Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tambang batu bara di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat meledak pada Jumat, 9 Desember 2022 pagi. Sejumlah pekerja tambang dilaporkan menjadi korban dan tertimbun dalam peristiwa tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari bisnis.com, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumatera Barat Heri Martinus menjelaskan ledakan tambang itu diketahui terjadi di area pertambangan PT Nusa Alam Lestari, Parambahan, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto sekitar pukul 08.30 WIB. Lokasinya berada pada lubang SD C2 atau lori 2.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Kronologi Ledakan Tambang Batu Bara Sawahlunto
Lokasi Tambang Swahlunto Bangunan Cagar Budaya
Pertumbuhan dan perkembangan kota Sawahlunto merupakan bukti sejarah dampak revolusi industri di Eropa yang mendorong eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam di bagian timur. Penemuan teknologi uap di Inggris melahirkan revolusi industri di Eropa Barat sejak pertengahan abad XVIII.
Disarikan dari cagarbudaya.kemdikbud.go.id, penggunaan batubara dalam skala besar mendorong penemuan ladang batubara hingga ke Asia. Pada tahun 1868, ahli geologi Belanda W.H. de Greve menemukan endapan batubara di tepi sungai Ombilin, Sawahlunto dengan deposit mencapai 200 juta ton lebih.
Selanjutnya, Belanda mulai mengintensifkan eksplorasi batubara di wilayah ini. Kemudian pqda tahun 1891 untuk pertama kalinya penambangan batubara dilakukan di desa Sungai Durian dengan produksi sebanyak 47.833 ton batubara di tahun 1892.
Akibat penambangan batubara di Sawahlunto mempercepat pembangunan infrastruktur salah satunya pelabuhan Teluk Bayur pada tahun 1883. Kemudian jalur rel kereta api dibangun pada tahun 1887 dari Pulau Air di kota Padang sampai Muaro Kalaban.
Kala itu Sawahlunto masih menjadi wilayah yang terisolasi. Pemerintah Belanda kemudian membangun terowongan sepanjang 828 meter dari Muaro Kalaban sampai ke Sawahlunto yang dikerjakan hingga tahun 1894. Selanjutnya jalur kereta api juga dibangun sampai pedalaman seperti Sijunjung, Bukittinggi, dan Payakumbuh.
Berbagai pembangunan membuat Sawahlunto semakin mudah dijangkau dari berbagai wilayah.Mega proyek tambang batubara Ombilin berdampak terhadap berbagai sektor ekonomi, transportasi, telekomunikasi, pendidikan, kesehatan, dan peribadatan, sehingga menjadi sebuah kota.
Sampai tahun 1930-an produksi batubara Sawahlunto memenuhi 90 persen kebutuhan energi di Hindia Belanda. Selain memenuhi kebutuhan Angkatan Laut Belanda, batubara juga dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan negara yang besar seperti di bidang perkapalan dan kereta api.
Dengan kata lain, batubara menjadi sumber energi terpenting pada waktu itu. Dibukanya tambang batubara Ombilin juga mempercepat proses industrialisasi dan transportasi di dalam negeri. Pada tahun 1926 sampai dengan 1927 di kota Sawahlunto terjadi perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda lantaran adanya kesadaran bangsa untuk melawan penjajahan.
Pada 1993 pendataan bangunan bersejarah Kota Sawahlunto dilakukan oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala wilayah kerja Sumatera Barat dan Riau di Batusangkar.
Pada 2002, Pemerintah Kota Sawahlunto bekerja sama dengan Badan Warisan Sumatera Barat menginventarisasi Bangunan Cagar Budaya di Sawahlunto. Pada 2006, Wali Kota Sawahlunto mengeluarkan Keputusan Wali Kota dan menetapkannya sebagai benda cagar budaya.
ANNISA FIRDAUSI
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.