Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Putri Duyung Jeju, Pemburu Seafood Andal

Para perempuan paruh baya Pulau Jeju memang tangguh. Mereka membalik struktur masyarakat, dijuluki putri duyung karena kemampuannya menyelam.

31 Oktober 2019 | 16.08 WIB

Patung untuk menghormati Haenyeo, penyelam untukmencari nafkah bagi keluarga. Foto: Jennymlee/Atlas Obscura
Perbesar
Patung untuk menghormati Haenyeo, penyelam untukmencari nafkah bagi keluarga. Foto: Jennymlee/Atlas Obscura

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Korea Selatan umumnya bersistem sosial patriarki – menempatkan lelaki sebagai pemegang kekuasaan. Namun di beberapa desa nelayan kecil di lepas pantai selatan, dominasi lelaki runtuh. Berkat adanya "Haenyeo" dalam keluarga mereka. Mereka adalah para wanita yang dihormati karena kemampuan dan ketangguhannya menyelam untuk mencari nafkah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komunitas wanita berjuluk putri duyung Jeju itu, tinggal di sekitar Pulau Jeju. Namun komunitas Haenyeo ini juga menyebar di beberapa kepulauan yang lebih kecil di sekitar Jeju. Mereka menggantikan para laki-laki sebagai penyuplai seafood segar yang diburu dengan cara menyelam. Praktik ini mulai muncul, diduga karena penerapan pajak penghasilan bagi kaum pria pekerja. Sementara ibu rumah tangga yang berpenghasilan tak diburu pajak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pasalnya pada satu titik, laki-laki akan dikenakan pajak tinggi bahkan pada tangkapan ikan mereka yang sedikit. Sebaliknya, para perempuan tidak dikenakan pajak sama sekali. Oleh karena itu, keluarga mulai meminta perempuan untuk menangkap ikan, mengangkut tangkapan kerang, gurita, rumput laut, dan abalon.

Mereka adalah "Haenyeo", para wanita yang dihormati karena kemampuan dan ketangguhannya menyelam untuk mencari nafkah. Foto: Jason Demant/Flickr.com

Ketika tren berlanjut, keluarga di pulau-pulau seperti Jeju mempraktikkan hal tersebut. Para wanita bekerja dengan menyelam di Laut Cina Timur yang dingin. Tradisi ini telah bertahan selama ratusan tahun, tetapi sekarang Haenyeo hamper menghilang. Pasalnya, para wanita muda lebih memilih kehidupan di kota-kota daratan yang lebih besar.

Saat ini populasi utama yang disebut putri duyung Jeju, adalah wanita lanjut usia di atas 50 tahun. Mereka masih keluar dan menyelam sedalam 60 kaki atau 18 m (tanpa alat bantu pernapasan) untuk mengumpulkan tangkapan laut sebagai pendapatan utama keluarga mereka.

Ada sebuah museum Haenyeo di Jeju-si, dan sejumlah patung dan karya seni di pulau itu dikhususkan untuk matriark para putri duyung itu. Meski jumlah penyelam wanita ini kian menyusut, namun zaman akan mengenang para wanita yang memiliki kontribusi ekonomi pada keluarga dan desanya itu. 

Patung untuk menghormari Haenyeo di sebuah teluk di sebelah gunung berapi Seongsan Ilchulbong. Foto: Sukpong/Flickr.com

Para Haenyeo itu, memiliki tempat mangkal, di sebuah teluk di sebelah gunung berapi Seongsan Ilchulbong. Sekitar Juni dan Oktober, Beophwan Jomnyeo Village Haenyeo School mengadakan tur beraktivitas dengan para putri duyung itu. Untuk mengecek jadwal mereka, Anda bisa bersurat ke [email protected] terlebih dahulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus