Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font face=arial size=1 color=brown><B>Korupsi Sisminbakum</B></font><BR />Satu per Satu Dulu

Jaksa mendakwa Romli Atmasasmita bersama Yusril Ihza Mahendra dan Hartono Tanoesoedibjo melakukan permufakatan jahat. Dakwaan itu dinilai janggal karena status ketiganya berbeda.

11 Mei 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELAMA tiga jam Romli Atmasasmita khusyuk mendengarkan dakwaan yang dibacakan jaksa. Sesekali, Senin pekan lalu itu, mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia tersebut mencoret-coret kertas di tangannya. Inilah hari pertama Romli disidang sebagai terdakwa kasus korupsi proyek Sistem Administrasi Badan Hukum alias Sisminbakum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Ketika Ketua Majelis Hakim Syahrial Sidik bertanya apakah dirinya mengerti dakwaan jaksa, Romli menyahut cepat: bingung. ”Saya ingin penjelasan, dakwaan ini pada saya atau Yusril,” tanyanya. Menurut dia, bagaimana mungkin statusnya dibedakan dengan Yusril dan Hartono, padahal mereka didakwa melakukan permufakatan jahat bersama-sama.

Dalam berkas dakwaan setebal 73 halaman, jaksa memang menyebut Romli melakukan permufakatan jahat dengan Direktur Utama PT Sarana Rekatama Dinamika Yohanes Waworuntu, Ketua Koperasi Pegawai Pengayoman Departemen Kehakiman Ali Amran Djanah, serta saksi mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra, dan saksi pengusaha Hartono Tanoesoedibjo.

Terhadap pertanyaan Romli, tim jaksa penuntut yang diketuai Fadhil Zumhana menyatakan menolak menjawabnya. Menurut jaksa, pertanyaan Ro­mli sudah masuk materi dakwaan. ”Sebaiknya dimasukkan ke eksepsi saja,” kata Fadhil.

Kasus dugaan korupsi proyek Sistem Administrasi Badan Hukum ini bermula ketika Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia menetapkan sistem pelayanan pendirian perusahaan dan badan hukum melalui situs http://www.sisminbakum.com. Menurut jaksa, biaya akses permohonan tidak masuk ke kas negara, melainkan mengucur ke rekening PT Sarana, per­usahaan pengelola situs tersebut.

Dari perhitungan jaksa, sejak diberlakukan pada 1 Maret 2001 sampai 30 Juni 2002, sistem ini telah menguntungkan PT Sarana Rp 31,5 miliar. Sementara keuntungan dalam kurun waktu Juli 2002 hingga 5 November 2008 mencapai Rp 415 miliar.

Kejaksaan Agung telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Mereka, tiga mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, yaitu Romli Atmasasmita, Zulkarnain Yunus, dan Syamsudin Manan Sinaga, serta Ketua Koperasi Pengayoman Ali Amran Djanah, dan Direktur Utama PT Sarana, Yohanes Waworuntu.

Menurut jaksa, pemberlakuan Sistem Administrasi Badan Hukum berdasarkan surat keputusan Menteri Yusril. Surat itu juga yang menunjuk PT Sarana dan Koperasi Pengayoman sebagai pengelola dan pelaksana sistem tersebut. Dari perjanjian kerja sama, Ko­perasi Pengayoman mendapat 10 persen dari access fee. Sisanya dinikmati PT Sarana.

Nama Hartono Tanoesoedibjo mulai muncul ketika kejaksaan meme­riksa Yohanes pada 12 Desember tahun lalu. Ketika itu Yohanes mengaku diperalat dan dijadikan boneka oleh Hartono. Yusril dan Hartono telah beberapa kali diperiksa penyidik. Namun, menurut Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Arminsyah, hingga kini status mereka masih sebagai saksi.

Soal dakwaan jaksa yang membedakan status antara Romli dan Yu­sril serta Hartono memang dinilai aneh oleh pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Topo Santoso. Menurut Topo, karena melakukan permufakatan bersama, seharusnya Hartono dan Yusril juga tersangka. ”Dalam perbuatan penyertaan, semua yang dianggap turut serta melakukan tindak pidana memiliki kedudukan sama,” kata Topo.

Yang membedakan, kata Topo, hanya peran masing-masing dalam perbuatan tersebut. ”Jadi, kalau belum jelas statusnya, jangan menggunakan pasal penyertaan,” katanya. ”Dakwaan ini jadi lemah karena tidak jelas peran masing-masing.”

Senada dengan Topo, seorang petinggi kejaksaan yang ditemui Tempo juga menilai dakwaan tersebut lemah. ”Jika penyertaan, statusnya harus sama,” katanya. Apabila masih ada yang berstatus sebagai saksi, ujar jaksa ini, tidak perlu disebutkan dalam pasal penyertaan itu. ”Disebutkan saja dalam uraian perbuatan si terdakwa,” katanya. Menurut sumber itu, ia juga mendengar Yusril dan Hartono sebenarnya sudah diusulkan menjadi tersangka.

Tapi Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy menolak jika dakwaan terhadap Romli itu dikatakan lemah. ”Kita lihat saja bagaimana proses persidangannya,” katanya. Soal Yusril­ dan Hartono yang masih berstatus saksi, Marwan mengatakan akan melihat dulu proses pembuktian di persidangan. Dari proses itu, ujarnya, akan terlihat sejauh mana peran keduanya, serta apakah dapat dijerat dengan pasal-pasal korupsi. ”Itu nanti, satu per satu,” kata Marwan. Soal adanya usul agar Hartono dan Yusril dijadikan tersangka, Marwan mengaku belum tahu. ”Saya belum lihat,” katanya.

Yusril Ihza Mahendra tak mau berkomentar atas isi dakwaan jaksa terhadap Romli, yang menyebut dirinya ikut melakukan permufakatan jahat dalam kasus Sistem Administrasi Badan Hukum. Dihubungi pekan lalu, Yusril hanya menjawab pendek lewat SMS. ”Jaksalah yang harus menjawabnya,” tulisnya. Adapun kuasa hukum Hartono, Marthen Pongrekun, menolak jika kliennya dikatakan melakukan permufakatan jahat. ”Dia tak tahu-menahu soal kasus ini,” kata Marthen.

Rini Kustiani

Mereka Jadi Tersangka

Zulkarnain Yunus
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (2002-2005)

Ia divonis empat tahun penjara dalam kasus lain, yakni korupsi pengadaan alat identifikasi sidik jari atau Automatic Fingerprints Identification System.

Peran: Membuat perjanjian dengan Koperasi untuk membagikan dana kepada pejabat Direktorat.

Romli Atmasasmita
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (2000-2002)

Peran: Dianggap sebagai konseptor Sistem Administrasi Badan Hukum. Menentukan pembagian enam persen untuk Direktorat dan empat persen bagi Koperasi.

Ali Amran Djanah
Ketua Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman

Peran: Menandatangani kerja sama dengan PT Sarana.

Yohanes Waworuntu
Direktur Utama PT Sarana Rekatama Dinamika

Peran: Rekanan Koperasi Pengayoman.

Tujuh Tahun Kemudian

DIGAGAS pada 2000, tujuh tahun kemudian proyek Sistem Administrasi Badan Hukum diendus beraroma korupsi. Kerugian negara karena proyek ini ditaksir Rp 400 miliar.

Februari 2000
Romli Atmasasmita meminta John Sarodja Saleh membuat sistem kompu­terisasi kenotariatan.

30 Juni 2000
Hartono Tanoesoe­dibjo memben­tuk PT Sarana Rekatama Dina­mika.

Juli 2000
Romli memperkenalkan John Sarodja dengan Hartono Tanoesoedibjo, Bambang Tanoesoedibjo, Rukman Prawirasastra, dan Yohanes Waworuntu dari PT Bhakti Investama. John Sarodja diminta bekerja sama dengan PT Bhakti.

28 Agustus 2000
Direktur Utama PT Sarana, Yohanes Waworuntu, menandatangani perjanjian kerja dengan John Sarodja selaku Kuasa Direksi PT Visual Teknindo Utama. Isinya, PT Sarana memberikan biaya Rp 512 juta kepada PT Visual untuk pembuatan aplikasi, pem­bangunan jaringan, dan pengadaan perangkat ke­ras.

1 September 2000
PT Sarana mengajukan permohonan sebagai pe­nge­lola dan pelaksana Sis­tem Administrasi Badan Hukum.

4 Oktober 2000
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra mengeluarkan putusan pemberlakuan Sisminbakum.

10 Oktober 2000
Yusril menunjuk Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Hukum dan PT Sarana sebagai pengelola dan pelaksana Sistem Administrasi Badan Hukum.

8 November 2000
Koperasi Pengayoman dan Sarana mengikat kontrak kerja sama. Yusril sebagai pembina Koperasi turut menandatanganinya. Jangka waktu perjanjian 10 tahun. Perjanjian juga mengatur perolehan kedua pihak, yakni 10 persen untuk Koperasi dan 90 persen untuk Sarana.

14 Januari 2001
Romli selaku Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum mengirim surat ke Koperasi Pengayoman, meminta pendapatan dari sistem itu digunakan untuk menunjang kelancaran tugas Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.

31 Januari 2001
Sistem Administrasi Badan Hukum diresmikan Wakil Presiden Megawati di aula Departemen Hukum di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.

8 Februari 2001
Romli menerbitkan surat edaran kepada notaris tentang pelaksanaan dan tarif access fee.

29 Juni 2001
Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Marsi­llam Simandjuntak mengeluarkan surat keputusan yang memberlakukan kembali sistem manual dalam pengurus­an badan hukum dan memberlakukan Sisminbakum secara terbatas. Marsillam­ menggantikan Yusril sejak 8 Februari sampai Juli 2001. Kemudian Yusril kembali menjadi Menteri Kehakiman.

30 Juni 2002
Romli berhenti dari jabatan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, digantikan Zulkarnain Yunus.

25 April 2003
Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangun­an menyimpulkan Sistem Administrasi Badan Hukum melanggar Undang-Undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Oktober 2008
Kejaksaan mulai menyelidiki dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum.

24 Oktober 2008
Kejaksaan Agung menetapkan mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Syamsuddin Manan Sinaga dan Zulkarnain Yunus sebagai tersangka.

7 November 2008
Romli ditetapkan sebagai tersangka. Tiga hari kemudian dia ditahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus