Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bagi masyarakat Sasak, keris merupakan pegangan yang selalu mengiringi kemana langkah mereka pergi dan meningkatkan kepercayaan diri. Benda pusaka itu menjadi pelengkap kehidupan. Setiap awal tahun Hijriah, keris-keris perlu penyucian agar selalu terpelihara, sehingga tidak mencelakai pemiliknya maupun mencelakai orang lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keris merupakan senjata tradisional yang dimiliki suku-suku di Nusantara. Pada 2005, keris resmi diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya takbenda. Pengakuan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bangsa-Bangsa itu membuat keris menjadi unik dan memiliki daya jual.
Budayawan Lombok Lalu Kusnawan menuturkan keris adalah salah satu alat dalam melaksanakan adat. Di seluruh Indonesia, meski keris punya bentuk yang beragam, saat seseorang memakai pakaian adat, maka keris pasti melekat.
Keunikan keris Lombok
Pemerhati keris Lalu Yopi Dian Sastra mengakui literatur tentang keris Lombok yang ada saat ini masih sangat terbatas dan bukti-bukti juga masih sangat tertutup.
Keris Lombok punya ciri serupa dengan keris dari Bali. Kemiripan itu terbentuk melalui jalur akulturasi budaya Kerajaan Klungkung yang masuk Lombok setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit pada abad ke-15.
Museum Negeri Nusa Tenggara Barat menyimpan 200-an koleksi keris yang dapat melengkapi perjalanan wisata budaya di Pulau Lombok.
Sebilah keris tidak hanya berfungsi sebagai senjata perang, melainkan juga sebagai lambang kekuasaan, perlengkapan upacara adat, sarana spiritual, perhiasan, hingga cinderamata bagi para pelancong. Ketika ajang kejuaraan balap MotoGP Mandalika 2023, salah satu hadiah yang diberikan kepada para pemenang berupa keris hasil tempaan perajin lokal Pulau Lombok.
Selain sebagai suvenir, keris juga menjadi atraksi wisata yang menarik di Lombok. Pertengahan bulan lalu, sebuah ritual memandikan keris yang disebut dengan bisoq keris dilangsungkan di Desa Kebun Ayu, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Tradisi yang awalnya tertutup ini kini dibuka untuk publik agar tidak ada lagi kesan eksklusif.