Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Lombok Barat - Nama tempatnya Sembalun Lawang. Lokasinya tepat berada di kaki Gunung Rinjani yang memiliki ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut (mpdl), Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Ada beberapa petilasan di kawasan ini yang diyakini terkait dengan Kerajaan Majapahit di Pulau Jawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gunung Rinjani dikelilingi bukit yang menjulang tinggi dan punggungan gunung yang hanya ditutupi padang sabana sehingga. Dari sanalah dipercaya awalnya peradaban Pulau Lombok yang terus mengalir ke arah hilir pascaletusan hebat Gunung Samalas pada 1257. Gunung Samalas adalah gunung sebelum Rinjani yang letusannya menghentakkan dunia hingga mengubah iklim secara global pada waktu itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan cerita warga dari leluhurnya secara turun-temurun, beberapa peninggalan yang ada sekarang semuanya terkait dengan letusan gunung Samalas tersebut.Sembalun Akan Menjadi Sentra Terbesar Bawang Putih
Dulu sekelompok warga yang berada di kaki gunung itu mengungsi ke tempat yang aman menuju ke arah timur, yakni hutan Pilin di daerah Sambalia, Labuan Lombok, sampai Selaparang. "Selama ratusan tahun mereka mengungsi akibat trauma letusan itu,” kata Mertawi, Ketua Lembaga Adat Sembalun Lawang yang juga Sekretaris Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Timur kepada Antara.
Lalu ada inisiatif beberapa orang yang mengajak kembali ke Sembalun untuk mencari leluhurnya. Ringkas kata, dilakukanlah perjalanan-perjalanan sehingga mereka bertemu dengan Raden Aria Pati dan Raden Aria Mangunjaya yang mengaku dari Kerajaan Majapahit di sebuah bukit. Tempat ini kelak dikenal dengan nama Bukit Majapahit.
Kedua orang itu menawarkan rombongan mencari tempat baru untuk menetap, hingga mereka sampai di satu titik yang paling sempit. Di sana mereka berusaha membuat jembatan sederhana dengan saling pegang tangan.
Peristiwa itu diabadikan jadi nama Loko Sangka Bira atau tempat saling membantu dengan ikhlas. “Atau dikenal dengan gotong royong," kata Mertawi.
Tempat baru itu lalu dihuni dan dinamai Sembalun yang merupakan gabungan dari kata sembah (menyembah) dan wulun (penguasa/raja/pimpinan). Sehingga arti keseluruhan adalah tunduk kepada yang Maha Kuasa.
Sungai itu pun sampai sekarang dikenal oleh masyarakat sebagai Sungai Majapahit. Sedangkan Bukit Majapahit dikenal sebagai tempat tapak kaki para punggawa Kerajaan Majapahit.
Di bawah kaki bukit tersebut saat ini terpampang tulisan, "Selamat Datang di Wisata Budaya Petilasan Majapahit. Petilasan Majapahit konon adalah tempat bersemedi orang-orang sakti dari Majapahit, yang sudah ada sebelum Desa Sembalun berdiri.
Pengaruh Majapahit juga terlihat pada sejumlah kosa kata yang dipakai masyarakat Sembalun. Ada beberpa kata yang memiliki kesamaan dengan bahasa Jawa. Seperti peteng dedet (gelap gulita), kelabi (baju), mangan (makan), tetanduran (tanaman).
Demikian pula dengan penganan ringan yang dikenal masyarakat Sembalun saat ini memiliki kesamaan dengan yang ada di Pulau Jawa, antara lain, rengginang, cucur, serabi, wajik, gerupuk, tekel, dan gogos.
ANTARA