Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Bukit Putung Mulai Dijual

Bukit putung dengan pemandangannya yang indah, menyebabkan bupati karangasem berniat membangun tempat peristirahatan di sana. kini pembangunannya hampir rampung dan mulai beroperasi seadanya.

28 Februari 1976 | 00.00 WIB

Bukit Putung Mulai Dijual
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
BUPATI Karangasem mulai tersenyum. Sebuah tempat peristirahatan indah di atas bukit Putung, 17 km dari Amlapura sudah hampir rampung, bahkan kini sudah mulai operasi seadanya. Sebuah wisma 2 kamar tidur, sebuah bar mini, sebuah restoran yang memanjang dan sebuah patung "gadis desa", yang semuanya itu menelan biaya Rp 12,5 juta diresmikan Desember lalu. Dan yang segera dikerjakan dengan bantuan PB I Kabupaten Badung adalah 2 buah tempat duduk melamun yang disebut "Balai Bengong". Lalu 3 buah wisma lagi, se- buah panggung terbuka yang apalagi kalau bukan untuk turis, dan pengaspalan jalan 1,8 km. Untuk semua itu baru tersedia uang Rp 13 juta. Yang melegakan Bupati Karang -- kini mulai menanggalkan nama bangsawan Anak Agung Gde-nya -- adalah cita-cita sedari tahun 1973 itu terwujud, menjadikan Bukit Putung sebagai "tujuan wisata tak ada duanya di Bali". Bukit itu diketemukan Bupati dengan riwayat begini. Seorang pelukis Italia namanya Valentino membuat. gubuk di sapa. Ia lukiskan semua keindahan Bukit Putung hinga daerah itupun menjadi sangat terkenal, dan si pelukisnya sendiri menjadi banyak terima tamu, yang kebetulan pula orang-orang asing. Pemuka-pemuka desa jadi kuatir dan bertanya-tanya, kenapa orang asing menyerbu bukitnya. Dilaporkan ke Camat. Camat melapor ke Bupati. Bupati Karang -- seperti yang diceritakannya pada wartawan awal Januari lalu -- langsung ke Bukit itu jalan kaki dengan maksud mengetahui apa kerja orang-orang asing itu. Ternyata keadaan alam amat menarik dan indah dilihat dari gubuk di mana Valentino melukis. Singkat cerita, terhadap pelukis tak ada peristiwa apa-apa, sebagai gantinya Bupati menganalisa situasi kemungkinan-kemungkinan Bukit Putung diperkenalkan kepada wisatawan. Tahun 1973 itu pula Pemerintah Kabupaten Karangasem mulai memikirkan bagaimana cara "menjual" Bukit Putung. Antara Rendang -- Amlapura, bukannya kering dari keindahan alam, namun jalan yang tak lebih dari 30 km itu ternganga 7 kali karena jembatannya hancur akibat letusan G. Agung tahun 1963 dan setelah 10 tahun belum diganti. Karena itu pula 7 jembatan adalah prioritas utama Pemda Karangasem. Dua buah dibiayai Pelita Nasional (Pusat dan sisanya dari APBD Prop. Bali dan Kabupaten. Hasilnya Maret 1974, persis menjelang PATA Bupati Karangasem mengundang Dirjen Pariwisata Prayogo dan para travel biro mengunjungi jalur Bukit Putung, walaupun kala itu belum semua jembatan dibangun. Sekarang ini jalur itu aman dilalui mobil. Walau hujan turun deras, mobil tak perlu lagi terhalang oleh banjirnya kali. Cuma jalan yang 1,8 km menuju wisma milik pemerintah daerah Kabupaten-sangat mendesak untuk diaspal. 