Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Semarang-Kabar duka meninggalnya novelis NH Dini, membuat pegiat literasi menyatakan kehilangan. Dikenal sejak 1970-an, karya-karya NH Dini masih disukai generasi sekarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Saya kehilangan sosok perempuan penulis karya memoar yang produktif,” kata Heri Candra Santosa, Komunitas Lereng Medini (KLM), Kabupaten Kendal, Selasa, 4 Desember 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Heri mengaku mengenal NH Dini dengan karyanya yang khas berbasis kenangan yang dialami dan ditulis sendiri. Menurut Heri, NH Dini juga tak segan berbagi ilmu kepada komunitas literasi kaum muda kekinian.
“Aku terakhir sepanggung dengan bu NH Dini saat membedah novel mutakhirnya, Gunung Ungaran di Universitas Ngudi Waluyo beberapa waktu lalu,” kata Heri menjelaskan.
NH Dini dikabarkan meninggal akibat kecelakaan pada selasa petang, 4 Desember 2018. Kabar itu terkonfirmasi Kepala Bagian Humas rumah sakit Elisabeth Semarang, Probowatie Tjondronegoro, saat dihubungi Selasa petang.
“Benar karena kecelakaan kecelakaan di jalan tol, ada truk tak kuat mundur aku tak jelas,” kata Probowatie, lewat sambungan telepon.
Ia menjelaskan NH Dini sampai di UGD rumah sakit dalam kondisi tak sadar, namun dikabarkan meninggal beberapa saat kemudian. “Yang jelas akibat kecelakaan naik mobil,” kata Probowatie, menambahkan.
Menurut dia, selama ini NH Dini tinggal di rumah lansia Banyumanik, Kota Semarang yang kebetulan menjadi salah satu lembaga binaan Rumah Sakit Elizabeth Semarang.
“Ada rencana hari Jumat kami mau ke sana, kebetulan (rumah lansia) binaan kami,” katanya.
Baca: NH Dini Meninggal, Habiskan Masa Tua dengan Melukis
Perempuan dengan nama asli Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin, itu dilahirkan Kota Semarang 29 Februari 1936. Tercatat puluhan novel ia terbitkan dan populer di kalangan pembaca. Di antaranya Pada Sebuah Kapal (1972), La Barka (1975), Namaku Hiroko (1977), Orang-orang Tran (1983), Pertemuan Dua Hati (1986), Hati yang Damai (1998).