Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Punya pengalaman saat Hari Valentine? Saya akan membagi kisah saya, tujuh tahun lalu bertepatan saat seluruh dunia merayakan Valentine Day atau Hari Kasih Sayang. Gak semua melulu soal bagaimana meluapkan perasaan sayang kepada pasangan kita, tapi juga kepada teman dan orang-orang di sekitar saya. Dan terpenting, bagaimana kita bersikap toleransi. Ya kan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pagi buta di Selasa, 14 Februari 2012, saya bangun lebih pagi karena ada hal yang sangat penting. Apa? Apel pagi asrama! Saya mahasiswa IPB tingkat 1 yang artinya masih wajib asrama selama 2 semester awal. Apel pagi emang gak penting-penting amat menurut saya, tapi saya harus ikut apel ini karena sudah sering bolos apel pagi. Dan terancam dapet Surat Peringatan Hehe.. (jangan dicontoh)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Oke saya emang sering bolos, dan oke apel itu diabsen untuk penilaian IP asrama. Dan (lagi) kabarnya asrama masuk SKS.
Tapi saya gak setuju dengan itu, asrama masuk SKS tapi penilaiannya belum jelas apa. Kalau cuma dari absen aja, akan ada kecurangan seperti titip absen. Ada banyak hal yang lebih penting dari sekedar absensi/atendensi acara asrama. Yaitu proses, saat-saat kita beradaptasi, bersosialisasi dengan teman asrama, tenggang rasa, toleransi, saling bantu, peka dan lain-lain. Contoh: angkatin jemuran teman yang kehujanan waktu ditinggal kuliah ; belajar bareng ; rawat teman yang sakit ; dan banyak lah. Hal-hal tadi lebih penting dari sekedar baris di lapangan pagi-pagi cuma buat dengerin pengumuman yang biasa-biasa aja atau pembina apel yang gitu deh, menyanyikan lagu mars asrama dengan fals, berebut isi absen.
***
Pagi itu saya gak ingat, sama sekali gak ingat kalau hari itu adalah tanggal 14 Februari 2012, gak ingat kalau hari itu Hari Valentine. Soalnya saya suka ketukar antara tanggal 12 atau 14 atau 16 Februari, ah ga peduli)
Loh, anehnya pagi itu saya malah jadi sadar kalau itu adalah Hari Valentine gara-gara isi amanat dari si pembina apel. Di depan peserta apel dia mengimbau agar kita menjauhi perayaan Valentine. Oke, sebagai muslim gue anggap benar, tapi apa semua peserta apel itu muslim? Sesuaikah tempat, objek, dan waktunya? Opini anda?
***
Saya salut dengan Hari Menutup Aurat Internasional yang saat itu digelar di Hari Valentine. Saya melihat ini sebagai upaya untuk memotivasi umat muslim menjadi muslim yang benar-benar muslim. (yah begitulah, saya bukan ahli agama).
Inget kasus “Miyabi ke Indonesia”? ada ormas yang menolak dengan keras kedatangannya, dan pasti kejadian itu diekspose media. Nah, semakin ditentang semakin diekspose oleh media, dan tentu semakin banyak yang tahu (atau yang gak tahu jadi mencari tahu) tentang si Miyabi. Yah itu, semakin dibakar semakin besar, semakin besar semakin tersebar, semakin tersebar semakin banyak yang terbakar.
Begitu juga dengan Valentine, kalau memang haram yah tinggalkan. Tapi hargai juga yang merasa Hari Valentine tidak haram dan merasa harus merayakan. Toh merayakan sebagai pengingat kasih sayang kepada pasangan atau teman, demi menghindari permusuhan. Dan, harus diingat pula, ada juga lho yang bisa mendapatkan keuntungan ekonomi dari peringatan Hari Valentine. Penjual cokelat, bunga, itu juga mengharap rezeki di Hari Valentine.
Intinya sih, silakan yang beranggapan Hari Valentine haram, tinggalkan. Tapi hormati juga yang merasa perlu merayakan Hari Valentine.
Tulisan ini sudah tayang di Fadhlisofyan