Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, ekspor batik pada kuartal II-2024 anjlok sebesar 8,39 persen secara tahunan (yoy). Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Reni Yanita, penurunan ekspor kain asli Indonesia itu disebabkan oleh adanya pengaruh geopolitik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ekspor menurun disinyalir karena pengaruh global atau geopolitik, karena batik bukan hanya sebagai fesyen tapi bisa juga diaplikasikan sebagai home decor,” ucap Reni saat dihubungi Tempo, Sabtu, 5 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah sebelumnya sempat melonggarkan impor batik melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023. Reni menilai, kinerja ekspor bukan merupakan dampak aturan ini, karena hanya mengatur kegiatan importasi.
Sedangkan Fungsional Pembina Industri Ahli Madya Direktorat Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin, Agus Ginanjar, menilai industri tekstil dan produk tekstil (TPT) umumnya masih berpeluang besar meningkatkan lagi ekspor. Salah satu kawasan yang bisa dibidik khususnya adalah pasar Uni Eropa.
"Apalagi sebentar lagi IEU CEPA (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement) diimplementasikan," ujar Agus di Solo, Jawa Tengah, Kamis, 12 September 2024.
Hal itu ditambah lagi dengan kondisi perekonomian Bangladesh yang saat ini sedang tidak baik-baik saja. Menurut dia, Indonesia harus segera mengambil peluang dengan meningkatkan ekspor ke pasar Eropa yang selama ini menjadi pasar terbesar bagi Bangladesh.
"Sementara pasar Bangladesh itu kebanyakan Eropa. Sebenarnya ini saatnya industri TPT nasional kita untuk bisa 'nyalip di tikungan'. Kita bisa menaikkan lagi ekspor kita, khususnya ke pasar Eropa tersebut," kata Agus.
Peluang tersebut, menurut Agus, juga didukung potensi yang dimiliki Indonesia dengan industri TPT yang terintegrasi dari hulu hingga hilir. Mulai dari serat, benang, kain, bahkan pakaian jadi. "Di dunia hanya tiga negara yang industri TPT-nya terintegrasi dari hulu hingga hilir, yaitu Indonesia, Tiongkok, dan India."
Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah, Liliek Setiawan mengatakan posisi industri tekstil dan produk tekstil di Indonesia sangat krusial. Sampai 2023, menurut dia, industri TPT masih jadi penyumbang ekspor terbesar setelah migas. Bahkan saat Covid-19 melanda, industri ini masih memberikan kontribusi sebesar US$ 14,22 miliar. “Saat itu sektor ini menjadi jejaring pengaman sosial karena mampu menyerap sekitar 4,5 juta pekerja,” katanya.
Ia pun berharap pada 2030 industri TPT bisa mencapai angka ekspor hingga 48 miliar dolar AS dengan kenaikan pangsa pasar dari 1,47 persen menjadi 5 persen.
Septia Ryanthie berkontribusi dalam penulisan artikel ini.