Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Menunggu Kebangkitan Kota Tua Donggala dari Reruntuhan Bencana

Gempa dan tsunami memporak-porandakan kawasan kota tua Donggala yang penuh dengan bangunan peninggalan Belanda ini.

8 Oktober 2018 | 11.57 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Beberapa warga korban gempa mendirikan balok kayu untuk membangun masjid sementara di posko penampungan di Desa Lende Tovea, Donggala, Sulawesi Tengah, Sabtu, 6 Oktober 2018. Para korban gempa membangun tempat penampungan dan masjid sementara dari puing-puing bangunan yang hancur terkena dampak gempa dan tsunami pada 28 September lalu. REUTERS/Beawiharta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Mamuju - Kawasan kota tua Donggala berduka. Pusat perniagaan yang terletak di Kelurahan Boya dan Kelurahan Tanjung Batu, Kecamatan Banawa, ini adalah ikon Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Gempa yang disusul tsunami pada Jum’at, 28/9, lalu membuat kawasan ini porak-poranda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kota yang dulunya disebut sebagai Kota Pelabuhan ini pernah diusulkan menjadi kawasan wisata kuliner di Donggala. Tetapi usulan itu kini dipendam dulu. Karena yang penting saat ini adalah menyusun langkah agar kawasan bersejarah ini segera berdenyut kembali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Antara yang menyambangi kawasan ini, Ahad, 7 Oktober, mendapati warga setempat tengah mencari sisa barang dan harta benda diantara reruntuhan yang masih bisa diselamatkan. "Sebelum gempa dan tsunami menerjang, tempat ini sangat ramai. Sebab ada gudang, ruko, dan pelabuhan. Namun sekarang bapak-bapak lihat sendiri, bagaimana ganasnya gempa dan tsunami merobek-robek bangunan hanya dalam beberapa menit saja," ujar Ashar, Warga RT 3, Kelurahan Boya, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala.

Sebagai pusat perdagangan, tempat ini memang memiliki sejarah panjang. Kota tua Donggala pernah menjadi pusat pemerintahan kolonial Belanda pada awal abad 20. Saat itu, setelah Belanda menguasai Sulawesi Tengah pada 1905, Gubernur Jenderal W. Rooseboom di Batavia menetapkan perubahan pembagian administrasi di pulau Sulawesi.

Tak heran di Donggala masih banyak bangunan dengan arsitektur kolonial. Pelabuhan Donggala yang dulunya merupakan pelabuhan niaga dan penumpang, juga mewariskan banyak bangunan tua.

Sebagai pelabuhan, Donggala telah disebut dalam buku Tenggelamnya Kapal Van der Wijck karya Buya Hamka. Juga termkatub dalam Tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer. Di sana disebutkan, Donggala adalah tempat singgah para pelaut Nusantara dan mancanegara.

Gempa dan tsunami yang mengguncang Kabupaten Donggala, Kota Palu dan Sigi, tentu masih menyisakan duka dan menorehkan kenangan pahit. Maklum, hampir seluruh infrastruktur terlah terkoyak di Kabupaten Donggala, walaupun tidak separah dibandingkan Kota Palu.

Tetapi pelahan keadaan sudah mulai membaik. Senyum mulai tersungging dari wajah anak-anak yang sementara berdiam di tenda-tenda pengungsian. Senyum yang akan menguatkan orang tua dan kerabat mereka.

Donggala, Palu, dan Sigi kembali akan bangkit.

ANTARA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus