Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Seniman monolog asal Yogyakarta, Butet Kartaredjasa mengaku tak mempermasalahkan jika dirinya dipolisikan para relawan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ke Polda DIY Selasa 30 Januari 2024. Butet dilaporkan atas pantun yang dibuat dan dibacakannya saat menghadiri kampanye capres - cawapres nomor urut 03 Ganjar Pranowo- Mahfud MD bertajuk Hajatan Rakyat di Kulon Progo pada Ahad, 28 Januari 2024.
Butet Kartaredjasa Akui Putus Asa Ingatkan Jokowi
Oleh relawan yang melaporkannya, Butet dituding sedang dalam kondisi putus asa sehingga kritikan lewat pantunnya menggunakan kata-kata yang dianggap kasar. Seperti menggunakan frasa binatang. "Iya, saya memang putus asa (mengingatkan Jokowi) sekarang ini, sudah tidak ada harapan dan ini bahaya," kata Butet ditemui di kediamannya di Bantul, Yogyakarta Selasa, 30 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Butet menuturkan proses demokrasi di Tanah Air setelah reformasi yang berjalan membaik tiba tiba kembali hancur menjelang Pemilu Presiden 2024. Ini ditandai dengan skandal Mahkamah Konstitusi (MK) saat dipimpin adik ipar Jokowi, Anwar Usman hingga meloloskan anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres Prabowo Subianto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"(Skandal MK) diungkap Majelis Kehormatan, mengakui dan Ketua MK (Anwar Usman) diturunkan, jelas orang yang punya akal sehat melihat itu sebagai kebusukan," kata dia. "(Manuver Jokowi) levelnya sudah melukai demokrasi, saya sebagai bagian dari angkatan 1998 yang berjuang bersama yang lain untuk membangun praktek demokrasi sehat di Indonesia kecewa," kata dia.
Perjuangan 1998 Dikhianati Hari Ini
Ia menuturkan, setelah reformasi, Indonesia mendirikan mendirikan banyak lembaga negara yang meneruskan semangat perubahan setelah Orde Baru tumbang. "Indonesia berhasil punya MK, punya Ombudsman, punya lembaga-lembaga yang mengontrol kepolisian, kita anti-KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)," ujarnya. "Tapi perjuangan 1998 itu kemudian dikhianati hari ini, diakal-akali, siapa tidak marah? Berarti kehidupan demokrasi yang sudah baik itu terganggu," kata Butet.
Butet yang dulu merupakan militan pendukung Jokowi pada Pemilu 2014 dan 2019 mengakui sangat terluka dengan manuver politik Jokowi di pengujung jabatannya. "Ini justru yang saya sedih, Pak Jokowi saat ini seperti sedang menghina dirinya sendiri," kata dia.
Ia menyoroti soal kepantasan dan etika. "Orang yang dulunya baik, berprestasi 9,5 tahun luar biasa, kok bisa-bisanya jadi begitu, sekarang sebagai presiden malah memihak pasangan calon presiden." Menurut Butet, tidak semestinya masalah kepantasan, kepatutan, dan etika ini dilanggar Jokowi.
"Maka orang yang menyayangi Jokowi ini mengingatkan itu, kritik beda dengan penghinaan," ujarnya. "Saat dingatkan tidak bisa, ini membuat kami putus asa, marah," kata Butet.
Butet Soal Jeratan Pasal
Butet penasaran, ia akan dijerat pasal berapa setelah pelaporan ini. "Kita akan membuktikan, saya akan dikenai pasal apa," ucap Butet, "Kalau pakai UU ITE yang lentur dan pasal karet itu kan tergantung siapa yang menafsirkan, jadi di sini kita akan membuktikan melihat netralit"
Butet pun menuturkan, jika aksi panggungnya membacakan pantun dalam kampanye Ganjar itu akhirnya menyeretnya ke bui, maka masyarakat bisa mengambil pelajaran. Dia menyatakan, jika dia ditangkap dan selanjutnya masuk sel, berarti telah terjadi proses pembusukan demokrasi.
"Hari ini saya dan jutaan orang lain kena prank Pak Jokowi, ditipu Pak Jokowi, kalau yang marah itu jumlahnya bertambah dan semakin marah itulah nanti yang bergerak adalah vox populi vox dei, Suara Tuhan- Suara Rakyat," kata Butet.