Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Makam Mbah Priok menjadi bagian dari catatan sejarah Jakarta dan perkembangan agama Islam di Jawa. Tempat peristirahatan terakhir Mbah Priok tersebut adalah salah satu lokasi ziarah yang banyak dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai wilayah di Indonesia, bahkan dari Arab Saudi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melansir digilib.uinsgd.ac.id, rata-rata peziarah yang datang ke makam Mbah Priok memiliki hajat dan niat, seperti menginginkan untuk naik haji. Lantas, bagaimana asal-usul makam Mbah Priok?
Biografi Mbah Priok
Mbah Priok, yang memiliki nama asli Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad lahir di Ulu, Palembang, Sumatra Selatan pada 1874 dan wafat pada 1927. Dia merupakan salah satu tokoh penting dalam penyebaran agama Islam pada abad ke-18.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut repository.unj.ac.id, Habib Hasan adalah keturunan dari Al Imam Al ‘Arif Billah Quthil Irsyad Wa Ghowstil Ibad wal Bilad Al Habib Abdulloh bin Alwi Alhaddad RA, atau juga sering dikenal sebagai Shohibul Rotib Al Haddad.
Buyutnya, Habib Hamid bin Ali Al-Haddad menjadi leluhur pertama yang memutuskan meninggalkan Kota Sewun, Hadramaut, Yaman Selatan pada 1796 untuk merantau ke Hindia Belanda dan tinggal di Palembang.
Kakek Mbah Priok, yang juga bernama sama, Habib Hasan Al-Haddad telah menjelajahi banyak daerah di Hindia Belanda, lalu menikah dengan seorang perempuan dari suku Bugis. Dari situlah Mbah Priok mewarisi jiwa pelaut yang andal dan menikahi Syarifah Zainah bin Ali bin Yahya.
Awal masuknya Mbah Priok ke Kota Jakarta ketika masih bernama Batavia. Kala itu, perahu yang ditumpanginya dihantam badai saat melintas di dekat Batavia. Dia berhasil selamat dari amukan badai dan menepi ke daratan.
Sejarah Makam Mbah Priok
Makam Mbah Priok berada di Koja atau tepatnya di daerah Terminal Peti Kemas (PTK), Koja, Jakarta Utara. Namun, terdapat kontroversi terkait kebenaran keberadaan makam yang dianggap keramat tersebut.
Awalnya, Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad disemayamkan di Pondok Dayung, Tanjung Priok. Atas inisiatif pemerintah Hindia Belanda saat itu yang ingin memperluas kawasan pelabuhan, maka pemakaman dipindahkan ke Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dobo, Kelurahan Koja, Jakarta Utara.
Kemudian, makam Mbah Priok kembali dipindahkan dari TPU Dobo ke TPU Semper Budi Darma pada 1997, karena lokasi di Dobo berdasarkan putusan pengadilan merupakan tanah milik PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II. Namun, lagi-lagi ada upaya untuk memindahkan kembali nisan-nisan dari TPU Semper ke lahan eks TPU Dobo sejak 1999.
Tragedi Makam Mbah Priok
Melansir Antara, tragedi makam Mbah Priok terjadi pada Rabu, 14 April 2010. Tragedi diawali ketika bentrokan antara warga dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) pada eksekusi bangunan liar di pemakaman, sehingga mengakibatkan jatuhnya korban luka-luka di kedua belah pihak.
Kepala Satpol PP kala itu, Harianto Badjoeri mengatakan sebanyak 29 orang luka dari pihak Satpol PP yang melakukan eksekusi sejak pukul 06.00 WIB.
“Tiga orang kritis, sembilan lainnya luka berat,” kata Harianto di Jakarta, Rabu, 14 April 2010.
Dia menjelaskan, tidak ada korban jiwa dari pihak Satpol PP, sedangkan korban dari pihak warga belum diketahui. Sementara proses eksekusi masih tetap berlangsung di kawasan lahan milik PT Pelindo II tersebut.
Harianto menyebut, eksekusi itu bukan untuk memindahkan makam Mbah Priok, tetapi eksekusi bangunan liar di sekitarnya. Bangunan yang didirikan tanpa izin dari pemilik lahan tersebut, masih digunakan untuk berziarah, meskipun jasad Mbah Priok disebut telah dipindahkan ke TPU Semper.
Pilihan Editor: Napak Tilas dan Peziarah Makam Mbah Priok Jakarta Utara