Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Cirebon - Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, menjalankan tradisi Jamasan Gerbong Maleman menyambut Lailatulkadar. Tradisi jamasan yang dilakukan dengan menyiapkan saji maleman di Kompleks pemakaman Sunan Gunung Jati, itu menerapkan protokol kesehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ibadah Ramadan harus dijalankan, begitu juga dengan tradisi Jamasan Gerbong Maleman. Dan ini dalam menyambut malam Lailatulkadar," kata Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati (PRA) Arief Natadiningrat di Cirebon, Selasa 12 Mei 2020. Tradisi Jamasan Gerbong Maleman dilakukan pada malam ganjil, tepatnya pada 10 hari terakhir bulan Ramadan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat tradisi jamasan berlangsung, ada lilin dan delepak atau lampu dengan minyak tanah dan sumbu pendek yang menyala, serta ukup sebagai pengharum di makam Sunan Gunung Jati hingga makam Sultan Sepuh XIII. Perlengkapan yang digunakan pada saji maleman di antaranya gerbong atau peti yang terbuat dari kayu, guci, mangkok keramik, dan botol.
Ilustrasi berbagai barang keramik untuk Jamasan Gerbong Maleman. Foto: Antaranews
Perlengkapan untuk tradisi Jamasan Gerbong Malemen itu dibawa menuju makam Sunan Gunung Jati oleh pasukan khusus, yakni Kraman Astana Gunung Jati. Pasukan yang membawa tombak itu berjalan sekitar enam kilometer, dari Keraton Kasepuhan Cirebon menuju makam Gunung Jati.
Pelaksanaan tradisi Jamasan Gerbong Maleman ini menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus corona. Mereka yang terlibat dalam acara jamasan wajib memakai masker.