Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font face=arial size=1 color=brown><B>Pencemaran nama baik</B></font><BR />Bukan Sekadar Urusan Pribadi

Untuk kedua kalinya, Khoe Seng Seng jadi tersangka dalam kasus pencemaran nama baik. Ia berkukuh yang disampaikannya fakta.

7 Desember 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIDAMPINGI dua pengacaranya, Khoe Seng Seng datang ke Unit I Satuan Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya. Hari itu, Rabu pekan lalu, ia memenuhi panggilan sebagai tersangka dalam kasus pencemaran nama baik. Masuk ke ruang penyidik pukul sepuluh pagi, pria 44 tahun itu baru keluar menjelang petang. ”Saya dicecar 27 pertanyaan,” katanya seusai pemeriksaan.

Sejak Senin pekan lalu, pria kelahiran Bali ini ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan fitnah terhadap Henry S. Chandra lewat media blog, www.mycityblogging.com. Ia dijerat dengan Pasal 310 dan pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang hukuman maksimalnya penjara empat tahun.

Ini kedua kalinya Khoe Seng Seng berurusan dengan tuduhan pencemaran nama baik. Akhir Desember 2006, pemilik kios di ITC Mangga Dua ini di-laporkan PT Duta Pertiwi, sebagai pengelola ITC, lantaran tulisannya di rubrik surat pembaca Kompas dan Suara Pembaruan. Saat itu ia mengeluhkan perihal status kepemilikan kiosnya. Atas perkara itu, ia divonis Pengadilan Negeri Jakarta Timur enam bulan penjara. Khoe meminta banding. Kini, belum lagi urusan bandingnya selesai, ia menghadapi perkara baru.

Menurut Henry, tulisan Khoe yang muncul di blog pada 4 Juni 2009 itu telah merugikan dirinya, yang saat itu tengah maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Barisan Nasional untuk daerah pemilihan Jakarta Utara. Menurut Henry, gara-gara tulisan itu ia gagal menjadi anggota Dewan. Padahal ia mengaku sudah mengeluarkan banyak biaya untuk itu. ”Tulisan itu merusak nama baik saya.”

Dalam tulisannya itu Khoe menyebut Henry tak pantas menjadi calon legislatif. Alasannya, ketika menjadi Ketua Pengurus Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) ITC Mangga Dua, Henry tidak pernah mempertanggungjawabkan laporan keuangan kepada anggota. Henry, yang juga Deputy Manager ITC Mangga Dua, menurut Khoe, juga pernah mengancam penghuni yang tidak mengakui status tanah ITC itu milik pemerintah DKI Jakarta. Khoe mengaku mempunyai bukti dan saksi soal tuduhannya. Nah, di akhir tulisan, ia meminta supaya hati-hati memilih Henry sebagai caleg.

Menurut Henry, tulisan yang menjelek-jelekkan dirinya sebelumnya pernah muncul di sebuah koran pada akhir Desember lalu. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa karena penulisnya dirahasiakan. Belakangan, seorang anggota tim suksesnya memberi tahu ada tulisan senada yang muncul di ”dunia maya”. ”Kalau di blog itu jelas, Khoe Seng Seng penulisnya,” kata dia. Awalnya, ujarnya, ia tidak begitu menggubris. Belakangan, setelah ia mendapat laporan perolehan suaranya anjlok lantaran tulisan itu, ia pun, 19 Juni lalu, melaporkan Khoe Seng Seng ke polisi. ”Karena ini fitnah,” katanya.

Khoe Seng Seng punya argumentasi. Menurut dia, yang dia tulis di blog itu fakta yang harus diketahui publik. Ia juga mengaku pernah menulis hal yang sama di sebuah harian sore. Dia menganggap penting mempublikasikan pendapatnya agar masyarakat mengetahui calon legislatif yang akan mereka pilih. ”Karena faktanya seperti itu,” kata pedagang suvenir ini. Khoe menilai, kasus ini tidak murni urusan pribadi, tapi ada kepentingan Duta Pertiwi, yakni ingin menyingkirkan penghuni yang kritis.

Namun tudingan ini dibantah Henry. Menurut dia, persoalan ini urusan pribadi dan tidak ada sangkut pautnya dengan Duta Pertiwi. Meskipun, kata Henry, dalam tulisan di blog itu, Khoe menyebut-nyebut nama Duta Pertiwi dan Partai Barisan Nasional. ”Ini murni urusan pribadi, tidak ada urusan dengan perusahaan dan partai,” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat DKI Jakarta tersebut.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, yang kini mendampingi Khoe, menuding dalam kasus ini kliennya tidak bisa dijadikan tersangka, apalagi dijerat dengan pasal pencemaran nama. Menurut Direktur Eksekutif LBH Pers, Hendrayana, seharusnya polisi tidak memakai pasal karet ini untuk menjerat Khoe. ”Karena tulisan di blog itu sesuai dengan fakta, untuk kepentingan publik,” kata dia.

Tapi polisi tak surut langkah. Menurut Kepala Satuan I/Keamanan Negara, Ajun Komisaris Besar Polisi Daniel Bolly Tifaona, status tersangka itu dikenakan ke Khoe Seng Seng setelah polisi memeriksa tiga saksi.

Di mata pengamat hukum Universitas Indonesia, Topo Santoso, yang dilakukan polisi tak salah: mengusut kasus ini, karena ini ranah delik aduan. Hanya, ujarnya, jika tulisan itu fakta, urusannya jadi lain. ”Pasal yang dituduhkan seharusnya gugur,” katanya.

Anton Aprianto, Venny Melyanie

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus