Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Semalam di Pulau Bawean

Pulau Bawean menyimpan keindahan bahari yang menantang. Pantainya berpasir putih.

7 Desember 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Instalasi bambu di Pantai Mombhul. Foto: Ardi Winangun

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ardi Winangun
Founder Backpacker International

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Speedboat yang tertambat di Pelabuhan Kabupaten Gresik, Jawa Timur, itu, sekitar pukul 07.00 WIB, sudah penuh. Namun sepertinya awak kapal belum mengangkat tambang yang menyatukan speedboat dengan dermaga. Saat menunggu waktu keberangkatan, penumpang asyik dengan diri mereka sendiri. Ada yang memelototi handphone, mendengarkan musik, dan ada yang berusaha memejamkan mata agar bisa tidur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada pukul 07.53, terdengar pengumuman bahwa kapal itu akan berangkat menuju Pulau Bawean. Sesaat kemudian, kapal dengan ongkos Rp 170 ribu (kelas VIP) dan Rp 145 ribu (eksekutif) itu bergerak mundur. Setelah membalikkan moncong kapal, semakin lama angkutan laut itu bergerak semakin jauh dari pelabuhan. Sepertinya pelabuhan itu besar. Di kanan-kiri laluan, terdapat banyak kapal dengan bermacam moda; ada kapal tongkang, kapal tanker, hingga kapal kayu seperti di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta.

Dalam perjalanan, petugas kapal memeriksa kembali tiket para penumpang. Sebelumnya, saat hendak masuk ke speedboat, karcis penumpang juga dicek. Setelah semua beres, petugas kapal membagikan boks kecil berisi air minum dalam kemasan botol plastik ditambah dengan kue kering cokelat. Ini adalah tambahan layanan bagi penumpang.

Perjalanan dari Pelabuhan Gresik menuju Bawean ditempuh dalam waktu lebih-kurang empat jam. Menurut orang yang biasa melakukan perjalanan Gresik-Bawean, jarak tempuh kedua titik itu juga bergantung pada speedboat yang digunakan. Speedboat A disebut lebih cepat daripada B. Ada pula yang mengatakan speedboat C lebih cepat daripada A.

Selama perjalanan, ombak bisa dikatakan tinggi. Sering terdengar kabar, bila cuaca tidak mendukung, pelayaran bisa ditunda. Seorang penumpang di samping saya pernah bercerita, saat naik speedboat di tengah perjalanan, dua jam setelah pelayaran, angkutan yang ditumpangi itu dihantam gelombang sampai miring dan air di sebelah membasahi kaca jendela kapal. Semua penumpang panik. Syukur kapal itu kembali ke posisi aman sehingga perjalanan bisa diteruskan dan mereka selamat sampai tujuan.

Apa yang dikatakan penumpang tadi dibenarkan oleh tokoh masyarakat Pulau Bawean, Abdul Halim. Ia sering mengalami penundaan keberangkatan. Penundaan dilakukan sampai menunggu kondisi cuaca membaik dalam hitungan jam, bahkan bisa pula sampai esok hari. Menurut dia, gelombang tinggi biasa terjadi pada Desember dan Agustus. Abdul Halim memilih kapal ditunda keberangkatannya ketimbang mendapat risiko menghadapi ombak yang tingginya sampai 3 meter. "Saya memilih memprioritaskan keselamatan," ujar dia.

Tingginya gelombang, menurut dia, merupakan risiko dari pengembangan pariwisata di Bawean. Ia bercerita pernah ada 30 wisatawan dari Singapura yang tertahan di Bawean karena cuaca tidak kunjung membaik. "Akibatnya, tiket pesawat mereka hangus."

Sebenarnya, untuk menuju Bawean tidak hanya bisa dilakukan lewat Pelabuhan Gresik. Dari Bandar Udara Djuanda, Sidoarjo, Jawa Timur, ada penerbangan ke Bandara Harun Thohir, Bawean. "Seminggu empat kali," ujar Abdul Halim. Sama dengan keberangkatan speedboat, pesawat dari Djuanda juga berangkat pagi.

Dalam perjalanan itu saya juga merasakan ganasnya ombak Laut Jawa. Ayunan gelombang yang membuat speedboat naik-turun dan bergoyang kanan-kiri membuat perut terasa mual. Bila tak tahan, kita bisa muntah. Untuk menahan rasa mual, saya menuju lantai 2, keluar dari tempat penumpang dan menuju "warung kopi". Warung kopi ini berada di tengah belakang kapal dan berhadapan dengan tempat terbuka sehingga bisa melihat laut lepas dan hempasan air laut yang didorong oleh turbin.

Di warung kopi ada beberapa pria tengah duduk-duduk. Ada yang main handphone meskipun di tengah laut tak ada sinyal, minum kopi, dan ada pula yang menyandarkan kepala di meja sebagai wujud tidur. Saya memesan kopi. Di sisa kursi, saya meneguk kopi sembari melihat lautan lepas yang diiringi deru mesin speedboat yang keras.

Penumpang biasanya menjadi riang ketika sinyal handphone sudah kembali normal. Itu menunjukkan tempat tujuan sudah dekat. Dari sinilah mereka mulai berkomunikasi dengan yang lain. Kapal itu terus melaju hingga akhirnya tiba di Pelabuhan Bawean. Ketika kapal hendak merapat, para penumpang bergegas menuju pintu keluar. Dari arah luar speedboat pun demikian. Orang-orang yang menawarkan jasa angkut barang berebut menerobos masuk.

Ini pertama kalinya saya menginjakkan kaki di pelabuhan pulau itu. Cuaca cerah, hawa segar langsung menerpa. Di bawah dermaga, airnya bening. Saat memandang lebih jauh, terlihat laut biru serta pegunungan berwarna cokelat gersang.

Pandangan lain yang terlihat adalah gerobak dorong yang terparkir di dermaga. Gerobak itu merupakan alat angkut barang yang disediakan untuk penumpang bila membutuhkan. Meski seorang penumpang mengatakan di Bawean tak ada transportasi seperti ojek, saya melihat satu angkot putih tua terparkir di dermaga. Sepertinya mereka ngetem untuk menunggu penumpang ke tujuan berikutnya.

Setelah berjalan puluhan meter dari speedboat, rasa mual muncul kembali. Makanan yang tadi saya lahap, keluar semua. Baru kali ini saya merasakan mual tak terkira saat menaiki angkutan laut. Saya sempat malu, tapi teman seperjalanan mengalami hal yang sama.

● ● ●

Pengrajin anyaman pandan di Pulau Bawean. Foto: Ardi Winangun

Di Pulau Bawean tidak ada angkutan umum, angkot, ataupun ojek. Karena itu, sangat disarankan sebelum ke Bawean menjalin kontak dengan orang di pulau itu untuk mendapatkan informasi tentang hotel dan kendaraan. Tapi bisa juga langsung ke Bawean dan begitu tiba di pelabuhan atau bandara, bisa mencari informasi rental mobil atau sepeda motor.

"Penginapan biasanya juga menyediakan rental mobil atau sepeda motor," ujar Abdul Halim. Biaya sewa kendaraan roda empat Rp 300 ribu sehari, sedangkan sepeda motor Rp 50 ribu. Wisatawan bisa mengelilingi pulau itu dalam hitungan jam. "Dengan jarak putar 60 kilometer, kecepatan 30 sampai 40 km per jam, pulau itu bisa dikelilingi selama dua jam."

Adapun besaran biaya penginapan sekitar Rp 250 ribu hingga Rp 300 ribu. Tapi itu bukan hotel, melainkan losmen.

Setelah semua siap, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Mombhul dengan mobil sewaan. Mombhul dalam bahasa Indonesia artinya naik ke atas, terbang. Dari Pantai Mombhul kita bisa melihat kondisi Bawean karena lokasinya di atas. Rumah-rumah terlihat bagus, juga ada bangunan batu bata dan tembok yang dipoles.

Jalan di pulau itu lebarnya pas buat simpangan dua mobil ukuran city car. Landasan jalan sebagian diaspal dan sebagian berupa susunan batako paving block. Di ruas tertentu, terlihat kepadatan rumah penduduk, sementara di sisi lain masih terdapat hamparan sawah, ladang, dan hutan dengan monyet-monyet liar. Siang itu jalanan sepi dan lengang. Sesekali berpapasan dengan pengendara sepeda motor.

Di beberapa titik jalan, kami sempat menjumpai pedagang sayuran keliling. Barang dagangan kebutuhan sehari-hari itu diletakkan di dalam semacam keranjang di bagian belakang sepeda motor. Mereka mendatangi perkampungan penduduk atau berhenti di persimpangan jalan. Membeli sayur atau kebutuhan lain lewat pedagang keliling dianggap lebih efektif karena tidak perlu ke pasar. Menurut Abdul Halim, di selatan alun-alun Bawean ada pasar tapi hanya buka setengah hari. "Buka dari jam 07.00 hingga 11.00," ucap dia.

Setelah selama 20 menit menyusuri beberapa ruas jalan, kami memasuki kawasan Pantai Mombhul. Jalanan ke sana masih alami: tanah, bebatuan, dan kerikil, ditambah dengan jalanan yang menurun dan menikung. Di pinggir jalan menuju pantai terlihat penangkaran rusa. Rusa Bawean disebut memiliki kekhasan tersendiri sehingga dijadikan maskot Asian Games 2018.

Tak lama kemudian, hamparan laut biru dan sebuah pulau membentang. Pantai yang berada di Desa Sido Kedung Batu, Kecamatan Sangkapura, ini menawarkan wisata yang indah dan menawan. Bila berkunjung ke pantai ini, kita sekaligus bisa menuju Pulau Gili dan menikmati hamparan pasir di Gili Noko. Kedua pantai itu bisa ditempuh dengan naik kapal kayu, tak jauh dari Mombhul. Waktu tempuhnya sekitar 20 menit.

Dari Pantai Mombhul kita bisa melihat hamparan pasir putih, langit biru, dan air laut perpaduan biru dan hijau. Cuaca sangat cerah siang itu. Sinar matahari menghunjam ke tubuh sehingga terasa menyengat.

Pantai Mombhul dijadikan kegiatan wisata bahari, baik lokal, nasional, maupun internasional. Di pantai ini kerap digelar acara sail and beach. Tak mengherankan bila di pinggir pantai ada lapangan bola voli. Mombhul ramai dikunjungi wisatawan.

Pada hari itu, di salah satu bangunan, digelar pentas pencak silat. Menurut salah seorang pesilat, pencak silat Bawean memiliki ciri tersendiri. Sebagai pulau dan masyarakat yang dipengaruhi unsur budaya Melayu, pakaian para pendekar mirip pakaian tradisional Riau. Iringan musiknya pun mirip musik tradisional Melayu. Senjata yang dipakai bukan celurit, senjata khas masyarakat Madura yang dekat dengan Bawean, melainkan pedang.

Bawean tak hanya menawarkan keindahan pantai, hamparan pasir putih, dan danau, tapi juga ada kekayaan perikanan. Ketika berada di sana, kami disuguhi lobster yang besar. Itu menjadi sensasi tersendiri bagi penggemar makanan laut.

Tak hanya itu. Bawean, yang dalam bahasa Sanskerta berarti sinar matahari dan tercatat dalam kitab Negara Kertagama sebagai Buwun, juga memiliki banyak perajin daun pandan. Daun pandan itu dianyam menjadi tikar, tas, dompet, peci, ikat kepala, serta hiasan lainnya. Kegiatan ini dilakukan kaum perempuan secara turun-temurun. Namun, seperti perajin daerah lain, perajin anyaman pandan Bawean menghadapi tantangan semakin sedikitnya bahan baku serta serbuan kerajinan olahan hasil pabrik yang lebih murah dan kuat. Pusat kerajinan pandan itu berada di Desa Gunung Teguh.

Bawean bukan tempat yang ramai. Saat siang saja sepi dan lengang, apalagi malam. Saat malam, kadang ada keramaian meski tak seberapa dan itu biasanya di sekitar alun-alun. Malam itu, misalnya, ada pengajian di Lapangan Tanjung Anyar, Desa Lebak, Kecamatan Sangkapura. Sebagai masyarakat yang hampir 100 persen kaum santri, acara demikian sangat ditunggu-tunggu. Apalagi ada kiai dari luar pulau. Beberapa hari menjelang pengajian, biasanya acara itu diumumkan di musala dan masjid-masjid.

Pengajian yang kerap diadakan di sana bertujuan memperingati hari-hari besar, seperti Maulid Nabi atau Hari Santri. Selain itu, setiap Jumat, di kampung atau desa-desa digelar pengajian rutin. "Ada juga pengajian bulanan," ujar Abdul Halim.

Selepas isya, lapangan sepak bola yang berada di pinggir laut itu mulai didatangi masyarakat dari seluruh penjuru. Mereka datang menggunakan sepeda motor, mobil, dan angkutan bak terbuka. Ribuan orang membanjiri tempat itu. Mereka tekun mengikuti acara hingga selesai. Selepas doa penutup, masyarakat membubarkan diri dan kembali ke rumah masing-masing. Tidak ada yang nongkrong di pinggir jalan. Lapangan di pulau yang masyarakatnya banyak merantau ke Malaysia itu kembali sepi.


Semalam di Pulau Bawean

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus