Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejumlah pelaku usaha kedai kopi pinggir jalan alias street coffee terancam sanksi denda akibat nekat berjualan di kawasan heritage Kotabaru Yogyakarta. Para pedagang ini dinilai menimbulkan kesemrawutan di kawasan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini terjadi setelah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol) PP bersama Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta menggelar sejumlah operasi penertiban. Empat pedagang yang kedapatan nekat berjualan terpaksa dijerat pasal tindak pidana ringan atau tipiring sesuai peraturan daerah yang berlaku. Perkaranya mulai disidang pada 26 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Para pedagang itu telah menerima dua kali surat teguran dari pihak kecamatan sebelum penertiban, saat operasi penertiban digelar mereka tetap berjualan," kata Kepala Satpol PP Kota Yogyakarta Octo Noor Arafat, Senin, 24 Februari 2025.
Kasus ini bermula ketika beberapa waktu terakhir, jalanan area Kotabaru, terutama sekitaran Gereja Kotabaru, Masjid Syuhadha, hingga Museum Sandi serta Jalan I Dewa Nyoman Oka, bermunculan kedai kopi pinggir jalan alias street coffee. Antusiasme warga menyambangi kawasan itu sebagai spot nongkrong memicu parkir liar hingga ke badan jalan.
Denda Maksimal Rp 50 Juta
Octo mengatakan, sesuai ketentuan berlaku yakni Perda nomor 7 tahun 2024 tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum, denda maksimal yang tertera yakni maksimal Rp 50 juta.
Padahal, ujar Octo, para pedagang itu sebelummya sudah sepakat membuat surat pernyataan tidak berjualan. Namun hal itu tetap dilakukan sehingga operasi penertiban digelar.
"Kami tidak bisa terus menerus memberikan surat pernyataan, sehingga ditindaklanjuti dengan sanksi yustisi terhadap pelanggarannya," kata Octo. "Untuk besaran denda yang memutuskan persidangan nanti, hanya saja sesuai Perda, denda itu maksimal 50 juta."
Menjaga Ruang Publik Kotabaru
Wakil Wali Kota Yogyakarta Wawan Harmawan menjelaskan, penertiban pedagang di kawasan Kotabaru yang merupakan area cagar budaya itu ditempuh agar kawasan tersebut tidak semrawut dan ruang publiknya terjaga.
"Prinsip penertiban itu untuk penataan, agar tata kelolanya baik," kata dia.
Pemerintah Kota Yogyakarta belakangan gencar menyiapkan Kotabaru sebagai destinasi wisata baru berbasis budaya, karena banyak bangunan cagar budaya di area yang lokasinya di timur Malioboro itu.
Pengembangan Kotabaru sebagai destinasi wisata alternatif Yogyakarta, guna mengurangi kepadatan wisata di Malioboro dan memperkenalkan potensi unik kawasan tersebut.