Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Warna-Warna Di Perbatasan

Negara bagian kelantan, malaysia, merupakan tempat dimana syi'ar islam sangat dominan dan merupakan acuan kultur-kultur siam, budha dan melayu yang cukup menghargai seni rupa, seni tari dan seni musik.

17 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BECAK Kelantan -- dan juga di beberapa negeri Pantai Timur lain di SeInenanjung Melayu -- hampir tak beda dengan becak Medan. Pengemudinya tak berada di depan penumpang, juga bukan di belakang seperti becak di Jawa. Melainkan di samping, sejajar dengan penumpang. Dipanggil "becak" si pengemudi tak akan menoleh. Sebab di sana namanya "teksi roda tiga". Mungkin lantaran harga diri orang Kelantan - yang di mata orang Kuala Lumpur sering dianggap agak ekstrim. Iamun orang Kelantan juga terkenal kreativitasnya. Dan itulah konon modal utama rakyat Negeri Kelantan yang kuranglebih 750 ribu jiwa -- negara bagian paling miskin di Malaysia. Baru tahun 1909 lepas dari penjajahan Siam (Muangthai) untuk beralih ke bawah penjajahan Inggeris sampai 1957, negeri ini merupakan tempat di mana syi'ar Islam sangat dominan. Mungkin karena tak punya tambang timah, dan kurang tepat untuk perkebunan karet, dan kelapa sawit tak ada perantauan orang Cina atau India secara besar-besaran. Berbeda dengan di Pantai Barat Semenanjung yang dulu lebih langsung diperintah Inggeris. Sehingga kultur Melayu-Siam berkembang dengan subur di Kelantan. Ini juga berkat dukungan Sultan Kelantan, yang seperti tetangganya di selatan, Sultan Trengganu, cukup menghargai seni rupa seni tari dan seni musik. Hanya di Keiantan dan Trengganu ada gamelan dan wayang kulit. Berbagai hasil kesenian rakyat Malaysia, yang dipajang di kedai-kedai Kuala Lwllpur, berasal dari negeri perbatasan Malaysia-Muangthai ini. Katakanlah apa saja. Layang-layang Kelantan (wau) yang diabadikan dalam simbol Malaysia Air System (MAS). Kain songket dan batik Malaysia. Kerajinan perak Malaysia. Wayang kulit dengan tokoh-tokoh Seri Rama, Siti Dewi (Sinta ?), Rahwana serta pengikut-pengikut kedua front. "Berkhalwat" Berduaan Juga ukiran kayu, gading, emas dan perak untuk hiasan keris, perabot, pintu, panel dan sebagainya, yang bercorak Melayu, Siam, geometris dan kaligrafis. Semuanya dari Kelantan. Anda ingat waktu pembukaan S Games yang lalu di Kuala Lumpur, rombongan besar penabuh rebana yang cepat, monoton dan sangat dinamik itu, juga diambil dari Kelantan. Tak mengherankan, orang Malaysia sendiri menjuluki negeri Islam di utara itu sebagai Yogya atau Bali-nya Malaysia. Dengan mata pencaharian utama bertani padi (negeri-negeri Islam di pantai Timur itu kebetulan juga lumbung padi Malaysia Barat). serta menangkap ikan, hasil penjualan pelbagai kerajinan rakyat itu bolehlah sedikit menambah pendapatan penduduk. Meskipun --seperti halnya banyak produk pedesaan lainnva keuntunau terhesar lebih banyak jatuh ke tangan pemilik kedai di Kota haru atau Kuala Lumpur, pengusaha lori (truk), serta pedagang perantara barang kerajinan. Mereka ini kebanyakan pribumi (Melayu) juga. Selepas panen raya, rakyat bersuka ria. Siang hari adu layangan atau gasing. (asing Kelantan bukan mainan anak kecil. Sebab gasing pipih bergaris tengah segede piring makan itu sudah tentu membutuhkan tenaga orang dewasa untuk mengayunkannya agar dapat ber pusing sampai sehari lamanya. Begitu pula layangan (wau). Yang diadu bukan ketajanlan benanggelasannya, tapi kebesaran, keindahan, serta merdu dan kerasnya denungannya. Malam hari ada pertunjukan Inakyong, sendratari Malaysia yang berasal dari Keraton-Keraton Kelantan dan Pattani (kini Muangthai Selatan) yang hampir semua perannya dimainkan wanita. Jenis teater ini juga terdapat di Riau, dan pernah juga dibawa ke TIM Jakarta. Juga ada menora, sejenis ludmk yang semua perannya dimainkan pria. Hanya jenis ini biasanya dimainkan dekat kuil-kuil Budha di Kelantan. Memang wansan rupanya. Suburnya berbagai bentuk kesenian rakyat yang merupakan acuan kultur-kultur Siam, Buddha, dan Melayu pra maupun purna-lslam, memang cukup unik di negara bagian di mana semangat ulama sangat kuat. Hari Jum'at merupakan hari libur umum di sana, seperti juga di Trengganu, Kedah Perlis dan Johor. (Di Indonesia hari libur Jum'at hanya dipakai kalangan swasta Islam, baik untuk perusahaan maupun sekolah-sekolah). Hari Ahad tentu saja merupakan hari kerja biasa. Dan meskipun turis luar negeri selalu dihimbau untuk berkunjung ke Pantai Cinta Berahi, secercah pesisir indah dekat muara Sungai Kelantan, orang Kelantan sendiri dapat didenda M$ 100 - 150 bila tertangkap basah sedang "berkhalwat" (indehoi di tempat sunyi di sana). Mahkamah Syari'ah Negeri Kelantan. Novelis & Pelacuran Lantas, pergi ke mana pemuda pemuda yang suka pacaran? "Beliabelia di sini biasanya pergi ke Golok di Negeri Siam, menyeberangi sungai. Di sana orang bebas saja berkhalwat," ujar seorang pemuda Kelantan yang disapa GY Adicondro dari TEMPO. Dan sementara di Kelantan sendiri tak ada tempat pelacuran, sedang berzina dapat dihukum lebih berat oleh Mahkamah Syari'ah, menurut observasi sastrawan Malaysia Yahaya Ismail tak sedikit pelacur muda yang beroperasi di hotel dan kelab malam di Pulau Pinang, Ipoh, Kuala Lumpur, Melaka bahkan sampai ke Singapura, berasal dari Kelantan. Mereka terhempas karena kemiskinan atau nafsu ingin kaya, karena kawin terlalu muda atau menurut Yahaya karena perceraian yang masih terlalu mudah. Tak kalah pentingnya: karena dibubarkannya pusat pelacuran terselubung di Kota Bharu, Hiariz Park, yakni sebuah tempat yang lebih dulu sudah ditelanjangi oleh Novelis Ishak Haji Muhammad dalam bukunya Jalan ke Kota Blaru sekitar tahun 1950-an. Buku ini menggemparkan masyarakat Islam di sana. Kini ada pula kesibukan baru. Semenjak krisis politik di Kelantan bermula dari 'undi tak percaya' Dewan Undangan Negeri (DPRD) kepada Menteri Besar Kelantan, Datuk Mohammad Nazir -- ratusan polisi setempat, polisi federal dan polisi hutan dengan seragam hijau lorengnya, lalu-lalang di Kota Bharu, lengkap dengan truk dan pansernya. Itulah pertanda berlakunya keadaan darurat perang di Kelantan, yang didekritkan Pemerintah Pusat di Kuala Lumpur, setelah gelombang-gelombang demonstrasi di minggu terakhir bulan Oktober. Sampai kapan keadaan darurat dan 'perintah berkurung' (jam malam mulai pk. 12 tengah malam) berlaku, tak ada yang tahu. Maklumlah, demonstrasi besar-besaran seperti itu baru pertama kali terjadi sejak Persekutuan Tanah Melayu merdeka. Juga kehadiran Angkatan Bersenjata sebagai pertanda SOB. Boleh jadi turis akan enggan ke sana, padahal turisme merupakan satu sumber penghasilan tambahan bagi seniman-seniman rakyat Kelantan, pengusaha kedai kerajinan. rakyat, kedai makan, hotel, teksi roda tiga (beca), kereta sewa (taksi), serta bus keluar kota. Turis-turis kan tak begitu faham politik tingkat tinggi antara Datuk-Datuk dan Tengku-Tengku di Kuala Lumpur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus