Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hari Valentine dirayakan setiap 14 Februari. Umumnya perayaan dilakukan dengan memberikan hadiah atau makanan berupa cokelat kepada orang tersayang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Jepang, tradisi memberikan hadiah ini sedikit berbeda. Biasanya perempuan yang memberikan cokelat kepada laki-laki yang penting dalam hidup mereka. Bukan hanya kekasih, bisa juga keluarga atau teman, bahkan rekan kerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Negeri Sakura, praktik ini telah dimulai sejak 1935 ketika brand cokelat Morozoff milik orang Rusia di Kobe mengenalkan kebiasaan tersebut. Ia mulai menjual makanan manis olahan biji kakao dalam kotak berbentuk hati dan memasarkannya sebagai hadiah bagi kekasih.
Tren Perempuan Mengungkapkan Cinta
Kemudian, saat Amerika menduduki Jepang, seorang karyawan perusahaan Mary’s Chocolate Company mendapat hadiah dari teman asal Paris. Ia diberi tahu cara baru untuk menunjukkan cinta dengan memberi bunga dan cokelat. Lalu, pabrik tempatnya bekerja memasang iklan di majalah perempuan, karena target pasar tersebut sedang tumbuh secara eksponensial.
Dalam iklan, memuat bahwa Hari Valentine adalah waktu terbaik bagi perempuan menyatakan kokuhaku atau pengakuan cinta. Secara tradisional, hal itu dianggap vulgar karena praktiknya hanya dilakukan oleh laki-laki kepada perempuan. Tapi, tren ini justru mendapat perhatian dari masyarakat.
Meskipun begitu, pergeseran tradisi tersebut baru menjadi kebiasaan pada 1970-an saat para perempuan memasuki dunia kerja dan menghasilkan uang sendiri. Perempuan dapat membeli camilan manis sebagai ungkapan cinta kepada lawan jenis (honmei-choco), baik itu orang yang disukai, pacar, atau suami.
Seiring kokuhaku diterima oleh semua jenis kelamin, berbagai aneka hadiah cokelat terus berkembang. Muncul kado Hari Valentine untuk ayah, saudara rekan kerja atau atasan laki-laki (giri-choco), bagi teman tersayang (tomo-choco), dan diri sendiri (jibun-choco).
Lalu, sebagai balasan dari Hari Kasih Sayang, laki-laki akan memberi hadiah seperti cokelat putih, permen, boneka, atau benda lain yang berwarna putih kepada perempuan pada 14 Maret. Perayaan itu disebut dengan White Day.
Kebiasaan Honmei-choco dan Giri-choco Memudar
Sekarang, perempuan mulai menggeser kebiasaan itu. Perempuan yang belanja olahan dari biji kakao di Hari Kasih Sayang untuk diri sendiri meningkat tiga kali lipat dibanding memberi kepada kekasih. Berdasarkan survei oleh firma pemasaran Intage Inc. dari populasi responden, 21,7 persen berencana membeli makanan manis hanya baginya sendiri. Angka ini naik 8,5 persen dari tahun sebelumnya.
Perbedaan antara rencana melakukan jibun-choco dan honmei-choco meningkat 3,4 kali lipat daripada tahun lalu di angka 1,7 persen. Bilangan ini mencerminkan bahwa tren perempuan memanjakan diri semakin bertambah. Di sisi lain, 44,7 persen informan mengatakan akan menyerahkan hadiah untuk keluarga mereka alih-alih untuk pasangannya.
“Seiring makin beragamnya cara menikmati (Hari Valentine), makin banyak orang yang membeli (cokelat) untuk memanjakan diri,” tutur seorang pejabat di Intage dikutip dari Kyodo News, Jumat 14 Februari 2025.
Dilansir dari Tokyoweekender.com banyak perempuan mengecam giri-choco bagi rekan kerja, terlebih beberapa perusahaan sudah melarang praktik tersebut. Pada 2018, salah satu produsen cokelat Godiva membuat iklan di salah satu surat kabar untuk menyatakan bahwa "perempuan harus berhenti memberikan giri-choco." Semakin pesatnya kesadaran akan kesetaraan gender, tradisi giri-choco di Hari Valentine semakin berkurang, digantikan oleh jibun-choco dan tomo-choco.
NIA NUR FADILLAH | KYODO NEWS | TOKYO WEEKENDER | JAPAN TODAY