Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seleb

Rancangan Kreatif Desainer Muda

Peragaan busana dari sekolah mode Esmod ini menitikberatkan pada sustainable fashion.

4 Agustus 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Peragaan busana dari sekolah mode Esmod ini menitikberatkan pada sustainable fashion.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada pemandangan tak biasa di Museum Bank Mandiri, Kota Tua, Jakarta, Rabu lalu. Para model berlenggok di atas catwalk memperagakan rancangan busana karya alumnus dan siswa Esmod. Malam itu, sekolah mode tersebut mengadakan peragaan busana bertajuk "Fashion Art Vibes (FAV) #2" untuk merayakan kelulusan siswanya. Temanya "When Rookie Meet Expert".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Busana rancangan dari tiga "expert", seperti Youngwoong dari Bertha Puspita, Monday to Sunday dari Dita Addlecoat, dan Jizeeru dari Gisela Febrina Juwono, turut memeriahkan perayaan tersebut. Mereka bertemu dengan 140 busana karya 46 perancang muda Class of 2018 Esmod Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Headmaster ESMOD Jakarta, Patrice Desille, menuturkan ada lima kategori busana yang ditampilkan oleh lulusannya, yaitu kidswear, lingerie, menswear, new couture, dan women ready to wear collections. Patrice mengatakan ia tidak mendikte busana para lulusan mereka. Esmod hanya mengarahkan sesuai dengan kepribadian, minat, dan rujukan gaya mereka.

Namun, untuk peragaan busana kali ini, Esmod menitikberatkan pada konsep sustainability, menggunakan material kreatif, seperti plastik dengan teknik printing laser sehingga meminimalkan penggunaan air. "Untuk gaya umumnya mereka mengangkat gaya streetwear dan sporty karena memang trennya bergerak ke arah sana," ujar Patrice.

Dari lima kategori rancangan busana tersebut, kata Patrice, beberapa perancang menggunakan bahan plastik beras, rajutan benang plastik, serat rami, dan kulit. Untuk cetaknya menggunakan teknik laser print pada bahan kulit. Material tersebut ada yang digunakan sebagai hiasan dan ada pula yang dijadikan campuran tekstil lain sehingga menghasilkan creative fabric.

"Kami harap ini menjadi alternatif di industri fashion, sekaligus jadi solusi lingkungan. Kami menekankan pada setiap murid untuk menemukan material baru yang lebih sustain."

Simaklah Modafoka karya Adina Fairuz yang mengusung tema rebel young woman atau wanita pemberontak. Alumnus Class of 2018 Esmod ini memadupadankan warna merah muda pada kemeja dengan long dress berbahan serat rami dengan belahan tinggi. Busana bertajuk Pink Punk ini memberikan kesan bebas, tapi tetap menunjukkan sisi feminin.

Ada pula Sheira Studio karya Aminah Amelia yang mengaplikasikan material plastik pada coat dengan aksen garis kerut pada busananya. Didominasi dengan warna peach, abu-abu, dan putih, Aminah ingin menunjukkan kekuatan wanita dalam menghadapi beban hidup seperti bekas luka melahirkan, kerutan, dan keriput.

"Sangat sulit mengerjakannya karena plastik butuh perlakuan khusus tidak seperti katun misalnya. Jadi untuk membentuk polanya sampai menjahitnya membutuhkan teknik dan ketelatenan yang ekstra," ujar Patrice.

Alumnus yang lebih dulu berkiprah di dunia mode turut menampilkan karya terbaiknya. Jizeeru dari Gisela Febrina Juwono mengambil inspirasi dari Eropa. Banyak dikenal dengan koleksi warna terang atau playful khas Jepang, Gisela menuturkan untuk koleksinya kali ini ia menerapkan gaya yang lebih feminin dan dewasa dari sebelumnya. "Untuk warna, memang sesuai dengan personality saya yang anti-minimalis dan lebih fresh."

Adapun material yang ia gunakan berupa tule, wol, dan embroidery cotton. Didominasi dengan tule warna-warni yang transparan, Gisela menggunakan beading atau payet sebagai hiasan. Untuk aksesori yang menggunakan teknik wire beading, Gisela bekerja sama dengan Anila.

Selain itu, ada Dita Addlecoat, pemilik label Monday to Sunday. Ia menampilkan koleksi yang terinspirasi dari Mexican folklore. Dita mengatakan memilih desain tersebut lantaran ia menyukai siluet-siluet dan detail yang digunakan Frida Kahlo. Frida Kahlo de Rivera adalah seorang pelukis Meksiko (1907-1954).

Dita menerapkan material seperti katun dengan gaya loose, longgar, cutting asimetris, pola geometris, oversized, dan gaya fashion Jepang yang ready to wear. Untuk koleksi ini, Dita bekerja sama dengan perajin dari Yogyakarta dengan menerapkan bahan alam "no chemical" dan "zero waste". Meski begitu, Dita mengakui penggunaan material ini tidak mudah. "Semua rancangan jadi tergantung dengan kondisi alam, susah sekali mendapatkan warna kain yang sama," kata Dita.

Dita menuturkan beberapa motif busana juga harus dicelup dengan menggunakan pewarna alami sehingga motifnya tidak selalu sama. Kesulitan lainnya, menurut Dita, dengan bahan alami itu membuat ia harus mencuci bahan yang sudah diwarnai berkali-kali agar tidak luntur saat dijual. Apalagi, kata dia, warna bahan bisa berubah bergantung pada cuaca saat dikeringkan.

Meski penggunaan material ramah lingkungan memiliki tingkat kerumitan yang tinggi, Dita mengakui banyak manfaatnya bagi kelestarian alam. Ia yakin penerapan sustainable fashion bisa berkembang di dalam dunia fashion. "Sekarang manusia lebih peduli sama lingkungan sekitar, sehingga saya rasa sustainable fashion akan terus berkembang." DINI PRAMITA | LARISSA HUDA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus