Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Mengenal Sejarah Nasi Kebuli

Senampan besar nasi kebuli tersajikan lengkap dengan lauk kambing dan ayam.

13 Desember 2018 | 09.21 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Resep Nasi Kebuli Kambing

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Saat mengembara di Afganistan beberapa tahun lalu, hiburan tiap hari saya adalah menyantap nasi kebuli. Namanya Kabuli Palaw, di sini menyebutnya nasi kebuli. Senampan besar kabuli palaw dengan lauk kambing atau ayam, selalu terhidang di atas tikar bisa meluruhkan segala kesusahan hari itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setiap hari, inilah makanan yang disajikan. Namun, herannya, saya tak pernah bosan memakannya. Mungkin karena ada banyak variasi yang membuat kita bisa merasakan rasa yang berbeda setiap kali menyantapnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kabuli berasal dari kata Kabul, ibukota Afganistan. Ini memang makanan khas Afganistan Utara. Di negara-negara Arab seperti Saudi, makanan ini dikenal sebagai Ruz Bukhari (Nasi Bukhari). Dinamai demikian karena semua orang Asia Tengah (negara-negara yang namanya diakhiri dengan “tan”) oleh orang Arab masa lalu disebut Bukhari, atau orang Bukhara. Meski, sebenarnya, Bukhara adanya di Uzbekistan. Mungkin karena orang Asia Tengah mirip-mirip, hingga disebut demikian.

Arminius Vambery, seorang pengelana dari Hungaria yang mempelajari bangsa Tartar (kelompok etnis Turki yang tersebar di Asia Tengah) menyebut masakan ini dalam bukunya, Sketches of Central Asia (1868) yang berisi catatan budaya dari negara-negara yang diceritakannya dalam buku Travels in Central Asia. Vambery dengan detail menceritakan apa itu Kabuli Palaw atau dia singkat menjadi Palau.

Dalam sejarah, ini adalah makanan para raja. Zahir-udin Muhammad Babur–pendiri dinasti Moghul–adalah salah satu penikmat Palaw. Penguasa yang mengalahkan Timur Lenk ini lahir di Uzbekistan pada 1483. Selain ahli perang, Babur adalah seorang sufi dan penyair. Salah satu bukunya yang terkenal adalah Baburama. “Early sections of his Baburnama really sound like a consumer guide to the fruit markets of Central Asia,” tulis Fabrizio Foschini, analis Afganistan pada 2011.

Dalam buku itu dia mengeluhkan kondisi kuliner di India yang tak sebaik di Asia Tengah. “Tak ada daging segar, anggur, melon, dan makanan yang enak di pasar,” tulisnya. Maklum, di Asia Tengah, termasuk di Afganistan, dia dimanjakan oleh makanan yang segar dan lezat.

Kabuli memang menuntut bahan makanan yang premium: beras basmati yang panjang (long grain), daging kambing muda yang mudah lepas dari tulang, kacang-kacangan kelas satu, dan kismis dari anggur terbaik.

Kabuli Pulaw adalah gabungan nikmat dari rasa masam dan manis. Rasa manis yang samar dan wortel goreng yang crunchy, kismis yang manis-asam menambah complexity dari nasi yang sedikit gurih dan daging yang juicy. Itu belum cukup karena ada kejutan dari tekstur buah badam (almond), pistachio, dan kacang mede.

Dan anehnya, meski Afganistan saat itu sedang berperang, semua bahan-bahan tersebut hadir di dalam nampan. Tidak terasa ada krisis dalam senampan Kabuli.Dan hiburan saya segera datang, menyantap nasi kebuli.

Tulisan ini sudah tayang di Almuslim

Qaris Tajudin

Qaris Tajudin

Wartawan Tempo. Sarjana hadis dari Universitas Al Azhar Kairo.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus