Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Topeng berdasi, kacamata hitam

Lawak & lagu khas karawang, isi cerita disesuaikan dengan pola kehidupan masa kini. banyak yang sudah dikasetkan. (hb)

16 Februari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ENTAH dari mana asalnya, tapi pada tahun-tahun awal abad 20, di Karawang muncul seorang laki-laki bernama Banjet. Dia membawa rombongan pertunjukan bertopeng. Karena itu di Karawang (Ja-Bar) dan sekitarnya kemudian dikenal Topeng Banjet. Bentuk hiburan yang sampai sekarang tetap bernama Topeng Banjet itu terdiri dari lawak tari dan lagu dalam Bahasa Sunda lengkap dengan berbagai perangkat musik. Dahulu kala pertunjukan ini hanya digemari kalangan bawah dan banyak dimainkan di tempat-tempat umum yang terbuka, dari kampung ke kampung. Tapi akhir-akhir ini mulai muncul di hadapan penonton tingkat menengah. Seperti beberapa kali tampil di upacara wisuda Universitas Pajajaran dan Pasar Seni ITB. Kasetnya juga makin menyebar. Sebelum 1949 pemain Topeng Banjet masih memakai topeng sebagai penutup muka. Di zaman perang kemerdekaan, pemakaian topeng dilarang, karena ini bisa dianggap penyamaran oleh pihak musuh. Para pemainnya biasanya grup keluarga. Artinya, mulai dari si suami, istri dan anak-anak turut aktif. Dinyanyikan dengan beberapa kawih (lagu) Sunda, jalan ceritera biasanya berkisar pada si jawara (jagoan) atau penggambaran tentang keburukan dikalahkan kebaikan. Kini pemainnya sering mengenakan kostum seperti pemain sirkus bahkan berdasi dan kacamata hitam -- pokoknya disesuaikan dengan jalan ceritera. Isi ceritera tentu disesuaikan dengan pola kehidupan masa kini. Tetapi tetap menyuarakan kata hati dan harapan rakyat banyak. Tidak jarang diselipkan pula beberapa pitutur atau dakwah-dakwah keagamaan. Misalnya Topeng Banjet yang dikasetkan dari grup terkenal Daya Asmara pimpinan Ali Saban dengan judul Mana Tahaan. Lagu-lagu Sunda, terutama kilikan, rebab dan hentakan kendangnya, memang bisa menimbulkan berbagai rasa. Bahkan terkadang mengundang rasa erotis. Penari dalam Topeng Banjet biasanya mengikuti irama dengan goyang tubuh yang berlebihan. Mungkin dari goyangan inilah, kemudian muncul istilah geyol atau goyang Karawang. Sifat dan unsur-unsur asli dari topeng Banjet kini telah banyak berubah. Yaitu dengan diselipkan lagu, sementara dulu hanya berupa ceritera lucu atau bebodoran saja. Lawak dan lagu ini kini bahkan telah direkam dan kaset-kaset Topeng Banjet telah menggerayangi desa-desa yang sedang demam alat perekam. Menurut catatan Manan Kepala Kebudayaan Kantor P & P Karawang, kini tercatat ada 49 grup Topeng Banjet di daerahnya. Dari jumlah tersebut, hanya ada 3 buah saja yang menonjol. Grup Daya Asmara, Daya Sari dan Sinar Pustaka Warna. Dua yang pertama, telah memulai rekaman. Kabarnya tiap 3 kaset, mendapatkan imbalan sekitar setengah juta rupiah. "Makanya, kami lebih senang rekaman," kata Ali Saban, pimpinan Daya Asmara, "dibandingkan naik panggung." Menurut perkiraan Ali Saban, sejak 1977, grupnya telah menghasilkan 80 buah kaset. Karena laris, Ali Saban juga menaikkan tarif naik panggung. Sekali manggung, semalam suntuk, grupnya minta bayaran Rp 300.000. Topeng Banjet yang masuk kaset biasanya sudah di-"sensur" oleh pihak P & K Karawang. "Kami mencoba untuk menghilangkan kata-kata atau isi yang terlalu porno," tambah Manan dari instansi tersebut. Apa boleh buat, dialek Sunda dari Karawang memang termasuk kasar kalau dibandingkan dengan bahasa Sunda Parahiangan. "Jika itu harus diubah, terutama bebodoran yang khas Karawang," ujar salah seorang anggota grup Topeng Banjet, "ini jadi sayur tanpa garam." Seorang budayawan lokal Karawang seperti R. Ahmad Martasasmita, juga berpendapat: "Di luar Karawang, banyak kata dianggap porno, tapi dianggap biasa di daerah ini." Tapi akhirnya himbauan non porno dari pihak pemerintah daerah, ternyata tidak mendapat sambutan. "Ya, sudahlah," ujar seorang pejabat Kabupaten Karawang, "biarkan apa adanya seperti sekarang ini." Pokoknya, lawak dan goyang dengan sedikit porno, tak apa. Asal "titipan" pesan dari pemerintah bisa juga disalurkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus