Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Makam Anak Cucu Pangeran Diponegoro di Tanjakan Batu Merah Ambon

Tahukah Anda? Makam anak cucu Pangeran Diponegoro terdapat di tanjakan Batu Merah, Kota Ambon, Maluku.

28 Maret 2022 | 17.25 WIB

Makam Anak Cucu Pangeran Diponegoro di Ambon. Cuplikan video Youtube/Srikandi Digital
Perbesar
Makam Anak Cucu Pangeran Diponegoro di Ambon. Cuplikan video Youtube/Srikandi Digital

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Sejak Pangeran Diponegoro ditangkap Letnan Jenderal Gubernur Hindia Belanda Hendrik Merkus de Kock di Magelang pada 28 Maret 1830, keluarga Diponegoro harus hidup terpisah. Beberapa ada yang ikut hingga ke pengasingan, tapi meskipun masih ada yang tinggal di Jawa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Salah satu daerah yang menjadi tempat tinggal keturunan Pangeran Diponegoro adalah Kota Ambon. Jejak keluarga Diponegoro terlihat dari salah satu pemakaman yang berjejer kuburan para keturunan Diponegoro. Makam ini terletak di Tanjakan Batu Merah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Maluku.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Lokasinya tak jauh dari pusat Kota Ambon, hanya memakan waktu sekitar 20 menit. Beberapa keturunan Pangeran Diponegoro yang meninggal di Kota Ambon dikebumikan di sini. Dari depan makam akan terlihat gapura bertuliskan “Makam Anak Cucu Pangeran Diponegoro” dengan di dominasi warna hijau. Saat ini makam Diponegoro dikelola oleh warga setempat yang sering membersihkan tempat tersebut.

Beberapa anak-cucu Diponegoro yang lahir dan besar di luar Jawa mengalami hilangnya identitas sebagai orang Jawa lantaran telah lama meninggalkan Jawa. “Di Ambon dibilang orang Jawa, tapi di Jawa sendiri mereka dibilang orang Ambon,” kata Roni Sadewo, keturunan Pangeran Diponegoro, saat diwawancarai Tempo pada Januari 2014.

Ia juga menjelaskan kedatangan anak-cucu Pangeran Diponegoro ke Jawa terjadi sebelum masa kemerdekaan Indonesia. Menurut Roni Presiden Soekarno adalah pengagum Diponegoro, karena itu atas bantuan Soekarno, anak-cucu Diponegoro bisa kembali. “Tapi tidak di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Melainkan di Cimahi” kata Roni.

Anak-cucu Diponegoro yang tertinggal di pulau Jawa juga sengsara lantaran tidak bisa mengaku sebagai keturunan Diponegoro, dengan alasan keamanan. Karena itu keturunan Diponegoro yang tinggal di Jawa tak mengenal satu sama lain.

Hikayat Pangeran Diponegoro

Pangeran Diponegoro adalah putra dari Sri Sultan Hamengku Buwono III. Ia Lahir di Yogyakarta pada 11 November 1785 dengan nama asli Raden Mas Ontowiryo. Ia terkenal karena kemampuannya memimpin Perang Diponegoro atau Perang Jawa karena terjadi di Pulau Jawa. Perang ini merupakan pertempuran terbesar oleh belanda selama menjajaki kaki di Indonesia.

Sebelum ditangkap dan diasingkan Pangeran Diponegoro melakukan perlawanan terhadap Belanda, karena tidak setuju dengan campur tangan Belanda terhadap urusan kerajaan. Pada 20 Juli 1825, Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi diserang di Tegalrejo sebelum perang pecah. Rumah Diponegoro dibakar, tetapi pangeran dan sebagian besar pengikutnya berhasil meloloskan diri dengan bergerak ke arah barat melewati Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo.

Mereka melakukan perjalanan hingga tiba di Goa Selarong yang terletak lima kilo meter arah barat Kota Bantul. Goa tersebut dijadikan sebagai basis Pangeran Diponegoro. Selain goa tersebut, Goa Kakung yang terletak dibagian barat dijadikan tempat pertapaannya.

Belanda kembali melakukan penyerangan terhadap Diponegoro pada 1827 dengan menggunakan sistem benteng sehingga pasukan Diponegoro terjepit. Perlahan orang-orang Pangeran ditangkap, pada 1829 Kyai Mojo pemimpin spiritual pemberontakan ditangkap, mneyusul Pangeran Mangkubumi dan panglima Alibasah Sentot Prawirodirjo menyerah kepada Belanda.

Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado dan dipindahkan ke Makassar hingga akhir hayatnya ia habiskan di Benteng Rotterdam pada 8 Januari 1855.

Perang Pangeran Diponegoro yang menghabiskan waktu selama 5 tahun mulai 1825 hingga 1830 ini menelan korban sebanyak 200.000 jiwa penduduk Jawa. Sedangkan pasukan Belanda tewas mencapai 8.000 jiwa.

YOLANDA AGNE

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Âİ 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus