Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Sudah pernah mencoba untuk membuat batik atau membatik? Saya beberapa kali mencoba, lalu memutuskan kalau membatik tidak diciptakan untuk saya, perempuan yang gemar bergerak gegap gempita. Tidak cocok karena membatik adalah kerja tekun dan hati-hati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berkunjung ke Tembi, Yogyakarta untuk membatik adalah pengalaman saya yang entah keberapa kalinya bersentuhan langsung dengan kompor mini, canting, dan malam yang beruap panas. Saya tidak pandai membatik, dan sudah menyerah untuk bisa. Meski demikian, atas nama solidaritas, saya mengambil lagi selembar kain kosong untuk diukir dengan berbagai motif yang harusnya cantik.
Paham dengan pengunjungnya yang kebanyakan pemula, Tembi Rumah Budaya-tempat kami membatik kali ini, sudah menyediakan beberapa kertas bergambar untuk dijiplakkan ke kain polos. Motifnya cukup beragam, cantik, tapi tidak terlalu rumit. Cocok untuk calon pembatik profesional seperti kami.
Beberapa teman mengambil kain untuk disontek motifnya. Beberapa lainnya, salah satunya Nona Hannah, blogger manis asal Singapura, bertekad menarikan motifnya sendiri. Dan, tidak seperti saya, dia sungguhlah sukses sekali!
Membatik bukan pekerjaan gampang. Malam yang diisikan ke perut canting harus dialirkan pelan-pelan ke arah mulut dan ditumpahkan searah pola yang sudah digambar di atas kain. Kelihatannya mudah, tapi kesukaran muncul saat, malam yang ditumpahkan terlalu banyak, sehingga lilin berhamburan ke luar pola, atau saat lilin yang dituang terlalu tipis dan tidak tembus hingga belakang kain.
Masalah lain yang kerap terjadi adalah, cairan yang tidak turun dari ujung canting. Untuk yang ini biasanya terjadi karena kompor terlalu kecil/tidak menyala sehingga lilin menggumpal. Tetapi jangan khawatir, semua masalah ini bisa diatasi dengan jam berlatih yang tinggi.
Karena terlalu sibuk berpikir hendak menggambar motif apa, waktu yang saya punya untuk menggambar kain tinggal sedikit lagi. Waktu itu tidak akan cukup untuk menggambar bunga, binatang, awan, hujan, atau aneka bentuk lainnya. Saya lalu membenamkan canting dalam-dalam, menuangkan malam lewat ujungnya, dan menggambar nama. Begitu sudah. Begitu saja saya sudah senang.
Kain yang sudah digambar ini, nantinya akan dikirimkan ke bagian pencelupan untuk diberi warna. Bagian yang tertutup lilin akan terlewat dari pewarnaan. Bagian itu nanti boleh dibiarkan tetap putih atau diwarnai kembali dengan warna lainnya.
Jika semuanya (warna dan motif) sudah pas sesuai keinginan, fase terakhir adalah menjemur batik. Khusus yang ini ada triknya, sebaiknya letakkan jemuran batik di tempat teduh, jangan terkena sinar matahari langsung agar warna tidak kusam.
Paket membatik dari Tembi Rumah Budaya ini tersedia setiap hari. Selain membatik, pengunjung rumah budaya juga bisa bermain gamelan/karawitan, melukis wayang, membuat kerajinan, belajar tari Jawa, membajak sawah, menanam padi, ikut jelajah desa, bersepeda onthel, dan memasak dengan luweng (tungku). Aneka aktivitas dari Tembi, bisa dinikmati dengan biaya mulai Rp36.000/pax. Ayo, rasakan serunya membatik di Yogyakarta.
Tulisan ini sudah tayang di Atemalem