Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bukan hanya di Jawa, tradisi membasuh atau mencuci keris dan senjata lainnya di awal tahun baru Hijriah juga ada di Lombok. Masyarakat suku Sasak menyebut ritual itu sebagai bisoq keris.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ritual itu dilakukan pada awal Muharram lalu, 15 Juli 2024. Puluhan pria berpakaian adat yang berbalut kain tenun dengan keris menempel di pinggang berkumpul di bale-bale yang diapit perbukitan batu di Desa Kebun Ayu, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat untuk melaksanakannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ritual bisoq keris dimulai selepas Isya dan berlangsung hingga dini hari. Sesepuh dan para tokoh adat memimpin upacara pemandian keris dan benda-benda pusaka lain, seperti tombak dan pedang.
Ragam peralatan yang dipakai dalam prosesi itu ada tempayan, air, jeruk nipis, bunga, minyak cendana, dan darah ayam. Fungsi darah ayam untuk memberikan tuah kepada keris dan senjata pusaka yang diwariskan turun-temurun agar kemuliaan semakin kuat.
Falsafah Bisoq Keris
Bagi Suku Sasak, tradisi bisoq keris tidak sekadar membersihkan keris, tetapi juga membersihkan hati dan pikiran para pemilik keris dari berbagai rasa dan keinginan buruk yang tumbuh.
Lantunan doa, mantra, dan tembang berbahasa Sasak mengiringi ritual bisoq keris. Malam gelap, dingin, dan kepulan asap tembakau kian menambah aura magis dalam prosesi adat itu.
Bisoq keris adalah warisan penganut agama Kapitayan yang estafet kepada Hindu, Buddha, dan Islam di wilayah Nusantara. Ritual itu ada di seluruh Indonesia dengan penamaan berbeda, seperti di Yogyakarta yang disebut jamas.
Bagaimana asal-usul dan sejarah bisoq keris bisa tumbuh dan berkembang di Pulau Lombok, belum ada dokumentasi tertulis sebagai rujukan. Informasi yang menyebar sejauh ini cenderung lisan dan klaim.
Pemerhati keris Lalu Yopi Dian Sastra mengakui literatur tentang keris Lombok yang ada saat ini masih sangat terbatas dan bukti-bukti juga masih sangat tertutup.
Awal Mula Tradisi
Bisoq keris menyatukan berbagai etnis, agama, dan sekaligus memperkuat identitas di tengah kemajemukan yang menghuni Pulau Lombok. Konsistensi dan komitmen menjadi dasar dalam setiap laku ritual. Dosa yang mungkin ada tahun lalu dibersihkan untuk setahun ke depan. Aroma parafin yang menyala menyambut temaram ruang perjamuan.
Menurut Ketua Majelis Adat Sasak Lalu Sajim Sastrawan, bisoq keris awalnya diadakan secara tertutup dengan grup kecil. Namun, kali ini ritual itu dibuka ke publik agar tidak ada lagi kesan eksklusif.
Majelis Adat Sasak melibatkan tetua adat maupun tuan guru yang dipercayakan setiap tahun melakukan bisoq keris, lalu dibantu oleh kiai dan tokoh adat. Keris-keris yang menempel di pinggang dilucuti dan dimandikan satu per satu dengan rangkaian ritual yang panjang.
Karat meluruh dari badan keris, warna hitam besi semakin pekat, dan pamor yang meliuk-liuk semakin memutih. Setiap pusaka bukan sekadar senjata untuk melindungi diri dari serangan pihak lain, melainkan juga mengandung ajaran moral dan falsafah yang coba dirawat dengan ritual bisoq keris.
Pemerintah Lombok Barat menilai ritual bisoq keris potensial untuk menjadi objek wisata budaya. Lombok Barat terkenal sebagai salah produsen keris di provinsi berjulukan "Negeri 1.000 Masjid" tersebut. Penduduk Desa Dasan Geria di Lombok Barat mewarisi secara turun temurun kemampuan menempa bilah keris hingga kini.