Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Guruh ganti bendera guru ganti bendera

"gencar semarak perkasa productions" (gsp), lahir januari ini. guruh mengatakan swara mahardika & gsp tetap mempunyai hubungan erat. gsp mencari lapangan kerja anggota dan sm adalah organisasi pemuda.

17 Desember 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AHAD dua pekan lalu, Guruh membawa rombongan tarinya ke Balai Sidang. Di sana, dalam acara Lomba Angkat Besi Wanita Internasional, Guruh melahirkan kreasi baru tari angkat besi. Seperti umumnya variety show SM, Guruh menghadirkan gadis-gadis ayu yang tersenyum, dengan lenggokan yang berani, dan terkadang berkesan lucu. Dicanteli baju warna mencolok penuh kilap dan aksesori ramai di tubuh dan kepala. Tapi, tunggu. Itu ternyata bukan acara selingan dari kelompok Swara Maharddhika. Ini adalah persembahan "GSP Production" -- bendera baru Guruh. Apa lagi, nih, Guruh? Putra bungsu presiden pertama RI ini memang tak lagi membawa panji-panji Swara Maharddhika (SM). Sejak Januari tahun ini, ia mendirikan "Gencar Semarak Perkasa (GSP) Productions", dengan 8 pengelola dan 75 anggota aktif -- sebagian besar mantan SM. Tapi, hubungannya dengan SM tidak berarti putus samasekali. "Dalam SM, saya tetap duduk sebagai penasihat," kata Guruh. Dengan modal awal Rp 5 juta, Guruh Cs. mulai bergerak sebagai kelompok pemberi jasa komersial. GSP menjadi suatu perusahaan yang bergerak di bidang showbizz. "Kami ingin lebih profesional," katanya. Maka, setiap bulan GSP, selain menerima pesanan pertunjukan tari -- rata-rata 4 kali per bulan -- juga menyediakan tenaga peragawan, peragawati, model iklan, jasa layanan penerima tamu, pagar ayu, awak pentas, penyunting dan pencipta lagu, penata musik, sampai koreografer. Jadi, meskipun hubungan antara GSP dan SM tetap erat, tujuan mereka bercerai. "GSP bertujuan mencari untung, karena harus memberi lapangan kerja bagi anggotanya," katanya. Sedangkan Swara Maharddhika, yang kini dipimpin Rio Menayang, "sebagai organisasi pemuda untuk berjuang dan mempersiapkan diri menuju masa depan." Dengan kata lain, SM kelompok organisasi pemuda, sementara GSP lahan mencari nafkah. Ketika berdiri, 11 tahun silam, Swara Maharddhika memang lebih bersifat sebagai wadah kumpul-kumpul. Lalu, ketika yang ngumpul mulai banyak, "Kami organisasikan sebagai kelompok anak-anak muda yang mengenal problem dalam masyarakat." Sedangkan kesenian hanyalah salah satu kegiatan. "Kami bukan tempat kursus tari dan pertunjukan komersial," kata Guruh. Kalaupun kemudian berdaya tarik variety show, "dalam artian idealisme kami untuk membela kebudayaan." Dengan kharisma yang dimilikinya, Guruh berhasil menghimpun dan menyatukan mereka dalam satu bentuk kegiatan positif. Hasilnya? Pergelaran pertama, "Karya Cipta Guruh Sukarnoputra", tahun 1979, menjadi buah bibir. Gemanya melayang lama. Disusul pergelaran kolosal macam "Untukmu Indonesiaku", dan "Gilang Indonesia Gemilang", yang jangan diukur dengan penilaian seperti sebuah teater atau sendratari yang utuh, tetapi sebagai "sebuah tontonan yang mengasyikkan" dengan riuh rendah keceriaan remaja-remaja SM. Dalam perjalanannya, SM kadang digosipkan sebagai sekelompok elite -- lantaran anggotanya tampil dengan atribut anak gedongan dan kegiatannya hura-hura. Di antaranya lantas ada yang melejit sebagai artis, misalnya Titi Dwijayanti dan Marissa Haque. Uniknya, kegiatan SM bahkan melompat sebagai celebrities kampanye parpol. Maret 1987, puluhan anak-anak SM, walaupun mengaku pribadi-pribadi, ikut berbaur mengkampanyekan Partai Demokrasi Indonesia. Tapi Guruh menyangkal bahwa pemisahan organisasi ini berkaitan dengan "Banteng". "Ini bukan soal politik atau lainnya. Soalnya, cuma bagaimana hidup dari profesi," kata Guruh. Lalu, bagaimana dengan SM? Guruh mengatakan, SM ditinggalkannya dengan kekayaan Rp 100 juta, tanah, kantor, dan uang kas. "Pada awalnya kami memang sempat terguncang," kata Rio Menayang, Ketua SM periode 1988-1989. Frekuensi kegiatan menurun drastis. Sebelumnya, setiap bulan sedikitnya manggung tiga kali, kini hanya satu kali. Kalaupun ada order, biaya produksi harus diirit-irit. Yang lebih parah lagi, jumlah anggota melorot karena banyak yang memilih ke GSP. Yang tersisa adalah mereka yang benar-benar ingin berorganisasi. Kreasi tontonan pun peot. "Sebab, hampir semua yang hijrah adalah penari dan koreografer andalan," tambahnya. Namun, sejauh ini SM belum merasa perlu merekrut anggota baru yang sudah ahli. "Sementara ini, kami masih berbenah ke dalam," kata Rio lagi. Bila sewaktu-waktu ada pergelaran, ia bisa menghubungi GSP. Tentu dengan perhitungan bisnis. Bagaimana Guruh? "Di situ ada idealisme yang tak boleh luntur oleh uang, seperti tujuan SM semula," kata Guruh. Bunga S. & Yusroni H., Sri Pudyastuti R., Ahmadie Thaha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus