Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Upacara Ngaben menjadi bagian dalam upacara Pitra Yajna. Ngaben berasal dari bahasa Bali dari asal kata api yang mendapat prefiks nasal “ng” dan sufiks “an” sehingga digabungkan menjadi ngapian. Lalu, kata tersebut mengalami sandi sehingga menjadi ngapen. Sebab, terjadi perubahan bunyi konsonan “p” menjadi “b” menurut hukum perubahan bunyi bahwa p, b, m, w (rumpun huruf bilabial) sehingga kata ngapen berubah menjadi ngaben.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengutip Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Agama Dan Budaya, Ngaben dapat diartikan sebagai menuju api. Menurut ajaran agama Hindu, api berarti lambang kekuatan Dewa Brahma sehingga Ngaben memiliki arti jalan menuju Brahma. Ngaben diadakan masyarakat Bali memiliki tujuan tujuan, yaitu untuk melepaskan atma dari unsur Panca Maha Butha dan mengantarkan sang atman menuju alam Brahman atau alam ketuhanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Upacara Ngaben dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sawa wadana, asti wadana, dan swasta. Perbedaan ketiga jenis ngaben tersebut terletak dalam pengawak (kayu cendana). Pertama, sawa wadana merupakan jenis Ngaben ketika ada mayat (sawa) orang yang baru meninggal sebagai pengawak.
Kedua, asti wadana adalah upacara Ngaben menggunakan tulang belulang orang yang sudah lama meninggal dan sudah lama dikuburkan. Tulang belulang tersebut diangkat dari kuburan dan tulang belulang yang tersisa itu dijadikan sebagai pengawak. Ketiga, swasta adalah upacara Ngaben yang tidak ditemukan jenazahnya, pangawak-nya menggunakan simbol dalam bentuk daun alang- alang.
Di sisi lain, berdasarkan lontar Sundarigama, Ngaben dapat dibedakan menjadi lima tingkatan atau disebut dengan Panca Wikrama. Lima jenis Ngaben dalam lontar ini dari paling utama sampai paling sederhana, yaitu sawa prateka, sawa wedana, pranawa, Ngaben swasta, dan Ngaben mitra yajna.
Dari penjelasan tersebut, Ngaben dapat diartikan sebagai upacara pembakaran jenazah yang disertai dengan sarana banten, dipimpin oleh yajamana (Pandita), dilaksanakan oleh manggala upacara (keturunan) yang akan di-aben, baik Ngaben dilaksanakan dengan ngwangun maupun mapranawa. Lantas, bagaimana cara melakukan tata cara pelaksanaan upacara Ngaben secara umum?
Secara umum, tata cara pelaksanaan upacara Ngaben melalui beberapa langkah. Merujuk siat.ung.ac.id, upacara Ngaben dilakukan diawali dengan dibersihkannya sawa (jenazah) terlebih dahulu. Barulah, dilanjutkan dengan Ngeringkes, seluruh sanak saudaranya, anak, dan cucu melakukan maktiang (sembahyang) pada jenazah. Lalu, jenazah di naikkan ke Bale Paga atau tempat pengusungan jenazah dan berjalan menuju setra (makam). Setelah sampai di setra mayat ditempatkan pada tempat yang telah disediakan dan dipercikan tirtha (daun alang-alang).
Setelah itu, melakukan Ngayaban Banten yang diletakkan di dada berupa daksina. Kemudian, mengadakan pembakaran jenazah. Langkah berikutnya, tulang yang telah dibakar, diambil dan dibersihkan, lalu disimpan pada kain putih.
Selanjutnya, tulang tersebut di uyeg atau dihancurkan dan dimasukkan ke dalam Nyuh Gading atau kelapa muda. Langkah terakhir dari rangkaian proses upacara Ngaben adalah Nganyut di laut atau disungai yang besar. Namun, tidak semua orang di Bali melakukan Ngaben lantaran mengingat biayanya yang tidak murah sehingga hanya dilakukan orang-orang tertentu saja.
Pilihan Editor: Suasana Khidmat dalam Upacara Ngaben Raja Pamecutan XI
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.