Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Seabad lalu, 8 Juni 1921, Soeharto dilahirkan di Kemusuk, sebuah dusun yang terdapat di Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Sebelum 1946, Kecamatan Sedayu merupakan bagian dari Kawedanan Godean, Kawedanan sendiri merupakan wilayah setara kabupaten. Sehingga sering kali dalam biografi Soeharto disebut Dusun Kemusuk berada di Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Daerah Kemusuk di Yogyakarta sebagai tempat lahir dan kampung halaman Soeharto, sempat beberapa kali menjadi saksi sejarah. Yakni saat Belanda memburu Soeharto dan keluarganya ke Desa Kemusuk pada 7 Januari 1949 saat Agresi Militer Belanda II, tentara Belanda yang marah karena tidak menemukan Soeharto kemudian menembaki setiap laki-laki yang mereka temui di Kemukus, akibat kekejaman Belanda tersebut 23 orang tewas tertembak. Salah seorang kepala keamanan, Joyo Wigeno ditangkap dan dipaksa menunjukkan tempat persembunyian keluarga Soeharto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah itu Belanda juga menyerbu Kemukus dan menembaki penduduk sipil dan tentara Indonesia, akibat serangan tersebut setidaknya 202 orang tewas, termasuk 62 orang anggota Brimob yang saat itu tengah berhenti di Kemusuk. Peristiwa tersebut turut menewaskan ayah tiri Soeharto, R. Atmoprawiro, ia tewas dengan luka tembak di kepala. R. Atmoprawiro dikabarkan ditembak tentara Belanda saat lari di pematang sawah.
Tragedi tersebut meninggalkan duka mendalam bagi warga Kemusuk, untuk itu mereka membangun sebuah monumen Setu Legi dan makam Somenggalan, yang kemudian diresmikan oleh Wakil Presiden Sudharmono pada 1 Maret 1991. Selain Monumen Setu Legi, beberapa bangunan yang berhubungan dengan Soeharto juga jika berkunjung ke Kemusuk.
1. Monumen Setu Legi
Monumen Setu Legi dibangun untuk mengenang perjuangan warga Desa Argomulyo, khususnya warga Kemusuk, saat terjadi Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta. Tragedi tersebut terjadi pada Jumat, 7 Januari 1949, Belanda menyerang Dusun Kemusuk sebagai tempat persembunyian keluarga Soeharto dari sebelah utara.
Dilansir dari jurnal Kecamatan Sedayu, Monumen Setu Legi dibangun di depan balai desa Argomulyo, Sedayu, Bantul, Yogyakarta, dengan arsitektur Dulhari. Dibangun setinggi dua meter dan panjang 1.5 meter. Korban yang gugur dalam peristiwa Agresi Militer Belanda II berjumlah 45 orang, sedangkan yang tercatat dalam sejarah peristiwa tersebut hanya 23 orang saja, karena jumlah 23 orang tersebut gugur pada hari yang sama yaitu hari Jumat Kliwon. Sedangkan 22 orang lainya gugur pada hari selanjutnya yaitu pada hari Sabtunya, dikarenakan sudah sore dalam penghitungan hari Jawa maka sudah termasuk hari Minggu Pahing.
Di dinding sebelah timur monumen ini ditulis nama-nama korban gugur akibat serbuan Belanda tersebut, di antaranya yaitu Atmoprawiro, Joyowigeno, Mangunsahar, Imandiharjo, Atmopawiro, Kartodimejo, Sastrowiharjo, Salamun, Kusnidibyodumarto, Mulslamet, Joyodiharjo, Boiman, Sorejo,, Karsotaruno, Ronopaijo, Kartodiryo, Paing, Wongsosetiko, Josetomo, Kriyodi Kromo, Wiryosalimin, Rejoinangun, Jotaruno Solet, Martorejo, dan Samijo.
2. Memorial HM Soeharto
Memorial HM Soeharto dibangun sebagai penanda dan pengingat serta wahana edukasi tentang salah satu tokoh besar dalam sejarah bangsa Indonesia yakni Jenderal Besar Haji Muhammad Soeharto. Pembangunan memorial tersebut dilakukan oleh keluarga besar HM Soeharto di bawah prakarsa Probosutedjo, salah satu adik Soeharto, dan diresmikan pada 8 Juni 2013.
Memorial ini dibangun di tanah kelahiran Soeharto dan menempati lahan dengan luas 3.620 meter persegi, lahan tersebut didirikan sejumlah bangunan, di antaranya rumah joglo, Rumah Notosudiro, Rumah Atmosudiro, serta petilasan tempat Soeharto dilahirkan. Sebuah patung perunggu Soeharto diletakkan di gerbang Memorial HM Soeharto, patung ini dikerjakan oleh pematung ternama Suhartono.
3. Makam Somenggalan
Makam Somenggalan merupakan pengabadian nama-nama tokoh masyarakat yang bernama Wongsomanggolo. Makam Somenggalan mulai popular semenjak di dalam lingkungan tanah makam lama yang dikenal dengan nama makam Gedong, dibuat tanah makam baru yang dikenal dengan Makam Korban Perang yang penempatannya di sebelah selatan makam lama si Gedong. Makam Somenggalan lahir dari gagasan Probosutedjo.
Saudara Soeharto, pengusaha Probosutedjo pernah mengingatkan agar anak cucu mengetahui betapa banyak korban akibat perang melawan Belanda ketika pada 1 Maret 1949, yang terjadi selama enam jam di Yogyakarta, sebagai Ibu Kota RI yang dapat direbut kembali dari penjajahan Belanda. Dengan peristiwa tersebut suara Belanda yang menyatakan Indonesia kembali ke tangan penjajahan menjadi tidak didengar lagi. Korban perang yang dimakamkan di Somenggalan berasal dari Kecamatan Gamping, Sedayu, Godean, Moyudan. Nama Makam Somenggalan diresmikan tahun 1991 oleh Wakil Presiden Sudarmono.
HENDRIK KHOIRUL MUHID