Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Museum Batik Danar Hadi dinilai telah memperkuat Solo sebagai kota batik. Museum ini milik toko batik terbesar di Kota Solo, Danar Hadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Museum Batik Danar Hadi yang kami miliki adalah tempat wisata yang layak dikunjungi," kata General Direktur PT Batik Danar Hadi Diana Santosa di Solo, Jumat, 8 Desember 2017. Untuk memperkenalkan batik khas Solo, pihaknya juga mendirikan House of Danar Hadi yang letaknya satu kawasan dengan museum.
Hari ini, Sabtu, 9 Desember 2017, Danar Hadi akan memperingati ulang tahunnya ke-50. Perayaan itu rencananya dihadiri Presiden Joko Widodo. "Pada peringatan itu, juga akan ditampilkan tarian Bedhaya Tumaruntun yang menceritakan tentang perjalanan Batik Danar Hadi," ucap Diana.
Museum Batik Danar Hadi berada di dalam kompleks yang dikenal dengan nama nDalem Wuryaningratan. Jumlah koleksi di museum itu sekitar 15 ribu kain. Museum ini dibuka pada 2002 dan diresmikan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputeri. Selain terdapat museum, di nDalem Wuryaningratan ada produksi batik tulis dan restoran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kain batik yang dipajang di museum tersebut amat beragam. Wastra tersebut berasal dari periode dan pengaruh kultur serta lingkungan yang berbeda-beda. Salah satu koleksi terpentingnya adalah batik Belanda, yaitu batik yang dipengaruhi budaya Eropa. Batik tersebut dibuat orang-orang Belanda yang menetap di Indonesia pada zaman kolonial.
Usaha batik Danar Hadi didirikan Santosa Doellah, 76 tahun, pada 1967. Saat itu, Santosa Doellah berusia 26 tahun. Ia memulai usahanya dengan 20 pembatik.
Nama Danar Hadi diambil dari nama sang istri, Danarsih Hadipriyono. Dia mengambil dua suku kata pertama nama istrinya dan nama depan bapak mertuanya. Maka, jadilah Batik Danar Hadi sebagai merek batik produksi Santosa.
Dalam sebuah wawancara dengan Ukky Primartantyo dari Tempo beberapa tahun lalu, Santosa menuturkan dia tidak hanya menjadikan batik sebagai komoditas perdagangan, “Tapi juga mendalami ilmu dan filosofinya.”
Menurut Santosa, batik berasal dari kata amba (menulis) dan titik. Itu mengilhaminya untuk terus menulis batik hingga titik terakhir hidupnya. "Saya tidak pernah merasa tua," ujarnya saat itu.
Santosa mengaku telah menciptakan ribuan motif batik. Ia juga telah melahirkan dua buku tentang batik: Pengaruh Zaman dan Glory of Batik.
Berita lain:
Mengenal Tiga Tempat Suci di Yerusalem
Nafal Quryanto dan 9 Fakta Mengenai Kegiatan Traveler Sepeda
Menyantap Kuliner Warisan Peranakan di Little Hong Kong di Indonesia
Libur Akhir Tahun ke Bengkulu, Jangan Lupa 5 Oleh-oleh Khas Ini
Yuk, Memborong Wastra di Pekalongan Batik Night Market