Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Bun Upas, Fenomena Embun Jadi Es di Dieng, Akan Sampai Oktober

Fenomena bun upas, embun yang menjadi es di Dieng, terjadi tiap tahun selama kemarau.

6 Juli 2018 | 15.48 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kabut tipis menutupi Desa Dieng Kulon dan kompleks Candi Arjuna di Dieng Banjarnegara, Jawa Tengah, 2 Agustus 2015. (Aris Andrianto/Tempo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Video yang memuat pemandangan embun menjadi es di sebuah perkebunan di Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah, beredar pada Jumat pagi, 6 Juli 2018. Gambar bergerak berdurasi tak lebih dari 15 detik itu dibagikan melalui Insta Story akun Dieng Culture Festival, @festivaldieng.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seseorang di balik video tersebut membagikan tiga video. Video pertama merekam hamparan tanaman yang dipenuhi kristal embun. “Musim kemarau telah tiba, sebagian wilayah Dieng sudah membeku,” demikian ditulis akun @festivaldieng.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sedangkan video kedua menampilkan bunga-bunga es yang telah dikepal seseorang. Kemudian, di video terakhir, perekam menunjukkan es yang menempel di lembaran plastik penutup tanaman. Es itu berbentuk lembaran pipih. Perekam mencoba mengangkatnya dan menunjukkan bahwa fenomena es di Dieng nyata.

Humas Dieng Culture Festival, Aprilianto, yang dihubungi pada Jumat siang, 6 Juli, membenarkan konten dalam video tersebut. “Benar, video itu diunggah oleh teman kami pagi tadi pukul 06.30 saat mau ke ladang,” ujarnya melalui sambungan telepon.

Warga lokal, kata Aprilianto, menyebut hal itu sebagai fenomena bun upas yang terjadi tiap tahun. Bun upas berarti embun beracun. Namun bukan berarti mengandung zat yang membahayakan.

Daun tertutupi kabut yang menggumpal menjadi kristal akibat suhu dingin di sekitar komplek Candi Arjuna, Dieng, Wonosobo, Jateng, 30 Agustus 2014. Tempo/Aris Andrianto

“Dinamai racun karena bagi tanaman itu bisa mematikan,” katanya. Bun upas terjadi tiap musim kemarau, mulai Juli hingga Oktober. Saat itu, suhu di Dieng bisa mencapai minus 4 derajat Celsius. “Paling ekstrem minus 4 (derajat Celsius) di Candi Arjuna. Kalau di perkampungan biasanya minus 2 derajat (Celsius),” ucapnya. 

Di wilayah Dieng, yang rata-rata berada di ketinggian lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl), suhu terendah dapat dirasakan pada dinihari hingga pagi. Sedangkan bun upas biasanya dapat dilihat saat pagi buta hingga pukul 07.00.

Fenomena ini menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan, khususnya saat perhelatan Dieng Culture Festival, yang rutin diselenggarakan tiap Agustus. “Biasanya peserta Dieng Culture Festival datang sekalian ingin melihat embun jadi es,” tutur April.

Bun upas tak ayal menjadi salah satu daftar yang ingin dilihat pelancong selain fenomena potong rambut anak gimbal. Namun, supaya tetap nyaman dan aman kala mengunjungi Dieng, wisatawan diminta membawa perlengkapan khusus.

“Kalau ke sini saat kemarau, jangan lupa bawa jaket tebal atau windbreaker. Kalau cuma jaket waterproof, enggak manjur. Paling enggak, yang ada bulu angsanya,” ujar April. Penutup kepala, sarung tangan, dan minyak kayu putih juga menjadi peranti yang tak boleh dilupakan untuk dibawa.

Francisca Christy Rosana

Francisca Christy Rosana

Lulus dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra Indonesia pada 2014, ia bergabung dengan Tempo pada 2015. Kini meliput isu politik untuk desk Nasional dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco. Ia meliput kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke beberapa negara, termasuk Indonesia, pada 2024 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus