Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Selama penyelenggaraan SEA Games 2023, wisatawan asing dari berbagai negara datang ke Kamboja. Tak hanya sekadar untuk menonton pertandingan olahraga berbagai cabang, penonton atau wisatawan bisa menikmati keunikan ibu kota Kamboja, Phnom Penh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu caranya dengan menaiki tuk tuk, kendaraan tradisional Kamboja. "Karena suara mesinnya terdengar seperti itu, ketika berganti gigi," kata Vuthy, seorang pengemudi tuk-tuk, Senin, 8 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat itu, Vuthy mengantarkan pengguna jasa menuju Chroy Changvar Convention Center Phnom Penh, salah satu lokasi perhelatan sejumlah cabang olahraga ajang SEA Games 2023.
Kekhasan tuk tuk
Sepintas, tuk tuk mirip dengan bajaj di Indonesia. Kendaraan itu memiliki tiga roda dan dijalankan dengan mesin.
Tuk-tuk juga memiliki beberapa cara untuk menaikinya. Pelancong bisa memberhentikan langsung di pinggir jalan maupun memesannya lewat aplikasi transportasi daring.
Jika memilih memberhentikan langsung, maka pelancong bisa sekaligus tawar-menawar. Sedangkan, jika memesan secara daring, pelancong mendapatkan tarif yang tetap (fixed).
Dengan cara apapun, tuk tuk masih menjadi pilihan transportasi bagi masyarakat dan wisatawan karena harganya yang lebih murah dibandingkan taksi maupun sewa mobil. Untuk jarak yang tidak terlalu jauh, misalnya dari George Street Phnom Penh menuju Museum Nasional Kamboja, pelancong hanya perlu merogoh kocek satu dolar AS atau sekitar 4.100 riel Kamboja (Rp 14 ribu) untuk sekali jalan.
Tarif ini jauh lebih murah jika dibandingkan dengan kendaraan taksi daring maupun luring yang bisa dua hingga tiga kali lipat. Tentunya bagi pelancong, naik kendaraan tradisional yang khas bisa menjadi pengalaman menyenangkan.
Proses membayar ongkos pun cukup unik. Tarif yang ditunjukkan di aplikasi transportasi daring ialah dengan mata uang lokal, namun penumpang bisa bertransaksi dengan dolar AS. Jika tidak membayar dengan uang pas, sopir akan mengembalikannya dengan mata uang riel Kamboja.
Selain itu, saat naik tuk tuk, pelancong bisa sekaligus berbincang dengan sopir. Tak semua bisa berbahasa Inggris dengan lancar, namun mereka bisa sedikit menjelaskan mengenai sejumlah objek wisata di jalan yang dilalui.
"Mau berhenti dulu di sini? Ini tempatnya bagus. Tapi sepertinya tidak bisa masuk," ujar Vuthy sembari menunjuk Istana Kerajaan Kamboja (Royal Palace) yang hendak dilewati.
Hal unik lainnya, tuk tuk di Kamboja bisa bebas mengantar dan menjemput penumpang dari segala titik. Tidak ada titik penjemputan khusus seperti yang lumrah dijumpai di Indonesia.
Tuk-tuk bisa berhenti dan menjemput penumpangnya dari gedung olahraga di dalam stadion hingga di tepat di depan gerbang keberangkatan dan kedatangan bandara udara. Selain itu, kendaraan ukuran kecil itu bisa mudah menyelip di antara kendaraan lain saat terjadi kemacetan.
Vuthy mengaku mengantar turis ke tempat-tempat wisata cukup membuat jenuh. Namun, adanya SEA Games membuatnya mengantar penumpang dari beragam negara di Asia Tenggara ke lokasi-lokasi yang cukup jauh dari pusat ibu kota.
Meski begitu, Vuthy senang bisa menjadi saksi perhelatan SEA Games perdana di negaranya dan mengenalkan Negeri Khmer melalui kendaraan yang sudah ia bawa selama bertahun-tahun itu kepada banyak orang.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.