Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Yang 'Gress' tapi Tidak 'Gerr'

Lenong Bocah Gress muncul di TPI. "Meminjam" nama dan ketenaran Lenong Bocah, daya pikatnya masih bertanda tanya.

29 Agustus 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LENONG Bocah, yang dulu populer, kini kembali ke layar kaca. Di belakang namanya, sekarang ada embel-embel "Gress". Tapi, pemunculan perdana Lenong Bocah Gress di Televisi Pendidikan Indonesia pada Minggu sore, dua pekan lalu, selain terkesan kurang jenaka, jauh dari humor orisinal dan miskin improvisasi sebagaimana layaknya sebuah pertunjukan lenong. Alhasil, episode perdananya berjudul Tarzan dan Saras 008—menampilkan Masahiro, 12 tahun, dan Dita, 9 tahun, sebagai pemain utama—tidak memenuhi harapan penonton. Soalnya, mereka mendambakan tontonan setingkat Lenong Bocah, serial komedi yang sukses menghiasi layar TPI sepanjang 1993-1997. Kekecewaan terlontar dari kawasan Green Garden, Jakarta Barat. Ayu Andika, 17 tahun, pelajar SMA Regina Pacis, Bogor, berkomentar, "Lenong Bocah kok jadi enggak lucu banget?" Ayu dan berapa penonton lain barangkali lupa bahwa yang ditontonnya bukanlah Lenong Bocah (LB), melainkan Lenong Bocah Gress (LBG). Memang tak adil membandingkan LBG yang baru meluncurkan episode pertama itu—dari 13 episode—dengan 240 nomor Lenong Bocah, yang pernah menjadi acara andalan TPI. Sandiwara komedi itu memikat anak-anak, juga pemirsa muda dan tua terpaku di depan televisi. Dan bila piala bisa dijadikan ukuran mutu, LB memang unggul dalam hal itu. Serial ini berhasil meraih enam Piala Vidia dalam Festival Sinetron 1994-1996. Sukses LB membuat LBG, apa boleh buat, harus menelan sebuah dalil yang berlaku umum: meniru ketenaran selalu lebih sulit ketimbang menciptakannya. Tentu ini bukan berarti pihak TPI semata-mata menjiplak LB. Namun, sulit dihindarkan bahwa LBG—setidaknya pada beberapa episode awal—akan cenderung dilihat pemirsa lewat "kacamata" Lenong Bocah. Primora Sasongko, produser acara komedi Lenong Bocah Gress TPI, mengatakan LBG dimaksudkan untuk mengisi kekosongan tayangan anak-anak di televisi yang berbentuk drama, khususnya drama komedi. Sedangkan Aditya Gumay, bos Sanggar Ananda, yang menyuplai semua artis—baik untuk LB maupun LBG—dan melakukan semua pekerjaan praproduksi LBG, menyebutnya sebagai tayangan yang sama sekali baru. Lantas, apa yang membedakan LB dan LBG? Para pemainnya berasal dari sanggar yang sama. Sutradara, penulis naskah, dan pengatur laku LBG pun terdiri atas orang-orang yang sama dengan LB. Maka, unsur baru hanya bisa ditemukan dalam beberapa hal, misalnya cerita. Sementara Lenong Bocah lebih mengandung unsur topeng Betawi dan mengambil cerita dari kehidupan sehari-hari, LBG memilih dongeng-dongeng dunia atau cerita populer yang diparodikan dalam tutur bahasa Betawi yang akrab—misalnya Romi dan Yuli, Lebai Malang, Cinderella, dan Tarzan. Cerita ini cuma diambil intisarinya, lalu "diterjemahkan" dalam pandangan anak-anak dengan latar Betawi. Format pertunjukannya juga berubah. Di dalam LBG, unsur lenong jauh lebih menonjol. Ada gambang kromong, interaksi pemain dan penonton, serta dukungan narator yang disebut komeng. Sedangkan LB sebetulnya lebih mengambil bentuk topeng Betawi. Hal baru yang lain adalah kemasannya. Lenong Bocah dikemas secara cine per cine, sementara Lenong Bocah Gress dikemas untuk konsep panggung. LBG menampilkan sekitar 40 artis cilik dari Sanggar Ananda, di antaranya Puput, Lia, Ilham, Masahiro, dan Dita. Aditya bahkan menjagokan Dita sebagai calon bintang yang punya kapasitas lebih tinggi dari Okky Lukman—bintang LB yang meraih Piala Vidia dalam Festival Sinetron 1994. Namun, pendapat ini masih terlalu dini dan perlu waktu untuk membuktikannya. Satu hal, Aditya, yang bersama Adra P. Daniel menulis naskah cerita LBG, yakin bahwa perubahan atas berbagai pendekatan terhadap LBG akan bermanfaat bagi perkembangan akting para artis cilik. Mengapa? Dalam Lenong Bocah, mereka harus memainkan jenis drama komedi dengan kapasitas anak-anak—sesuatu yang amat sulit jika tidak didukung oleh pemain berbakat. Sedangkan tayangan Lenong Bocah Gress lebih banyak mengandung unsur lawak, unsur santai, dan bermain-main—sebuah dimensi yang kian hilang dari dunia kanak-kanak, kini, justru tatkala mereka terlalu banyak "direcoki" orang dewasa. Hermien Y. Kleden, Mustafa Ismail, Yayi Ichram

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus