Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tradisi Gamelan Sekaten merupakan salah satu tradisi yang selalu digelar di Keraton Kasepuhan Cirebon saat Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Keberadaannya tak lepas dari peran Wali Songo, khususnya Sunan Gunung Jati yang menyebarkan Islam di tanah Cirebon lewat kesenian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sampai sekarang tradisi itu tetap berjalan. Namun karena pandemi, tradisi tersebut digelar seperti saat Idul Fitri tahun lalu di Kasepuhan Cirebon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelaksanaan tradisi Gamelan Sekaten intinya adalah membunyikan gamelan saat hari Raya umat Islam. Menurut Indonesia Travel, bunyi gamelan itu dianggap menjadi penanda umat Islam merayakan hari kemenangan.
Gamelan itu mulai dibunyikan sesaat setelah sultan Keraton Kasepuhan keluar dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa usia salat Ied. Bunyi gamelan akan mengalun dari pagi hingga siang hari dari Siti Inggil di Komplek Keraton Kasepuhan.
Konon, Gamelan Sekaten merupakan rangkaian alat musik yang digunakan oleh Sunan Gunung Jati untuk menyiarkan Islam. Kala itu, masyarakat yang menonton gamelan harus membayar namun bukan dengan uang, melainkan dua kalimat syahadat atau syahadatain.
Karena itu, gamelan itu disebut Sekaten karena berasal dari kata syahadatain. Kini, Gamelan Sekaten yang pernah digunakan oleh Sunan Gunung Jati itu telah berusia 600 tahun.