2 Dollar Berapa harga kamar di Bukit Putung ? "Untuk turis asing 2 dollar sedang untuk kita di bawah itu", kata Camat Selat I Gst Lanang Rai BA pada pembantu TEMPOO, sambil agak kikuk menjelaskan tarif yang persis untuk "bangsa kita" Camat Selat yang mendapat tugas tambahan melaksanakan operasi sehari-hari obyek itu menjelaskan, ada beberapa masakan selera turis yang disiapkan, seperti masakan Tionghoa, masakan Eropa, namun yang diprioritaskn tetap masakan Bali. Tentang pengunjung, Camat Selat sedikit "kasihan" karena banyak yang ingin bermalam, namun kamar tidak ada. Alhasil, Bukit Putung sementara ini hanya bisa dinikmati keindahannya, tebingnya, lautnya di kejauhan, matahari paginya, sinar bulan purnamanya minus bermalam. Barangkali di sinilah kekurangan yang dilihat Bupati, hingga pekerjaan membuat wisma tambahan sangat mendesak. Bisakah wisatawan mengunjungi jalur wisata baru yang melalui Bukit Putung? Kepala Dinas Pariwisata Bali Merta Pastime kepada Putu Setia dari TEMPO optiimis, "bisa dan daerah yang memikat dan berciri khas". Namun Kepala Diparda yang masih pejabat sementara itu cepat-cepat menambahi, "asalkan Kabupaten Karangasem cepat pula memugar obyek milik Puri seperti Puri Amlapura. Tirtagangga dan Taman Ujung". Ternyata hal itulah yang kini dirisaukan Bupati Karangasem. Dalam sebuah pertemuan AA Gde Karang, putera bungsu Raja Karangasem, terang-terangan mengatakan tidak mampu memugar taman-taman milik Puri "Diperlukan biaya besar untuk itu, sementara uang kabupaten minim", ujar Bupati. Sebelum tahun 1960 -- tepatnya sebelum kena peraturan landreform semua obyek wisata milik Puri Karangasem dipelihara indah. Pemeliharaan obyek itu diambilkan dari kekayaan Puri -- berupa 600 Ha tanah terdiri 400 ha sawah, 200 Ha tegalan. "Sebagai keluarga Puri tanggung jawab kami memelihara bangunan warisan itu masih tetap ada, tetapi kemampuan finansiil tidak ada lagi", kata AA Gde Karang. Karena itulah, keluarga Puri yang diwakili AA Gde Karang -- yang kebetulan pula Bupati -- menyerahkan Taman Ujung kepada seorang warganegara Australia keturunan Belanda Mr. Anton De Nieve untuk memugar Taman Ujung. Orang ini diberi keleluasaan untuk memperindah, memugar yang masak dan memelihara dengan catatan: kalau De Nieve dan isterinya wafat minta dikubur di komplek itu. Apakah penguburan "mayat" De Nieve nanti tidak menimbulkan kasus baru, Bupati Karang sedikit mengelak cuma dikatakan: "itu urusan nanti, yang penting Taman Ujung pulih kembali dari amukan G. Agung". Mengenai Puri Karangasem, pemugarannya agak untung. Sebagian telah dikerjakan oleh Ditjen Pariwisata dan sebagian lagi akan digarap pula oleh Proyek Sasana Wisata Budaya Baili dengan biaya Rp 3,5 juta. Sedang Taman Tirtagangga yang terkenal itu di mana terdapat "air suci" yang menyebabkan (konon) awet muda, menurut AA Gde Karang sudah diwariskan oleh Puri kepada AA Jelantik saudara AA Karang yang kini jadi dokter WHO di luar negeri. Ada suara-suara bahwa Taman Tirtagangga dikontrak "orang asing" namun Bupati Karangasem tak tahu menahu "terserah saudara saya", katanya. Bagaimanapun juga Bupati Karangasem saat ini bertekad untuk mengembalikan masa jaya kepariwisataan di Karangasem, seperti sebelum Gunung Agung meletus. Usaha ke arah itu telah dirintis seperti membangun Bukit Putung, memperindah warisan Puri Karangasem, membenahi Puri Besakih. Dan hasilnya pun nampak melegakan, Karangasem bakal kecipratan dollar, seperti yang sejak lama didambakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus