Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Pura Pakualaman Yogyakarta menggelar tiga prosesi sekaligus pada rangkaian pernikahan agung atau Dhaup Ageng pada Selasa petang, 9 Januari 2024. Tiga prosesi itu yakni Tantingan, Midodareni, dan Tuguran digelar persis sehari sebelum ijab kabul dan resepsi yang akan dilakukan pada Rabu, 10 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prosesi rangkaian acara pernikahan ini dilaksanakan untuk putra bungsu dari K.G.P.A.A. Paku Alam X yakni B.P.H. Kusumo Kuntonugroho dengan Laily Annisa Kusumastuti. Lantas apa makna tiga prosesi itu?
Makna Tiga Prosesi Dhaup Ageng
Tim Pranatan Lampah-lampah Dhaup Ageng Nyi Mas Tumenggung Sestrorukmi mengungkap prosesi Tantingan berasal dari kata tanting. "Dalam Tantingan ini calon pengantin ditanya kemantapan hatinya sebelum sah menjadi suami istri," kata dia Selasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tantingan untuk calon pengantin laki-laki dan perempuan dilaksanakan pada jam yang sama, di tempat berbeda. Tujuannya untuk mengkonfirmasi kemantapan hati calon mempelai untuk hidup bersama dalam bahtera rumah tangga.
Kain Batik yang Digunakan
Dalam prosesi Tantingan ini kain batik yang dikenakan calon pengantin adalah motif Indra Widagda Sidikara yang mengandung makna permohonan restu dan berkah agar kehidupan sosial di masyarakat yang akan dijalani selalu dalam ridho Tuhan. Pada kesempatan ini, orang tua membekali calon pengantin dengan nasihat-nasihat. Uraian nasihat antara lain diambil dari Piwulang Paku Alam II dalam naskah Tajusalatin dan Babad Pakualaman.
Adapun prosesi selanjutnya adalah Midodareni. Midodareni berasal dari kata widadari atau bidadari. Prosesi ini dilaksanakan pada malam hari sebelum upacara ijab dan panggih. Pada acara ini, calon pengantin perempuan di dalam kamar dikunjungi oleh keluarga dan kerabat dekat dengan tujuan mempererat persaudaraan.
Sembari menunggu saat 'bidadari turun', para tamu yang berada di dalam kamar calon pengantin membicarakan hal-hal positif sebagai bekal berumah tangga. Dengan berpikir positif dan
optimis menjadikan hati dan wajah calon pengantin perempuan semakin cantik dan bercahaya. Hal ini menunjukkan bahwa bidadari telah turun menyatu dengan calon pengantin perempuan.
Busana yang dikenakan oleh calon pengantin perempuan dalam prosesi ini batik Indra Widagda Trajutresna. Motif ini memuat harapan akan anugerah cinta dan kebahagiaan dari Yang Maha Pengasih dan kelak diharapkan pasangan pengantin mampu menyayangi sesama dengan tulus.
Prosesi terakhir adalah Tuguran. Tuguran alias berjaga semalaman dilakukan oleh kerabat dan teman teman dekat yang menemani calon pengantin laki-laki melepas masa lajangnya yang tinggal semalam. Busana yang dikenakan oleh calon pengantin laki-laki adalah batik Indra Widagda Trajutresna.