Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Liburan sekolah telah usai. Selama kurang lebih dua pekan terakhir, Yogyakarta padat kunjungan wisatawan. Sejumlah ruas jalan di perkotaan tampak penuh sesak kendaraan berpelat nomor luar daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama liburan ini, tak hanya destinasi wisata saja yang ramai kunjungan wisatawan. Para produsen bakpia, oleh-oleh khas Yogyakarta, juga kebanjiran pesanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arya Ariyanto, pemilik rumah produksi Bakpia Jogja Kembali atau JogKem yang berada di kawasan Mantrijeron Yogyakarta, mengatakan bahwa selama peak season seperti liburan ini, sehari mereka bisa menjual 5.000 bahkan 10.000 dus bakpia.
Arya menuturkan, rumah produksinya yang berada di salah satu ruas Jalan Parangtritis itu menyasar rombongan wisatawan yang menggunakan bus. Dalam sehari di masa liburan panjang, lebih dari 50 bus wisatawan bisa transit ke rumah produksinya untuk berbelanja.
"Kami membangun jejaring dengan travel agent-travel agent, dan merekomendasikan bakpia dengan kualitas yang bagus, bisa dicicipi dan dilihat langsung produksinya," kata dia, Ahad, 14 Juli 2024.
Modifikasi Resep Bakpia
Arya mengatakan, tak ada resep khusus untuk membuat bakpianya. Ia hanya memodifikasi agar rasanya tidak terlalu manis. Ternyata wisatawan luar Yogyakarta suka dan produknya pun diserbu.
"Kalau pilihan rasa sebenarnya tidak terlalu beda dengan rumah produksi lain, ada rasa original, kacang hijau, kumbu hitam, coklat, keju, cappuccino, green tea, tiramisu, susu, hingga buah," kata Arya yang menjual per dus bakpianya mulai Rp 35 ribu itu.
Untuk menjaga kualitas bakpianya, Arya mengakui cukup ketat menjaga prosesnya. Agar saat digigit bakpia itu terasa empuk namun tetap padat, olahan kacang hijau setelah direbus tidak langsung digiling melainkan terlebih dulu dikukus.
Open Kitchen
Selain itu, menurutnya yang membuat wisatawan menyukai berbelanja digerainya, karena menerapkan sistem open kitchen. Ini membuat pelanggan bisa melihat langsung dapur proses pembuatan bakpia itu termasuk bahan bahan yang dipakai. Dia mengklaim bakpianya tanpa pewarna dan tanpa pengawet.
"Kami mulai produksi jam 06.00 dan bisa sampai jam 19.00 WIB, wisatawan bisa melihat proses pembuatannya di open kitchen itu," kata Arya yang juga menyebar produknya di titik pusat oleh-oleh seperti jalan Ireda, Gedongkuning, Alun-Alun Kidul serta Mangkuyudan itu.
Bahkan tak hanya melihat proses pembuatannya. Para wisatawan yang berminat bisa turut membuat sendiri bakpia dari tangan mereka, semacam kursus singkat. Bakpia hasil buatan tangan wisatawan itu diperbolehkan dibawa pulang sebagai oleh-oleh.
Arya menuturkan, meski bakpia menjadi oleh-oleh khas Yogyakarta yang sangat digemari, ia berharap ke depan bisa mengembangkan pasar ke mancanegara. Namun untuk ekspor ini masih terdapat kendala.
"Bakpia ini kan tidak bisa bertahan lama karena tanpa pengawet, ekspor hanya bisa terbatas di negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand," ungkapnya.
Pilihan Editor: 15 Oleh-oleh Khas Yogyakarta, Mulai dari Makanan hingga Kaos