Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wajahnya, wajah pemuda di usia 20-an tahun, memerah setelah pertarungan yang mengirimnya kembali ke Kanada, tanah airnya. Di ruang ganti, petarung muay thai atau thai boxing yang kalah itu menggantungkan ikat kepalanya, mengucap salam perpisahan kepada pelatihnya, dan tentu saja kepada harapannya untuk menjadi juara.
Trevor Smandych, petarung yang wajahnya segar seperti apel malang itu, akhirnya pulang lebih awal daripada 15 orang petarung lain. Dalam The Contender Asia, satu acara televisi yang ditayangkan seminggu sekali di televisi kabel AXN, ”drama” itu tidak terpaku pada arena bujur sangkar yang menjadi pusat perhatian semua penonton di stadion olahraga. Kamera merekam, betapa para petarung memajang foto istri dan anak-anaknya pada dinding di atas ranjangnya. Bahkan, dalam The Contender Asia yang ditayangkan pada Rabu malam, 16 Januari lalu, Trevor tampak bercerita tentang statusnya yang pengantin baru dan memuji istrinya. Perempuan penuh pengertian yang membiarkan suaminya terbang jauh ke Singapura—tempat The Contender Asia ini direkam—24 jam setelah mereka menikah di Kanada.
Ya, tiap petarung menyimpan cerita yang bisa membuat pertunjukan lebih menarik, lebih manusiawi, dan lebih dramatis di mata khalayak penonton. Sebuah racikan yang, menurut Mark Burnett, jagoan reality show yang menjadi produser The Contender Asia, melalui rangkaian syarat panjang. ”Menemukan orang yang tepat, casting, menciptakan sebuah dunia dengan sejumlah aturan khas dan orang harus menyesuaikan diri dengan aturan itu,” kata tokoh di balik sejumlah reality show yang paling laris dewasa ini—Survivor, The Apprentice, The Contender, Rock Star: INXS dan lain-lain.
Ada seorang Stephan Cox, juara dunia muay thai tahun 1980-an yang bertanggung jawab menyeleksi kemampuan bertarung atlet-atlet itu. Sayang, meski muay thai sudah masuk olahraga Asian Games, tak ada atlet Indonesia dalam acara ini. ”Nanti, lain kali,” kata Burnett. Tapi, dari komposisi 16 petarung yang berasal dari 12 negara itu, kemudian orang pun bisa meraba bahwa kemampuan berbahasa Inggris juga masuk pertimbangan seleksi. Dan lihatlah, mayoritas petarung bercerita dan menyatakan pendapatnya dalam bahasa Inggris—meski tak terlalu fasih. Pasar menentukan dan reality show ini akan diputar di negara-negara yang lebih mudah memahami bahasa Inggris ketimbang bahasa lain.
Enam belas petarung dikumpulkan di Contender House, sebuah sasana muay thai yang luks dan punya fasilitas latihan lengkap di Singapura. Delapan orang dimasukkan ke kelompok merah, delapan lainnya ke kelompok biru. Pertarungan diadakan tiap minggu, dan kelompok yang unggul berhak memilih lawannya dari kelompok lain. Demikianlah, konflik itu—termasuk juga drama—dipelihara melalui plot yang longgar, hingga akhirnya tinggal dua petarung yang berhasil bertahan. Pada puncaknya, sang juara akan memperoleh US$ 250 ribu atau Rp 2,4 miliar.
The Contender Asia adalah pertarungan muay thai, dan klimaks pertunjukan itu terjadi di atas ring. Dalam pertandingan empat ronde yang ditayangkan pada Rabu malam itu, tiga kali lawannya yang cerdik dan lebih berpengalaman itu membuat Trevor jatuh. Lawannya gesit, mudah berkelit dari hook, long hook, dan swing Trevor yang dikenal sangat ”berisi” itu, dan seraya menggunakan energi ekstra yang tak menemui sasaran itu untuk meruntuhkan keseimbangan Trevor sendiri. Belum lagi langkah Trevor yang senantiasa terhenti oleh sepasang kaki lawannya yang begitu ringan tapi semakin lama semakin terasa menyakitkan itu.
Sesekali Trevor berhasil menembus masuk pertahanan lawan dan memaksanya bertarung jarak dekat. Namun Trevor yang kuat tapi masih ”hijau” itu juga agak bingung menghadapi lawan yang ternyata piawai menggunakan lutut.
Pertandingan Trevor-Naruepol (begitu nama lawannya yang tinggi badannya 180 cm dan dari Thailand itu) adalah muay thai dengan adonan Hollywood—lebih tepat lagi adonan Mark Burnett. Pertandingan yang telah disunting mengikuti kaidah suatu reality show. Bagian yang mengandung drama dikasih porsi besar, dan bagian yang datar—juga yang sangat berlebihan—ditaruh di tong sampah. Rekaman Trevor versus Naruepol yang diputar di layar televisi, misalnya, memerinci dan memperlambat adegan manakala siku Naruepol menembus double cover Trevor.
The Contender Asia adalah juga pertandingan muay thai plus musik. Ya, musik yang bisa mengiringi sebuah serangan mematikan dengan derum timpani menggelegar, bisa juga bersimpati pada pecundang yang tak berdaya melalui denting piano lirih dalam tangga nada minor. ”Tanpa musik, tak ada The Contender Asia,” kata Ricky Ow, General Manager SPE Networks Asia yang menaungi televisi kabel AXN.
Sebuah reality show memang tidak pernah memantulkan semua wajah kenyataan. Zach, seorang petarung dari Singapura, pernah hidup di Thailand selama enam bulan. Ia melihat para petarung berlatih utuk melepaskan diri dari kemiskinan.
Tapi, inilah pertunjukan mahal. Ada ongkos yang harus dibayar, ada kreativitas yang terus dituntut. ”Hal yang paling utama dalam pertunjukan saya adalah story telling, kemampuan bercerita. Dan itulah hal yang universal; ada perjuangan, si antagonis, protagonis, patos, dan sebagainya,” ujar Mark Burnett kepada Tempo. Kompleks, seperti perjalanan hidup itu sendiri.
Idrus F. Shahab
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo