Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Akan datangkah matahari murah ?

Pt kencana sakti indonesia menawarkan peralatan pengeringan bertenaga matahari. meski hari mendung, tetap jalan terus. ptp xxiii malang yang menghasilkan tanaman sudah lama mengidamkan sistem ini.(tek)

16 Februari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM suatu iklan, PT Kencana Sakti Indonesia menawarkan peralatan pemanas air bertenaga matahari, bikinan Australia. Bersamaan dengan itu barusan ini sebuah lokakarya berlangsung di Jakarta tentang penggunaan energi non-konvensional. Ini menandakan lagi bahwa Indonesia secara serius menerapkan teknologi pemanfaatan energi matahari. Menurut Ir. Billy Patuwo, staf ahli perusahaan itu, peralatan merk Edwards itu dipasarkan sejak Januari lalu. "Kami melihat prospek pemasarannya di Indonesia cukup cerah," ujarnya kepada TEMPO, "terutama di bidang industri." Ia menjelaskan bahwa salah satu pabrik pembuat sabun dan kosmetika besar mempertimbangkan untuk memasangnya. Minyak Nabati yang dipakai dalam proses produk si pabrik itu membutuhkan pemanasan dengan suhu konstan setinggi 60øC. Sebetulnya memanfaatkan panas matahari di Indonesia untuk pengeringan bermacam hasil pertanian dan industri makanan bukanlah hal yang baru. Padi, hasil palawija, buah-buahan, kayu, dendeng, ikan asin, krupuk dan entah apa lagi yang digelarkan di halaman rumah atau pabrik -- semuanya memanfaatkan sumber panas gratis itu. Namun dengan cara yang turun temurun ini, prosesnya lambat. Kalau matahari keburu menghilang di balik awan mendung, misalnya, barang yang belum sempat kering bisa jadi busuk. Juga pengotoran karena debu dan gangguan oleh ayam, itik, burung, tikus dan serangga, membuat cara ini tidak terlalu menguntungkan dari segi kesehatan dan kualitas barang. Kini tersedia peralatan sederhana yang teknologinya tidak rumit, seperti panel kolektor panas matahari, yang akan meningkatkan efisiensi prosesnya dan menjamin kebersihan, karena pengeringan dapat dilakukan di tempat tertutup. Tersedia pula tempat penimbun kelebihan panas, yang dapat dipakai bila matahari tidak bersinar, hingga proses pengeringan tidak akan terputus. Sistem aktif semacam ini dapat dipasang di atap atau dinding pabrik atau rumah sebagai pengganti atau pelengkap peralatan pengeringan yang sudah ada. Kolektor itu berupa suatu peti dangkal, dengan dasar hitam, dan atasnya ditutup dengan kaca. Cahaya dari luar dapat menembus kaca itu, tapi gelombang panjang panas yang terbentuk dam dasar hitam itu tak dapat kembali keluar, sehingga panas itu terperangkap. Air atau udara yang dipompakan melalui kolektor itu -- menggunakan jaringan pipa tembaga -- segera menjadi panas. Air atau udara panas itu dapat disalurkan ke tempat pengeringan atau disimpan dalam tempat penimbunan untuk dipakai lain waktu. Sangat Ringan Sistem semacam ini tidak mempergunakan bahan bakar minyak atau pun energi listrik. Biaya eksploitasinya sangat ringan, terutama dalam jangka panjang. Juga ia tidak menimbulkan polusi oleh buangan hasil pembakaran. Suhu yang dihasilkannya sekitar 70ø-80øC akan cukup memadai untuk kebanyakan industri pertanian dan makanan. Direktur Perkebunan Negara PTP XXIII di Malang Selatan, Ir. Suharso sudah lama mengidamkan sistem pengeringan semacam itu bagi pabriknya. Perkebunan itu menghasilkan aneka tanaman seperti teh, kopi dan coklat. Setiap musim sejumlah 3.000 ton coklat yang harus dikeringkan dengan suhu sekitar 70øC. Dengan sistem oven yang dipanaskan oleh brander minyak solar setiap musim menghabiskan 300 ribu dengan harga sekitar Rp 10 juta. Agaknya dalam tahun 1980 ini tiba waktunya bagi PTP tadi untuk merealisasikan impiannya. Ir. Suharso sudah menghubungi pabrik mesin dan konstruksi raksasa, PT Barata (milik negara) di Surabaya. Ia berunding dengan Ir. Noertadjib Mahdi, Kepala Biro Litbang pabrik mesin itu. PT Barata akhirnya menyanggupi untuk membuat peralatan pengeringan bertenaga matahari itu. Unsur paling penting dari peralatan ini adalah panel pengumpul panas atau kolektor, yang terdiri dari selembar aluminium gelombang, berukuran 1 x 4 meter, yang sebelahnya dicat hitam. Seluruhnya dikelilingi oleh bingkai selebar 30 cm, dan di atasnya ditutup dengan dua lembar kaca 3 mm, berjarak sekitar 20 mm satu dengan lain. Di belakang lembaran aluminium itu jaringan pipa tembaga disolder. Jaringan itu melingkar dan mengisi setiap alur aluminium bergelombang itu. Empatpuluh kolektor semacam ini, berjajar 10, membentuk 1 unit seluas 10 x 16 meter. Semua jaringan pipa tembaga saling berhubungan dan akhirnya bermuara dalam satu pipa induk. Udara panas yang terbentuk di belakang kolektor itu disedot oleh sebuah pompa dan dihembuskan ke dalam peti pengering. Peti pengering itu berupa sebuah kotak yang dilengkapi dengan roda, agar mudah dipindahkan. Di dalamnya terdapat sejumlah laci bersaf, tempat ditebarkan biji coklat yang mau dikeringkan Setiap peti memuat 350 kg coklat yang dapat dikeringkan dalam waktu 24 jam. Satu unit kolektor bisa melayani 3 peti sekaligus. Bisa Lebih Murah Semua panas yang tidak terpakai dalam peti pengering itu disalurkan ke tempat penimbunan panas berupa sebuah peti besar berisi beberapa meter kubik batu kerikil. Kerikil ini ternyata dapat menyimpan panas selama waktu cukup lama. Panas yang tersimpan itu dapat digunakan waktu malam untuk melanjutkan proses pengeringan, sampai matahari terbit lagi esok hari. Sudah tentu semua komponen -- seperti kolektor, jaringan pipa, peti pengering dan penimbun -- terisolasi dengan baik, agar tidak ada pemborosan panas keluar. Sebagai cadangan, seluruh sistem itu dihubungkan dengan sebuah tungku pembakar kayu, yang sewaktu-waktu dapat diaktifkan bila ternyata matahari tidak berfungsi selama beberapa hari karena hujan misalnya. Untuk dapat mengerjakan pengeringan di PTP XXIII itu dengan efisien, seluruhnya dibutuhkan 15 unit. Harga per unit sekitar Rp 25 juta. Unit-unit itu akan selesai secara berangsur mulai pertengahan tahun ini. PT Barata dalam hal ini bekerja sama dengan Dr. M.S.A. Sastroamidjojo MSc., Kepala Pusat Penelitian Penerapan Tenaga Matahari (P3TM), FIPA UGM Yogyakarta Di lembaga ini sejak 2 tahun lalu dikembangkan suatu prototipe unit pengeringan dengan tenaga matahari. Juga teknik penimbunan panas dengan batu kerikil dikembangkannya bersama dengan LAPAN. Harga peralatan itu masih cukup tinggi. "Tapi bisa lebih murah kalau sudah diproduksi secara masal," ujar Ir. Noertadjib dari PT Barata. Ia menjelaskan bahwa selain PTP XXIII itu, juga sebuah perkebunan di Ja-Teng menyatakan minatnya untuk membeli peralatan pengering bertenaga surya itu. Agaknya PT Barata bakal cukup sibuk. Sementara itu PT Kencana Sakti Indonesia di Jakarta ikut menggalakkan permintaan akan produk dengan tenaga matahari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus