Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kampung adat di Indonesia menunjukkan Indonesia memiliki keragaman budaya. Dilansir dari Jendela.kemdikbud, setidaknya ada 388 desa adat atau kampung adat yang tercatat dan telah direvitalisasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jumlah itu bisa saja lebih banyak karena ada beberapa kampung adat yang memang belum terbuka untuk direvitalisasi oleh Kemdikbud.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari beberapa kampung adat itu, Anda bisa mengunjungi untuk melihat bagaimana komunitas kampung adat hidup. Lantas, kampung adat mana saja yang patut dan bisa anda kunjungi? Berikut beberapa kampung adat yang bisa anda kunjungi.
- Kampung Adat Baduy
Suku Baduy atau Kanekes merupakan kelompok masyarakat adat Sunda yang tinggal di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten.
Kata Baduy adalah sebutan masyarakat luat yang awalnya disebut oleh peneliti Belanda. Mereka lebih senang menyebut dirinya sebagai orang Kanekes.
Kampung adat Baduy dibagi menjadi dua, Baduy Dalam (tangtu) dan Baduy Luar (panamping). Baduy Luar lebih terbuka dengan penduduk luar dibandingkan Baduy Dalam yang masih memegang konsep pikukuh, yakni aturan adat yang murni tanpa pengaruh dari luar.
Para wisatawan mancanegara dilarang masuk kampung adat Baduy Dalam dan hanya diperbolehkan untuk menginap di Baduy Luar.
Meskipun begitu, bagi turis lokal Anda bisa mengunjungi kampung adat Baduy Dalam maupun Baduy Luar. Anda hanya boleh menginap dengan batas waktu semalam. “Jika ingin lebih dari semalam, harus pindah ke kampung lain,” kata Suryo seorang pemandu, Minggu 7 Juli 2019.
Untuk menuju kampung adat Baduy Dalam, anda perlu mempersiapkan dua hal. Pertama, persiapan treking atau berjalan kaki untuk pergi sampai pulang. Kedua, persiapan menginap seperti makanan lalu peralatan untuk menginap.
Di Badui Dalam, Anda dilarang untuk memakai sabun, pasta gigi, detergen. Selain itu, Anda tidak boleh memotret. Setiap rumah warga bisa menampung maksimal delapan orang tamu untuk bermalam. Tamu biasanya memberikan uang sepantasnya ke tuan rumah. Selama menginap, tamu harus tunduk pada aturan dan larangan adat.
Penghuni atau kaum naga melintas di antara bangunan rumah adat Kampung Naga di Desa Neglasari, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, 2 November 2017. Desa adat ini dihuni 300 warga yang disebut kaum Naga. ANTARA/M Agung Rajasa
- Kampung Naga
Kampung Naga berada di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Dilansir dari Antara, asal kata “naga” berasal dari bahasa Sunda “naga-wir” yang artinya kampung di bawah tebing.
Kampung Naga memang terletak di tebing yang berada di sebelah aliran Sungai Ciwulan yang berhulu di Gunung Cikuray. Kampung Naga punya luas 1,5 hektare.
Luas 1,5 hektare itu tidak boleh bertambah. Itu diungkapkan oleh Darmawan salah seorang penduduk di sana. “"Saya termasuk di antara penduduk Kampung Naga yang harus keluar setelah berkeluarga dan punya tiga anak. Dengan demikian, jumlah penduduk kampung ini akan tetap terjaga seperti sekarang," ujar Darmawan.
Akses ke Kampung Naga cukup mudah dicapai. Kampung ini terletak beberapa ratus meter dari jalan raya antara Tasikmalaya dan Garut, sekitar dua kilometer dari SPBU Kecamatan Salawu.
Anda akan disambut dengan gerbang bertuliskan “Selamat Datang di Kampung Naga”. Setelah parkir, mencapai Kampung Naga, pengunjung harus menuruni ratusan anak tangga dengan kemiringan sekitar 45 derajat dan jarak sekitar 500 meter, menyusuri jalan kecil pinggir Sungai Ciwulan.
Untuk masuk ke Kampung Naga tidak dipungut biaya. Kendati demikian, pengunjung bisa berkontribusi dengan membeli cendera mata di warung-warung penduduk atau membayar jasa pemandu.
Selanjutnya: Kampung adat Ciptagelar, Cikondang,Cirendeu berada di mana?
- Ciptagelar
Kampung Ciptagelar berada di Desa Sinaresmi, Kecamatan Cisolok, Sukabumi. Dilansir dari Koran Tempo edisi 15 Agustus 2021, suatu hal yang menarik dari kampung adat ini adalah sistem pertanian tradisional yang sudah berusia lebih dari 6 abad.
Sistem pertanian itu di antaranya adalah penggunaan bibit padi lokal berbatang panjang. Masyarakat adat Ciptagelar pantang memakai pestisida kimia dan pertanian modern. Mereka juga menanam padi di lahan sekali dalam satu tahun dengan tujuan mengistirahatkan tanah.
Sepanjang proses bercocok taman, masyarakat Ciptagelar melakukan berbagai ritual untuk menghormati padi. Seperti satu pekan setelah menanam benih, masyarakat akan melakukan ritual sapang jadian apre, lalu ada juga mapag pare beukah, dan puncaknya adalah Seren Taun.
Seorang warga melintas didepan rumah adat Cikondang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat (4/6). Puluhan rumah habis terbakar pada tahun 1942 dan menyisakan 1 rumah adat ini yang diperkirakan berusia 300 tahun. TEMPO/Aditya Herlambang Putra
- Cikondang
Kampung adat Cikondang berada di kaki Gunung Tilu, Bandung. Secara administratif, kampung ini terletak di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Berjarak 40 kilometer dari Bandung.
Dilansir dari Koran Tempo Edisi 13 September 2008, kampung adat ini memiliki keuinkan rumah adatnya. Rumah adatnya merupakan rumah panggung yang luasnya sekitra 80 meter persegi. Bagian atas dipakai untuk tempat tinggal dan bagian bawahnya untuk kandang unggas.
Menurut kuncen Anom Samsa, ciri khas dari rumah tradisional Cikondang adalah atapnya yang menyerupai seekor burung julang yang merentangkan sayap. “Oleh karena itu, rumah adat ini disebut Julang Ngapak atau seperti burung yang mengepakkan sayap,” katanya.
- Cireundeu
Jika kampung adat Ciptagelar memiliki sistem pertanian tradisional, kampung Cirendeu memiliki ketahanan pangan yang menarik. Pasalnya, masyarakat adat Cireundeu seumur hidup tidak pernah memakan nasi dan hanya hidup dengan memakan singkong.
Kampung Cireundeu berada di Desa Cireundeu, CImahi, Jawa Barat. Penduduk Desa Cirendeu memang tidak memakan nasi. Mereka percaya bahwa singkong lebih bermanfaat dibanding padi. Salah satunya diungkapkan Asep salah satu penduduk di sana.
"Warga di sini sehat, kuat, dan cerdas, mampu berprestasi dalam bidang olahraga. Dari segi pendidikan, banyak anak kami yang kuliah ke luar daerah, sukses namun tetap makan singkong," paparnya.
Singkong yang dimaksud sendiri adalah singkong yang tumbuh liar di sekitar Desa Cirendeu. Meskipun awalnya beracun, oleh masyarakat desa Cirendeu bisa diolah sehingga dapat dikonsumsi. “Singkong dicuci dulu, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kandungan airnya menguap habis. Serta dengan tahap-tahap khas kami lainnya," kata Asep.
Selain beberapa kampung adat yang berada di Pulau Jawa, Anda juga bisa mengunjungi beberapa kampung adat di luar Jawa yang menarik untuk dikunjungi. Di antaranya adalah
- Pulau Siberut di Sumatera Barat
- Kampung Adat Bayan di Nusa Tenggara Barat
- Suku Korowai di Papua
- Wae Rebo di Nusa Tenggara Timur
- Long Berini di Kalimantan Utara
- Putussibau di Kalimantan Barat
- Desa Jangga, Sumatera Utara
ANANDA BINTANG l ANWQAR SISWADI l LUDHY CAHYANA l ANGIOLA HARRY l NAOMY AYU NUGRAHENI I TIM TEMPO.CO