setiap bulan purnama kasada (Hari keempat belas dalam penanggalan kalender tradisional Hindu Tengger) di puncak Gunung Bromo. Para pemeluk agama Hindu Tengger berkumpul di Pura Luhur Poten, sebuah pura kecil yang berada di kaki Gunung Bromo. Mereka membawa persembahan berupa hasil bumi seperti buah, sayur, ayam, kambing, dan bahkan uang sebagai lambang rasa syukur kepada Sang Hyang Widhi.

Salah satu momen puncak dalam upacara ini adalah ketika pendeta atau petinggi adat melemparkan gunungan dari hasil bumi ke kawah Gunung Bromo. Hal ini dipercaya sebagai tindakan simbolis untuk mendapatkan berkah dan perlindungan dari Sang Hyang Widhi. Selain itu, ada juga pembagian tumpeng kepada para pemangku adat dan warga yang hadir, sebagai wujud kesederhanaan dan berbagi dalam komunitas.

Ritual Yadnya Kasada memiliki akar yang dalam dalam mitologi suku Tengger. Konon, nama Tengger berasal dari kata "Teng" yang berarti gunung dan "ger" dari kata "gerang" yang artinya tekat atau gigih. Suku Tengger dianggap sebagai keturunan dari Raja Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit yang turun ke pegunungan Bromo setelah kerajaan Majapahit runtuh.

Menurut legenda, Dewi Roro Anteng dan Joko Seger adalah tokoh sentral dalam kisah cinta tragis yang memicu asal mula ritual Yadnya Kasada. Untuk meminta keturunan, mereka memohon pada Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) dengan menjanjikan pengorbanan bagi anak mereka. Dari situlah lahir tradisi mempersembahkan hasil bumi sebagai tanda syukur dan memohon keselamatan.

Ritual Yadnya Kasada tidak hanya sekadar serangkaian upacara keagamaan, tetapi juga merupakan penanda kebersamaan dalam masyarakat Tengger. Ia mengajarkan nilai-nilai seperti rasa syukur, kebersamaan, dan kesetiaan terhadap tradisi. Selain itu, ritual ini juga menjadi ajang untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan sekitar, karena suku Tengger sangat bergantung pada kelestarian Gunung Bromo untuk kehidupan mereka.

Bagi mereka yang mengunjungi atau mempelajari Yadnya Kasada, akan terbuka wawasan tentang bagaimana sebuah tradisi dapat menyatukan dan memberi makna dalam kehidupan sehari-hari. Ia juga mengingatkan kita akan kekayaan budaya Indonesia yang beragam, serta pentingnya untuk melestarikan warisan leluhur agar tidak hilang ditelan zaman.

Ritual Yadnya Kasada tidak hanya sebuah upacara, tetapi cermin dari kehidupan spiritual dan budaya masyarakat Suku Tengger. Ia mengandung pesan mendalam tentang hubungan manusia dengan alam serta keteguhan dalam menjaga nilai-nilai leluhur. Semoga keberadaannya tetap terjaga, bukan hanya sebagai warisan berharga bagi suku Tengger, tetapi juga sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang patut dijaga dan dilestarikan untuk generasi mendatang.

AULIA SABRINI SARAGIH | NINIS CHAIRUNNISA

Pilihan Editor: Ancaman di Destinasi Wisata Prioritas

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus