Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Meskipun Kerajaan Mataram Islam, cikal bakal Keraton Yogyakarta, telah berdiri sejak 1584 silam, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) usianya baru genap 270 tahun pada 13 Maret 2025 mendatang. Dalam setiap peringatan hari jadi provinsi, salah satu tradisi yang dilakukan kalangan pejabat dan masyarakat di Yogyakarta adalah menggelar ziarah di tiga makam para leluhur pendiri Kerajaan Mataram.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga lokasi makam itu adalah Astana Kuthagede (makam raja-raja Mataram di Kotagede Kota Yogyakarta), Astana Pajimatan (makam raja-raja di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul), dan Astana Girigondo (makam adipati) di Kabupaten Kulon Progo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tradisi ziarah dan tabur bunga di makam raja-raja Mataram, para adipati, serta leluhur yang dianggap telah berjasa bagi lahirnya provinsi DIY tersebut digelar serentak pada Selasa, 18 Februari 2025.
Selain kalangan pejabat, juru kunci abdi dalem Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pura Pakualaman juga turut serta dalam prosesi ziarah dan tabur bunga itu.
Pangeran Mangkubumi di Eera VOC
Bagian urusan Keistimewaan atau Paniradya Pati Kaistimewan DIY Aris Eko Nugroho mengatakan, berdirinya Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta pada 1755 merupakan perjuangan panjang Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan Hamengku Buwono I, dalam melawan penindasan dan campur tangan VOC Belanda terhadap Kerajaan Mataram kala itu. Di saat Kerajaan Mataram Islam melemah karena pengaruh VOC, Pangeran Mangkubumi menjadi sosok yang bergerak memperjuangkan kedaulatan.
"Perlawanan bersenjata Pangeran Mangkubumi itu berlangsung selama 9 tahun, hingga lahirnya Perjanjian Giyanti pada Februari 1755 yang diikuti peristiwa Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat (berdirinya Keraton Yogyakarta)," ujar Aris, Selasa.
Status Daerah Istimewa
Menurut Aris, terbentuknya Yogyakarta tak bisa lepas dari berdirinya Keraton Yogyakarta yang terus berkembang menjadi cikal bakal provinsi DIY. Sejarah dan asal usul yang panjang itu yang kemudian dinilai membuat Yogyakarta berbeda dengan daerah lainnya hingga memiliki status daerah istimewa karena terbentuk lebih dulu sebelum NKRI.
"Asal usul inilah yang menjadi salah satu keistimewaan Yogyakarta sehingga kita berpijak dari sejarah ini," kata dia.
Kompleks Makam Pajimatan Imogiri sendiri merupakan makam-makam dari raja keturunan Mataram mulai dari masa Mataram Islam hingga masa kerajaan terbagi menjadi dua Yogyakarta dan Surakarta. Makam Pajimatan Imogiri yang pembangunannya diprakarsai oleh Sultan Agung pada 1632 - 1645 itu terdapat makam raja-raja yang memerintah Mataram sebelum kerajaan dibagi menjadi dua. Para raja itu antara lain Sultan Agung dan Susuhunan Amangkurat II (Amral) hingga makam Sultan Hamengku Buwana I, III, IV, V, VI, VII, VIII, dan IX ada di makam Imogiri ini.
Makam Raja Kotagede
Adapun Sultan HB II dimakamkan terpisah di makam raja-raja di Kotagede. Alasannya, pada saat itu sedang berkecamuk Perang Jawa, sehingga tidak memungkinkan untuk diadakan prosesi di Imogiri.
Kompleks Makam Raja Kotagede yang merupakan kompleks makam bagi raja-raja Mataram Islam pertama dibangun oleh Panembahan Senopati. Di Kotagede terdapat makam raja pertama Mataram Islam, Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati, dan raja kedua Mataram Islam, Mas Jolang atau Panembahan Hanyakrawati. Ayah Panembahan Senopati, yakni Ki Ageng Pemanahan dan Raja Pajang, Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya, juga dimakamkan di kompleks Makam Raja Kotagede ini.