Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Yogyakarta Ditarget Jadi Pusat Fashion Dunia pada 2028, Desainer Siapkan Strategi

Berbagai upaya digenjot Pemerintah DIY salah satunya melalui gelaran Jogja Fashion Week sebagai ruang berbagi ilmu dan berekspresi.

24 Januari 2024 | 18.15 WIB

Pegiat fashion Yogyakarta mengikuti perhelatan  fashion show Spotlight Culture: Then And Now di Pos Bloc Pasar Baru Jakarta, Sabtu (18/11/2023). Dok.istimewa
Perbesar
Pegiat fashion Yogyakarta mengikuti perhelatan fashion show Spotlight Culture: Then And Now di Pos Bloc Pasar Baru Jakarta, Sabtu (18/11/2023). Dok.istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Yogyakarta - Gaung menjadikan Yogyakarta sebagai salah satu pusat fashion setahun belakangan terus menggema. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X pun telah menargetkan, para pegiat fashion yang ada di Kota Gudeg dapat berkontribusi mewujudkan cita-cita Yogyakarta sebagai pusat fashion dunia itu pada 2028.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Berbagai upaya digenjot Pemerintah DIY salah satunya melalui gelaran Jogja Fashion Week sebagai ruang berbagi ilmu dan berekspresi para pegiat fashion baik dari Yogya dan mancanegara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Lantas, bagaimana persiapan dan strategi di kalangan desainer membangun industri fashion di Yogyakarta untuk mewujudkan mimpi besar Yogya pusat fashion dunia itu?

“Yang perlu dipegang pertama desainer adalah menjadikan karya sebagai poros utama di dunia fashion,” kata Sutardi, salah satu pegiat fashion populer asal Yogyakarta pada Rabu, 24 Januari 2024.

Pendiri brand Farah Button yang telah mengembangkan bisnisnya melalui belasan toko di Yogyakarta, Bali, dan Tegal itu menuturkan bahwa pegiat fashion perlu jeli melihat tren fashion dunia yang terus berkembang pesat saat ini dalam acuan karyanya.

"Seperti awal 2024 ini, kita lihat tren dunia konsisten dengan desain yang simple, meskipun pemilihan warna juga tetap menjadi fokus, sehingga pasar bisa memilih sesuai minat masing-masing," kata Sutardi yang selama ini aktif di berbagai ajang perhelatan fashion nasional itu.

"Berkaca dari tren itu, kita bisa menyiapkan karya yang penuh warna, didominasi warna cerah dan neon, tapi tidak meninggalkan warna netral yang soft seperti hitam, putih, dan clay sebagai warna dasar fashion," imbuh pegiat fashion yang merintis brandnya sejak 2016 silam.

Desainer yang dalam produksinya melibatkan 300 orang UMKM di sejumlah rumah konveksi Yogyakarta itu menuturkan pegiat fashion perlu terus mengobeservasi keinginan pasar. Dengan mempelajari dinamika setahun ke belakang terutama permintaan atau produk apa yang paling sering dicari.

"Desainer perlu membuat karya tanpa meniru dan menjadi trendsetter," kata dia.“ Percayalah bahwa tren yang kamu ciptakan akan diminati oleh pasarmu dengan karya hasil observasi tersebut,” tuturnya.

Sutardi menuturkan untuk menggerus kebosanan pasar tak lain dengan intens mengeluarkan karya dan menciptakan produk baru dari bahan dan desain baru tanpa menghilangkan ciri khas.

"Kemasan karya juga harus lebih baik lagi agar tampak elegan. Sebab, penampilan produk akan membuat pelanggan lebih sayang dengan apa yang mereka dapat," ujarnya.

Pada 2024 ini, Sutardi menilai pasar fashion juga semakin cerdas, sehingga perlu untuk desainer meningkatkan kualitas baik bahan dan jahitan serta pola yang lebih baik lagi.

"Jangan ragu produksi ulang produk best seller sampai permintaan terpenuhi, sembari tetap pendekatan lebih kepada pasar," kata dia. “Jangan ragu minta masukan pasar terhadap produk fashion yang sudah diluncurkan, bukan minta pujian, agar kualitas makin meningkat,” Sutardi menambahkan.

Sutardi menurutkan fashion merupakan industri yang terbuka sehingga antara produsen dan konsumen harus berelasi baik. 

"Misalnya membuat apresiasi ke pelanggan, jika memungkinkan dan tersedia budget, berikan gift beserta katalog terbaru," kata dia. 

Meski demikian, Sutardi mengingatkan tiap desainer fashion menjaga produktivitas. "Jangan lupa membuat karya baru, bisa setiap bulan, agar pasar punya banyak pilihan dengan produk yang ada,” kata dia.

PRIBADI WICAKSONO

Mila Novita

Mila Novita

Bergabung dengan Tempo sejak 2013 sebagai copywriter dan bergabung dengan redaksi pada 2019 sebagai editor di kanal gaya hidup. Kini menjadi redaktur di desk Jeda yang meliputi gaya hidup, seni, perjalanan, isu internasional, dan olahraga

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus