BETAPAPUN sulitnya tahun 1975 dengan segala persoalan ekonomi
dan perkelahian antar manusia, toh malam tahun baru kemarin
orang masih berusaha juga untuk gembira. Di Jakarta petasan
tidak lagi terlalu menakutkan seperti tahun-tahun yang lalu,
lantaran adanya pengarahan yang oleh semua orang kemudian
memang diakui manfaatnya. Kembang api sempat pula diluncurkan.
Karcis-karcis tempat hiburan malam yang harganya istimewa laku
dengan keras. Tapi sayang sekali, tahun pengganti yang diharap
akan lebih baik dari tahun lama datang dengan basah kuyup. Bagai
sarat oleh rasa kangen, hujan berjatuhan mengusir orang-orang
yang semula ramai membawa terompet ke taman-taman hiburan
seperti Ancol. Sampai pagi jalan masih terus basal, dan hari
pertama tahun baru matahari seharian diblokir oleh mendung yang
rata. Kemudian hari-hari meratap berkelanjutan, sehingga kali
Ciliwung membunting besar dan menimbulkan banjir.
Hidup Untuk Perut
Ada sebuah pesawat Boeing 707 jatuh di gurun Arabia pada hari
pertama. Tentu saja tak mengerti apa yang akan terjadi, di Hotel
Borobudur di mana dijual karcis bersantai seharga Rp 30 ribu,
justru dilangsungkan malam yang ke-Arab-Araban. Bahkan tak
ragu-ragu dipasang sebuah tenda yang biasanya hanya dijumpai
kalau orang nonton film 1001 malam. Disediakan pula seorang
wanita cantik yang nongkrong dengan ramahnya di pintu masuk
ruang Flores yang bersedia meramalkan nasib -- yang baik-baik
tentu saja. Puncak dari segala kepadang-pasiran itu, hadir pula
dari tempat aslinya seorang bernama Neng Shiva. Si neneng ini
hidupnya diserahkan kepada perut. Meski malam itu mukanya tidak
seberapa cerah, karena para tamu lebih sibuk menghibur diri
sendiri daripada mengagumi tari perutnya, toh ia merupakan
suguhan istimewa juga karena ia menari dengan penuh semangat.
Tak banyak kita ketahui tentang tari perut -- kecuali
cerita-cerita mengairahkan yang terbias dari film-film
Hollywood yang seringkali ngawur itu. Konon tari perut yang
sebenarnya bukan semata-mata untuk merangsang birahi tetapi
sebuah seni yang tak kecil harganya. Hal ini mungkin dapat
dilihat sedikit lewat film James Bond: From Russia With Love,
di mana ada tari perut yang memang aduhai indahnya. Atau dari
mulut beberapa kenalan kita yang ke Timur Tengah -- di mana
banyak mahasiswi mempelajari tari perut untuk kesehatan jasmani
-- justru mahasiswi yang anti mesum dan getol dalam gerakan
wanita. Miss Shiva memang bukan contoh terbaik untuk menempatkan
tari perut pada kursinya yang asli. Tetapi ia sudah sempat
membuktikan betapa berbedanya ia dengan para penari strip, yang
seringkali asal membangkitkan birahi para tamu. Maka
bergoyanglah dadanya, perutnya, pinggulnya, seakan-akan ada
kehidupan yang sebelumnya tak terucapkan pada bagian-bagian
tubuh itu. Akan terdiamnya para tamu, ternyata pula kemudian
lantaran mereka sibuk membuat huruf O besar dengan mulutnya
alias terpaku oleh pesona. Sampai-sampai Shiva sendiri yang
memberi komando agar mereka bertepuk sedikit -- tidak hanya
melongo.
Penari Lelaki
"Baru goyangan begitu saja mereka sudah bengong", ujar Shiva.
Padahal dari belakang pintu hotel pihak dalam menyatakan bahwa
penari ini baru 25%, mendemonstrasikan kejotoannya. "Wah
biasanya jauh lebih hebat dari ini", kata mereka. Dibenarkan
oleh Shiva yang dengan cemoohnya mengatakan bahwa apa yang dia
tampilkan baru sekedar "pemanasan badan", katanya. "Sebenarnya
sih kontraknya tidak begitu. Tapi di sini ada sensor mas", kata
orang dalam lagi. Ini sebetulnya 'kan meringankan. Tetapi penari
kenamaan dari Teheran ini merasa kurang puas bagai seorang
seniman sejati yang merasa kebebasannya terjegal. "Saya heran
kenapa mesti disensor", bisiknya pada TEMPO. Menurut hematnya,
tari perut mempunyai perbedaan sasaran dengan tari semacam strip
yang tak lain tak bukan sekedar merangsang kelenjar. "Memang,
memang juga tari perut gerakannya cukup merangsang", katanya
membela. "Tetapi inti sebenarnya dari tari ini bukan itu". Habis
apa?
"Begini", ucap Shiva mulai bikin dongen. Ia menceritakan bahwa
untuk menjadi seorang penari perut, tidak cukup sehari dua hari
belajar. Misalnya saja -- dapat dibayangkan betapa sulitnya --
ada pelajaran menggerakkan dada supaya ada kehidupan baru pada
bagian tubuh itu. Sehingga mahkota tubuh tersebut bisa bergerak
turun naik. "Seperti kepala yang mengangguk", kata Shiva. Puncak
kesulitan kemudian terletak pada pelajaran menggerakkan perut.
"Karena untuk memenuhi persyaratan minimal sebagai penari perut
yang baik, perut harus bisa bergerak seperti sebuah gelombang
air", sambung Shiva. Toh masih banyak lagi otot-otot yang harus
dilatih dan dikuasai rahasia-rahasianya. Pada akhirnya seorang
penari macam ini memang seorang yang benar-benar dapat
memerintah seluruh ototnya, sehingga tubuhnya tidak lagi menjadi
beban tetapi sarana yang bisa digerakkannya semau gue dengan
indah. "Kalau anda perhatikan, maka paha dan tumit juga punya
kemungkinan gerakan yang tak kalah indahnya dengan perut", kata
Shiva. Ia ingin menerangkan bahwa segala bagian tubuh memiliki
kemungkinan untuk membuat keindahan yang perlu dikembangkan.
Kita tentunya tidak akan menulis buku tentang tari perut di
sini. Tetapi menurut Shiva, bila untuk seorang penari strip
syarat kemolekan dan keberanian dianggap paling penting, dalam
tari perut persoalannya lain. "Tidak selalu penari-penari kami
cantik", katanya "Karena faktor kesempurnaan tubuh dan gerakan
ototlah yang lebih penting. Karena itu sebenarnya laki-lakipun,
kalau mau bisa menjadi penari perut, karena tentu akan ada
gerakan ototnya yang menarik". Di sini baru jelas soalnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini