Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Sejarah Jatinangor dari Kebun Teh sampai Kawasan Perguruan Tinggi Jawa Barat

Jatinangor dulunya merupakan kebun teh yang dimiliki orang Belanda, bagaimana sejarahnya hingga kini menjadi kawasan perguruan tinggi di Jawa Barat.

31 Oktober 2023 | 18.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Jatinangor, Kabupaten Sumedang. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Jatinangor yang terletak di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat merupakan sebuah kecamatan yang mencakup 12 desa dan memiliki luas wilayah seluas 262 kilometer. Kecamatan Jatinangor dulunya merupakan area perkebunan teh dan pohon karet yang dikuasai oleh perusahaan swasta Belanda, yaitu Maatschappij tot Exploitatie der Baud-Landen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perusahaan Maatschappij tot Exploitatie der Baud-Landen didirikan pada 1841. Perusahaan ini menguasai lahan seluas 962 hektare. Menurut Dosen Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran atau Unpad Widyo Nugrahanto, pemilik perusahaan Belanda itu bernama Baron W.A. Baud (Willem Abram Baud). “Di masyarakat, dirinya lebih dikenal sebagai Baron Baud,” kata Widyo pada Tempo.co Jumat, 31 Oktober 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perusahaan tersebut memiliki beberapa perkebunan selain di Jatinangor, seperti Ciumbuleuit, Cikasungka Bandung, Pamegatan Garut, sampai Bogor. “Tanaman yang dibudidayakan di Jatinangor itu adalah tanaman teh tetapi kemudian diganti jadi karet waktu zaman kemerdekaan,” katanya.

Untuk memudahkan hasil perkebunan di Jatinangor, Belanda kemudian membangun rel kereta api yang menghubungkan Stasiun Tanjungsari dengan Stasiun Rancaekek. Rel kereta api yang menghubungkan Rancaekek ke Tanjungsari itu mulai dibangun pada 1917 dalam program proyek rel kereta api Rancaekek-Tanjungsari-Citali sepanjang 15 km.

Menurut Widyo, rel kereta api awalnya hanya akan dibangun dari Rancaekek sampai Jatinangor saja sepanjang 5,25 km untuk keperluan mengangkut hasil perkebunan Jatinangor. Namun, pihak militer meminta agar kereta api itu digunakan untuk keperluan angkutan umum juga, maka jalur rel tersebut diperpanjang hingga ke Tanjungsari dan Citali sepanjang 11,5 km.

“Itu membuat letak stasiun kereta api di Jatinangor yang awalnya mau di seberang pertigaan jalan Sayang sekarang, dipindahkan ke Tanjungsari atau sekarang jembatan kereta api tersebut masih berdiri dan disebut sebagai Jembatan Cincin,” kata Widyo.

Jembatan Cincin mulai dibangun pada 1918. Menurut Widyo, penduduk sekitar menyebutnya sebagai Jembatan Kereta Api Si Gobar. “Si Gobar adalah nama julukan kereta api yang wara-wiri melewati rel kereta api,” ujar Widyo.

Selain itu, Belanda juga membangun sebuah menara sekaligus kantor dan gudang bernama Loji. Menara itu berfungsi sebagai lonceng untuk memberi tanda bagi para pekerja di perkebunan itu. Dari mulai tanda mulai bekerja, tanda beristirahat, sampai tanda selesai bekerja.

“Ketika saya masih berkuliah sekitar tahun 90-an, masih ada dua makam Baud dan salah satu anaknya Mimosa yang terletak di dekat menara Loji bergaya arsitektur Gothic itu. Tetapi sekarang sudah tidak ada lagi, meskipun menaranya masih ada, ya. Sekarang bekas Loji tersebut dibangun taman yang diberi nama Taman Loji,” kata Widyo.

Jatinangor Setelah Ditinggal Belanda

Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia pada 1942, perkebunan Jatinangor diambil alih Jepang. “Di masa pendudukan Jepang, perkebunan Jatinangor tidak terurus dan berhenti produksi. Banyak buruh-buruh yang sebelumnya di perkebunan, dijadikan romusha, dan dijadikan pegawai kereta api Tanjungsari,” terang Widyo.

Perkebunan Jatinangor kemudian ditutup pada 1942. Selain perkebunan, rel kereta api yang melewati perkebunan dan menghubungkan Distrik Tanjungsari ke Stasiun Rancaekek diubah Jepang untuk keperluan perang Jepang sekitar 1943. “Akibatnya Stasiun Tanjungsari menjadi mati hingga sekarang,” kata Widyo.

Pada 1950 setelah merdeka, perkebunan ini kemudian ditanami Karet dan menjadi milik pemerintah daerah Jawa Barat. Kendati demikian, menurut Widyo administratur perkebunan saat itu masih dijabat oleh orang Belanda hingga perkebunan tersebut dinasionalisasi. “Pada saat perkebunan dinasionalisasi baru administratur dijabat oleh orang-orang Indonesia,” katanya.

Pada masa Orde Baru, Perkebunan Jatinangor tidak lagi berproduksi. “Lalu pada 1980, lonceng di menara Loji hilang dicuri orang dan hingga sekarang tidak ditemukan. Meskipun begitu menara Loji tetap dipertahankan sebagai saksi bisu sejarah jatinangor,” kata Widyo.

Saat ini, Perkebunan Jatinangor telah bertransformasi menjadi kawasan pusat pendidikan. Sejak 1989, Jatinangor ditetapkan sebagai Kawasan Perguruan Tinggi (KPT), dan kemudian, pada 2010, statusnya berubah menjadi Kawasan Strategis Provinsi (KSP) Pendidikan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus