Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Tengkoe Amir Hamzah Pangeran Indra Poetera atau biasa dikenal dengan nama Amir Hamzah adalah seorang sastrawan Indonesia yang termasuk ke dalam angkatan Poedjangga Baroe.
Amir Hamzah lahir pada 28 Februari 1911 di Tanjung Pura, Langkat, Sumatra Timur. Namun, tanggal lahir Amir Hamzah diperdebatakan, pemerintah Indonesia mengakui 28 Februari 1911 sebagai tanggal lahir Amir Hamzah. Sedangkan, kakak Amir Hamzah, Abdoellah Hod mengatakan bahwa Amir Hamzah lahir pada 11 Februari 1911.
Dalam bukunya yang berjudul Amir Hamzah : Pangeran dari Seberang, NH Dini menyebutkan bahwa Amir Hamzah dididik dalam prinsip-prinsip Islam, seperti mengaji, fikih, serta tauhid.
Amir Hamzah banyak belajar di Masjid Azizi yang berlokasi di Tanjung Pura sejak usia muda. Diketahui Amir Hamzah menyelesaikan pendidikan di dua tempat yang berbeda, yaitu Sumatra dan Jawa. Namun, periode pendidikan formal Amir Hamzah juga menuai perdebatan.
Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa Amir hamzah mulai bersekolah formal pada 1916. Di sisi lain, biografer M. Lah Husny menulis bahwa Amir Hamzah mulai bersekolah formal pada 1918.
Pada 1914 atau 1925, Amir lulus dari sekolah dasar di Langkat dan pindah ke Medan untuk belajar di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Amir menyelesaikan studinya di MULO sekitar dua tahun. Setelahnya, ia memasuki hubungan formal dengan sepupu dari pihak ibunya, yaitu Aja Bun. Husny menuliskan bahwa keduanya memang sengaja dipertemukan dan dijodohkan untuk menikah oleh kedua orang tua mereka, tetapi Dini hanya menganggap hubungan tersebut sebagai sumpah untuk selalu setia.
Setelah menyelesaikan studinya di Medan, Amir pergi ke Batavia untuk melanjutkan studinya. Amir pergi ke Batavia sendirian menggunakan kapal Plancus dan setelah sampai di Batavia ia masuk di Christelijk MULO Menjangan. Di MULO Menjangan, Amir mempelajari beberapa konsep dan nilai-nilai yang terkait dengan kekristenan. Selain itu, amir juga aktif dalam Jong Sumatra.
Selanjutnya:
Di periode muda inilah, Amir menulis puisi pertamanya. Menurut Husny, Amir menulis puisi pertamanya karena ia patah hati setelah menemukan bahwa Aja bun telah menikah dengan pria lain tanpa sepengetahuan Amir. Sedangkan, Dini berpendapat lain, puisi pertama yang ditulis oleh Amir karena ia sangat rindu dengan ayah dan bundanya.
Setelah menyelesaikan studinya di Mulo Menjangan, Amir melanjutkan studinya ke Algemene Middelbare School (AMS) yang dijalankan oleh Boedi Oetomo di Surakarta. Di sana, Amir belajar Sastra timur dan juga bahasa, seperti bahasa Jawa, Sanskerta, dan Arab.
Saat menempuh studinya tersebut, Amir berjumpa dengan beberapa penulis, seperti Armijn Pane dan Achdiat Karta Mihardja. Selain itu, saat di Surakarta, Amir bergabung ke dalam gerakan nasionalis dan ia banyak bertemu dengan sesama perantau dari Sumatra serta banyak mendiskusikan masalah sosial rakyat Melayu Nusantara di bawah kekuasaan kolonial Belanda.
Di tahun 1930, Amir menjadi kepala cabang Indonesia Moeda di surakarta dan ia menyampaikan pidato dalam Kongres Pemuda 1930. Ia juga menjadi editor bagi majalah Garoeda Merapi.
Saat menempuh studi, Amir bertemu dengan Ilik Soendari dan ia jatuh cinta dengannya. Amir banyak mengajari Soendari bahasa Arab dan Soendari mengajari Amir bahasa Jawa.
Di tahun 1931, ibunda Amir meninggal dan ayahnya meninggal satu tahun kemudian. Otomatis, meninggalnya kedua orang tua Amir membuat ia tidak bisa dibiayai lagi. Akhirnya, setelah mernyelesaikan studi AMS-nya, Amir menulis surat kepada saudaranya supaya mengatur biaya studi lanjutanyya dibayar oleh Sultan Langkat. Pada 1932, Amir kembali ke Batavia dan memulai studi ilmu hukumnya dan ia mengambil pekerjaan paruh waktu sebagai guru.
Pada 1933, Amir dipanggil ke Langkat dan Sultan Langkat memberitahukan dua syarat yang harus dipenuhi oleh Amir jika ingin melanjutkan studinya, yaitu ia harus menjadi siswa yang rajin dan meninggalkan gerakan kemerdekaan Indonesia.
Selanjutnya: Mendapat penolakan Sultan Langkat, Amir semakin...
Mendapat penolakan Sultan Langkat, Amir justru semakin dalam terlibat dalam gerakan nasionalis dan membuatnya mendapat pengawasan Belanda secara ketat. Bahkan, studi hukumnya menjadi tertunda dan pada 1937 ia belum menyelesaikan studinya.
Pengaruh Amir dalam gerakan nasionalis semakin mengkhawatirkan Belanda dan membuat Belanda meyakinkan Sultan Langkat supaya menarik Amir pulang.
Akhirnya, pada 1937 Amir kembali ke Sumatra dan setibanya di Sumatra ia diberitahu bahwa ia akan menikah dengan putri tertua Sultan Langkat, yaitu Tengkoe Putri Kamiliah. Setelah menikah dengan Kamiliah, Amir memiliki gelar Tengkoe Pangeran Indra Poetera dan ia memiliki anak bernama Tengkoe Tahoera. Amir semakin disibukan dengan tugasnya di Kesultanan Langkat dan membuatnya jarang berkorespondensi dengan teman-temannya di Jawa.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, kesluruhan Pulau Sumatra dinyatakan sebagai bagian dari Republik Indoneisa dan Teuku Muhammad Hasan menjadi gubernur pertama Pulau Sumatra.
Pada 29 Oktober 1945, Hasan memilih Amir sebagai wakil pemerintah Indonesia di Langkat dan Amir menerima posisi tersebut.
Selanjutnya, Amir menangani banyak tugas, salah satunya adalah meresmikan divisi lokal pertama dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan membuka pertemuan berbagai cabang lokal dari berbagai parati politik nasional.
Di sisi lain, Revolusi Nasional Indonesia sedang berkobar dan kondisi Indonesia menjadi tidak stabil. Pada 1946, terdenganr suatu rumor bahwa Amir terlihat bersantap dengan perwakilan pemerintah Belanda yang kembali ke Sumatra.
Para bangsawan di Langkat menyadari tumbuhnya benih-benih kerusuhan dan pada 7 Maret 1946 terjadi revolusi sosial yang dimotori oleh faksi-faksi dari Partai Komunis Indonesia yang menentang feodalisme dan kaum bangsawan.
Saat itu, kekuasaan Amir dilucuti dan ia ditangkap. Bersama dengan anggota kesultanan yang lain, ia dikirim ke sebuah perkebunan yang dikuasai faksi Komunis di Kwala Begumit dan di sana ia dipaksa untuk menggali lubang dan disiksa.
Pada 20 Maret 1946, Amir Hamzah meninggal dengan 26 orang tahanan lainnya serta dimakamkan pada sebuah kuburan massal. Pada November 1949, jenazah Amir dipindahkan ke Masjid Aziziz, Tanjung Pura dan Amir diangkat menjadi pahlawan Nasional pada 1975.
Baca juga: Hari Ini 186 Tahun Lalu Mark Twain Lahir: Perjalanan Sastrawan Amerika Serikat
EIBEN HEIZIER
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini