Berkat kegigihan kakaknya, mayat Tutik diketemukan di bawah lantai ruang makan rumahnya. Berkat bantuan dukun? NYONYA Ida Rin Sri Wahyuni bukan Dee Dee McCall, detektif wanita dalam serial televisi Hunter. Tapi kegigihannya membongkar kasus pembunuhan adiknya sangat mengagumkan. Selama lebih dari lima tahun, sejak adiknya, Sri Mahyastuti, dinyatakan hilang oleh suaminya, Rachimin Suyitno, Ida melacak sendiri kasus tersebut. "Sebagai anak tertua, saya merasa bertanggung jawab terhadap keselamatan keluarga," ujar anak pertama dari tujuh bersaudara itu. Semua anggota keluarganya mendukung tekad Ida itu. Ia juga penasaran melihat sikap Rachimin Suyitno (Amin) yang tampak acuh tak acuh atas nasib Tutik -- panggilan akrab Sri Mahyastuti- yang disebutnya meninggalkan rumahnya di Jalan Mendut I Semarang sejak Oktober 1985. Setiap kali ditanya, Amin menjawab sinis, "Kayak tidak tahu kelakuan adikmu saja. Adikmu kan minggat ke Jakarta dengan cukong," katanya, seperti ditirukan Ida, yang memang hobi menonton film detektif itu, kepada TEMPO. Bagi Ida, 37 tahun, jawaban dan sikap Amin itu menyakitkan. Sekaligus membangkitkan janda tanpa anak itu melacak misteri kepergian Tutik. "Hanya dengan bukti puntung rokok saja, Hunter membongkar kasus pembunuhan, masa saya ndak bisa begitu," ujar Ida. Pada 1986, "detektif" Ida mulai melacak ke Jakarta. Semua kenalan dan famili didatangi dan diberi foto Tutik. Untuk memudahkan pelacakan, tak tanggung-tanggung, ia mengontrak rumah di bilangan Mampang, Jakarta, selama dua tahun. "Seluruh Jakarta sudah saya aduk-aduk, tapi hasilnya nihil," ujarnya. Biar begitu, Ida tak mau menyerah. Kiat baru dicoba: minta bantuan paranormal dan dukun. Selama dua tahun- hingga 1991- sambil berdagang batik sutera dan batu permata, Ida keluar masuk kota mencari dukun terkenal. "Lebih dari 20 dukun saya datangi, hampir semuanya menyatakan bahwa Tutik sudah meninggal," ujar Ida. Dukun terakhir yang didatanginya, orang Dayak di Kalimantan Tengah. "Dukun ini yakin betul bahwa Tutik mati dibunuh dan mayatnya dikubur dalam rumah." Untuk pengembaraannya itu, Ida menghabiskan ongkos jutaan rupiah. Atas petunjuk itu, Ida menyelinap ke rumah adiknya, pada 20 Mei 1991. Kebetulan rumah itu kosong, karena Amin sudah pindah ke rumah Lasmi, istri yang baru dinikahinya secara siri. Di situ, ia menemukan akta kelahiran atas nama Evi (bukan nama sebenarnya). Anehnya, Evi disebut anak hasil perkawinan Amin dengan Tutik. "Umur anak itu empat tahun, padahal setahu saya anak Tutik hanya satu laki-laki, dan usianya sudah 11 tahun," kata Ida. "Melihat itu, kecurigaan saya semakin kuat bahwa Tutik sudah meninggal, dan Amin terlibat." Esok harinya, Ida datang lagi. Kali ini bersama lima orang tukang batu: untuk membongkar lantai rumah, sesuai dengan petunjuk dukun tadi. Pembongkaran terhenti karena Ida keburu ditangkap polisi dengan sangkaan membongkar rumah orang. Ketika diperiksa, Ida ganti melapor perihal adiknya, yang sudah lima tahun menghilang. Hasil pelacakannya dibeberkan semua kepada polisi. Ahad pekan lalu, Amin ditangkap. Wakil Kepala Gudang Perum Perhutani Jawa Tengah itu mengaku kepada polisi bahwa ia membunuh Tutik dengan cara membenturkan kepalanya ke tembok. "Saya jengkel karena Tutik sering pergi dengan laki-laki lain sampai berhari-hari," katanya. Tapi, katanya, ia tak sengaja membunuh. Maka, begitu dilihatnya Tutik meninggal, Amin panik, lantas menguburkannya di bawah lantai ruang makan. Ketika kubur Tuti dibongkar, terlihat kerangka yang terbungkus kain parasit merah kotak-kotak, masih utuh. Tapi pada tulang kaki kiri dan rambut kepala, ada bekas luka bakar. Rahang bawah dan tulang rusuknya juga retak. "Motif pembunuhan dan penyebab kematian belum jelas. Sebab pemeriksaan terhadap Amin belum selesai," tutur Kapoltabes Semarang Letkol. (Pol.) Gunawan. Aries Margono dan Hedy Lugito (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini