Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pementasan wayang potehi menjadi hiburan untuk umat yang beribadah di Klenteng Sin Tek Bio yang berlokasi di Pasar Baru, Jakarta Pusat. "Saya membawa 20 tokoh boneka berbeda-beda untuk satu serial," kata Sugiyo Waluyo Subur, dalang wayang potehi, Minggu, 20 Januari 2019. Sugiyo adalah dalang dari kelompok kesenian Fu Ho An di Jombang, Jawa Timur.
Baca juga: Ini Kisah Wayang Potehi yang Akan Pentas di Klenteng Sin Tek Bio
Wayang potehi yang dipentaskan pada 20-21 Januari dalam perayaan ulang tahun Hok Tek Ceng Sin, atau Dewa Bumi untuk kemakmuran dan jasa. Telapak tangan Sugiyo masuk dalam kantong boneka, atau wayang potehi. Ia menggerakkan tokoh menggunakan jemari sambil mengisi suara.
Namun meski pementasan wayang potehi bernuansa Tionghoa, penuturan tokoh pun disisipkan gurauan ala Jawa. "Itu sanepo, ungkapan untuk guyonan agar penonton tidak bosan," tutur Sugiyo.
Ia menjelaskan bahwa wayang potehi tidak menggunakan naskah untuk mengisi percakapan lakon yang dimainkan. "Kami mengikuti alur cerita yang diceritakan dalam buku," katanya. Umat yang telah bersembahyang di altar pemujaan Klenteng Sin Tek Bio akan mengisi waktu menonton wayang potehi sambil menikmati makanan.
Wayang Potehi merupakan pementasan boneka yang terbuat dari kain. Dan dalang yang memainkan lakon akan memasukkan tangan dalam kain untuk menggerakkan boneka.
Berdasarkan catatan sejarah, wayang potehi ini sudah ada pada masa Dinasti Jin, atau 265-420 Masehi. Kemudian berkembang pada Dinasti Song, 960-1279. Wayang potehi sendiri masuk ke Nusantara sekitar abad 16 sampai 19 melalui orang-orang Tionghoa.
Baca juga: Vihara Avalokitesvara, Inilah Klenteng Terunik di Indonesia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini