Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hiburan

Musim Ulat Pohon Jati di Gunungkidul Yogyakarta, Ini Imbauan bagi Wisatawan

Ulat-ulat pohon jati di Gunungkidul, Yogyakarta, merupakan fenomena musiman dan biasanya tidak berbahaya

21 November 2024 | 10.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Beberapa waktu belakangan media sosial ramai dengan unggahan musim ulat pohon jati di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Gunungkidul selain merupakan surga destinasi wisata alam di Yogyakarta, juga merupakan satu daerah yang dikenal memiliki lahan hutan pohon jati terluas dibanding kabupaten lain di provinsi ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Memasuki bulan November yang diwarnai hujan di hampir seluruh wilayah Yogyakarta, fenomena ulat pohon jati ini muncul. Tak jarang ulat-ulat yang oleh warga lokal disebut ungkrung itu berjatuhan dari pepohonan tepi jalan dan menempel atau mengenai kendaraan atau pengendara. Sejumlah pengendara tampak membawa ranting kayu untuk menghalau ulat-ulat itu jika melewati jalanan yang kiri kanannya pohon jati.

Fenomena Musiman

Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Dinas Pariwisata Gunungkidul Yogyakarta Supriyanta mengimbau wisatawan yang ke Gunungkidul dan rutenya melewati hutan jati agar tetap tenang. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ulat-ulat ini merupakan fenomena musiman dan biasanya tidak berbahaya," kata Supriyanta, Rabu, 20 November 2024.

Namun, kata Supriyanta, demi keamanan dan kenyamanan, pihaknya mengimbau wisatawan tetap menghindari kontak langsung dengan ulat tertentu yang berpotensi menyebabkan iritasi kulit atau alergi.

"Sebisa mungkin (untuk pengendara sepeda motor) menggunakan pakaian yang menutupi seluruh tubuh saat mengunjungi area wisata alam," kata dia.

Pakaian yang menutupi tubuh seperti lengan panjang, celana panjang, dan sepatu tertutup, untuk mengurangi risiko kontak dengan ulat.

"Jangan menyentuh ulat atau daun yang tampak ada ulatnya. Jika menemukan ulat, biarkan mereka tetap di habitatnya," kata dia.

Selain itu, ujar Supriyanta, bagi wisatawan yang memiliki kulit sensitif atau alergi, disarankan membawa salep antialergi atau antihistamin sebagai langkah berjaga-jaga.

"Ikuti panduan petugas wisata setempat yang akan memberikan panduan dan informasi terkini terkait kondisi di area wisata untuk keamanan dan kenyamanan bersama," kata dia.

Diburu untuk Dijual 

Oleh warga setempat sendiri ulat pohon jati justru banyak diburu karena harganya tinggi dan biasa digunakan untuk makanan lauk yang rasanya lezat gurih seperti belalang.

Warga Wonosari Gunungkidul, Yuwana, 35 mengatakan, dalam beberapa hari terakhir ini ia dan sejumlah tetangganya mencari ulat dan kepompong dari pohon jati atau pohon trembesi ini.

"Harganya kalau yang ulat jati per kilogram bisa sampai Rp100 ribu, biasanya nanti dicuci bersih lalu dimasak dengan cara digoreng atau bacem," kata dia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus