Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Awalnya, mereka bergabung dalam komunitas musik underground yang mengusung aliran musik alternatif, punk atau britpop. Tapi mereka juga penggemar komik, kartun, dan film animasi Jepang. Bermain PlayStation adalah kebiasaan mereka sehari-hari.
Dari hobi menonton film animasi- dan bermain PlayStation itulah me-reka terbiasa mendengar lagu yang menjadi musik latar film atau video- game. Film seperti Dragon Ball, Samurai X, Saint Seiya, City Hunter-, sampai Detec-tive Conan selain menawarkan cerita yang apik, juga meng-usung lagu tema yang enak didengar.
Dari sini, kelompok Wasabi, Jetto, Japanese Heroes, Jai-ko, Kyuuto, Me-lody Maker dari Jakarta serta Sound Wave dan Lucifer di Bandung mulai tertarik memainkan soundtrack yang kemudian mereka ketahui menginduk pada musik yang telah sangat populer di Jepang: J-Pop. Sejak 1999 itu, puluhan band peng-usung J-Pop dan J-Rock tumbuh. Tak hanya di Jakarta dan Bandung, tapi juga menyebar ke Yogya.
Japanese Heroes, misalnya, ber-anggotakan sejumlah ma-hasiswa Uni-versitas Trisakti. Kelompok yang berdiri pada 1999 itu kerap membawakan soundtrack kartun Jepang seperti Voltus, Dora Emon, Shinchan, dan Power Ranger de-ngan aransemen sendiri.
Malik Mahaputra Soedjono, 23 tahun, pendiri Jetto,- mengatakan, Ja-panese Heroes adalah grup Indonesia per-tama yang mengusung J-Pop. Tapi band ini kemudian menghilang justru ketika band-band seperti Jetto bermunculan. Apa alasan Malik mendirikan Jetto? ”Saya ingin- ada band Jepang yang bagus di sini,” ujarnya kepada Tempo.
Sejak itu, band pengusung rock Jepang lazim main di pentas musik SMA atau kampus. Awalnya sulit diterima, karena bahasanya sulit dicerna. Tapi itu tak lama. Dua tahun terakhir, kata Malik, penggemar J-Rock justru membludak. ”Setiap pentas seni, paling tidak tampil dua band pengusung musik Jepang,” kata vokalis Jetto itu.
Para penggemar J-Rock berkumpul di sebuah mailing list bernama Dare Darou. Menurut Ria, 28 tahun, sang moderator milis yang berdiri sejak 2003 itu, anggota-nya kini sudah lebih dari seribu orang, keba-nyakan berasal dari tiga kota di Jawa itu. Mereka adalah para anggota band, fans, atau sekadar penggemar musik Jepang yang semuanya terikat pada ketertarikan pada kultur pop Jepang.
Baik Malik dan Pradipta Ariarto, penabuh drum Wasa-bi, band yang berdiri pada 2001, mengaku penggemar komik dan kartun Jepang. Di rumah, Adip, nama panggilan Pradipta, kartun Jepang ke-rap jadi oleh-oleh orang tua-nya yang mondar-mandir ke Jepang. Dia jadi suka musik Jepang karena bunyi-nya dinilai sangat variatif. Apalagi, penampilan band rock Jepang cu-kup menggugah dengan kostum dan tata rias mencolok. ”Jadi nikmat di telinga dan sekaligus di mata,” kata Adip.
Kurie Suditomo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo