Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Keluhan kontraktor di negeri orang

Buruh indonesia yang dikontrak 2 tahun oleh pt bangun cipta sarana untuk bekerja di arab saudi ternyata tidak betah karena kurang hiburan. mereka dijanjikan naik haji dan berlibur ke kairo.

28 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI kompleks penjara Jeddah yang sedang dibangun itu, sekelompok pekerja Indonesia sedang sibuk menyelesaikan sebuah bangunan. Pakaian kerja mereka berwarna biru keabu-abuan, merah putih kecil di atas saku. Mereka itu adalah buruh kasar yang didatangkan oleh PT Bangun Cipta Sarana yang kebagian membangun ruang tempat cuci pakaian penjara. "Ini salah satu bagian dari seluruh proyek kami di sini yang baru berjumlah 15 juta real," kata ir Untung Sutomo yang mengepalai tim Bangun Cipta di Arab Saudi. Apa arti kontrak yang bahkan belum mencapai Rp 2 milyar bagi Bangun Cipta Sarana itu? "Dibanding dengan proyek-proyek kami yang ada di Indonesia, jumlah itu sebenarnya tidak berarti banyak. Tapi sebagai langkah pertama untuk mempelajari suatu medan baru, bolehlah," kata Untung pula. Masalah pertama yang dihadapi para kontraktor Indonesia itu terbukti 2 datangnya dari buruh-buruh mereka sendiri. "Buruh kita, secara mental, ternyata belum siap untuk menerima gaji bulanan," kata Untung pula. Di Indonesia, buruh-buruh ini memang terbiasa dengan sistim gaji harian. Kalau mereka bekerja cukup baik, gaji terjamin. Tapi kalau sebaliknya, mandor bisa memecat mereka. "Karena di sini mereka bekerja berdasarkan kontrak untuk masa dua tahun, ya mereka bermalas-malas pun dapat duit," kata Pontas Arifin dari PT Pembangunan Jaya. Tentu tidak semua buruh Indonesia memanfaatkan kontrak itu untuk bersenang-senang di negeri orang. "Betul itu. Tapi kalau mereka bekerja dengan kapasitas penuh, hasilnya tetap kalah dan lebih rendah dari buruh-buruh Korea Selatan," kata Tiur Simanjuntak dari PT El Nusa. Mengapa? Pontas Arifin menjelaskan: "Pertama, mungkin gerak. Orang kita kan memang biasa bergerak lamban. Kedua, masalah disiplin. Merokok waktu kerja itu mestinya tidak boleh. Tapi ya, sulit melarang." Keluhan-keluhan para kontraktor tersebut muncul dalam suatu pertemuan bersama dengan Rustam Efendi Pane atase Tenaga Kerja. Pejabat yang berkantor di KBRI Jeddah itu mempunyai pendapat lain. Katanya: "Tidak betul kalau dikatakan bahwa buruh kita tidak mampu. Buktinya, perusahaan asing yang mempekerjakan buruh Indonesia tidak pernah mengeluh begini." Pane tidak salah. Cuma nampaknya perlu diberi penjelasan bahwa buruh Indonesia -- jumlahnya sekitar sepuluh ribu -- yang dipekerjakan oleh perusahaan asing itu, adalah buruh-buruh yang di Indonesia memang sudah berpengalaman bekerja dengan orang asing. Menghadapi pejabat dari urusan tenaga kerja ini, para kontraktor masih punya argumentasi. Maka berceritalah mereka mengenai buruh yang tidak betah di Arab Saudi dan selalu ingin segera pulang jauh sebelum kontraknya habis. Alasan bagi ketidak-betahan itu macam-macam. "Tapi terutima karena hidup sunyi di negeri yang tanpa hiburan ini," kata Untung. Mengapa orang Korea Selatan bisa bertahan kok kita tidak? "Wah, jangan bandingkan dengan Korea, dong. Mereka itu semua tentara dan bekerja dengan disiplin militer," kata Tiur pula. Lalu bagaimana cara mengatasi penyakit ingin pulang segera ini? "Mereka kami janjikan untuk berhaji," kata Pontas. "Bangun Cipta Sarana, selain berhaji pula memberi kesempatan berlibur di Kairo setelah masa kerja tahun pertama berakhir," tambah Untung. Kesempatan berhaji ini ternyata mempunyai arti penting bagi para buruh itu. Dalam suatu kesempatan mengunjungi sebuah proyek, TEMPO sempat bercakap-cakap dengan beberapa orang buruh yang lagi bekerja. Kerja di sini enak, ya? Duitnya banyak. Tidak juga, pak. Di Indonesia kalau kerja keras seperti ini hasilnya tidak banyak beda. Kalau begitu kenapa ke mari? Biar bisa jadi haji, pak. Kunjungan Presiden Soeharto ke Arab Saudi tahun silam banyak membantu para sub kontraktor dari Indonesia. Sebagian besar kontraktor Indonesia yang kini beroperasi di Saudi datang bersama atau setelah kunjungan Kepala Negara itu. Mereka tiba di Saudi tidak untuk menanti lama sebelum mulai bekerja. "Kami betul-betul kewalahan menghadapi banyaknya kontrak ditawarkan. Berbeda dengan negeri kita, di sini setiap hari ada pengumuman tender. Tinggal pilih saja," kata Untung Sutomo. Tapi meski banyak tender toh tidak setiap tawaran bisa diterima. "Kami sesuaikan dengan kemampuan dan pengalaman kami," kata Simanjuntak. "Ada tender membangun flat haji di Madinah. Ini bisa kita ambil, sebab kita di Jakarta punya pengalaman. Tapi kalau sudah menyangkut hal yang memerlukan teknologi tinggi, bagian Amerikalah itu," sela Pontas Arifin. Di tengah cerita banyaknya pekerjaan yang tinggal dipilih itu, TEMPO juga mendapat keterangan mengenai salah satu faktor yang hingga kini masih merupakan salah satu hambatan bagi para sub kontraktor untuk menjadi kontraktor penuh. Ketika soal itu ditanyakan kepada mereka -- hampir bagai paduan suara -- menyatakan persetujuan. "Jepang, Korea atau Amerika, jika mendapat kontrak, segala bahan dan peralatan -- semen, besi beton, plywood -- bisa dengan segera mereka datangkan. Kita tidak bisa begitu. Ongkos produksi dalam negeri kita mahal dan pengapalan ke mari susah." Begitu salah seorang kontraktor menggambarkan kesulitannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus