Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font face=arial size=1 color=#ff9900>Buron</font><br />Siasat Buron di Pantai Geger

Buron Kejaksaan Agung, Joko Tjandra, disebut-disebut membangun resor di Bali. Anggota Dewan yakin ada pertemuan antara Joko dan pejabat Bali untuk mengurus proyek itu.

24 Oktober 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPOTONG kalimat itu menyiratkan keyakinan Made Arjaya. "Keterangan sudah kami peroleh, tapi kami masih ingin memegang bukti fisiknya," kata Arjaya kepada Tempo pekan lalu.

Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bali itu hakulyakin buron Kejaksaan Agung, Joko Soegiarto Tjandra, pernah bertemu dengan pejabat setempat guna mengurus perubahan izin pembangunan The Mulia Resort and Villas Bali. "Kalau tidak di Bali, ya di tempat persembunyian Joko," katanya.

Berlokasi di Pantai Geger, Kabupaten Badung, pembangunan proyek itu kini dipersoalkan DPRD Bali. Semula Dewan hanya mendapat laporan bahwa pembangunan resor itu mencemari lingkungan dan melanggar tata ruang, karena lokasinya tak sampai dua kilometer dari kawasan suci Pura Geger. Dalam upaya mengklarifikasi tuduhan itu, anggota Dewan menemukan nama Joko Tjandra tercantum dalam perubahan izin mendirikan bangunan (IMB) resor yang rencananya memiliki 635 kamar serta 108 vila itu.

Sebelumnya, pada 2007, menurut dokumen perubahan itu, IMB resor di kawasan Pantai Geger tersebut atas nama Joko Tjandra selaku Direktur Utama PT Mulia Graha Tata Lestari. Melalui IMB 29 Maret 2011 yang ditandatangani Kepala Dinas Cipta Karya Badung, Dessy Dharmayanti, pria kelahiran Sanggau, Kalimantan Barat, bernama asli Tjan Kok Hui itu mengalihkan IMB (balik nama) ke Viady Sutojo, selaku direktur utama baru PT Mulia Graha Tata Lestari.

Dokumen itu juga menyebutkan izin diberikan karena melihat akta notaris dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tertanggal 8 September 2008. Akta itu mengatur soal perubahan susunan komisaris dan direksi baru PT Mulia Graha Tata Lestari. Dalam akta itu nama Joko Tjandra memang tidak tercantum, baik di jajaran komisaris, direksi, maupun selaku pemegang saham perseroan.

Sejak ditetapkan buron pada 26 Juni 2009, menurut sumber Tempo, bos Grup Mulia ini praktis tidak lagi tercatat dalam struktur manajemen perusahaan. Sebelum buron, nama Joko tercatat sebagai direktur utama di sejumlah perusahaan hasil kongsi keluarganya. Ia ditetapkan buron setelah pada 11 Juni 2009 majelis hakim peninjauan kembali memvonisnya dua tahun penjara dalam perkara cessie Bank Bali, yang merugikan negara Rp 905 miliar. Sehari sebelum vonis diketuk, Joko kabur ke Papua Nugini. Ia kini diduga bermukim di Singapura.

Perubahan IMB ini memunculkan syak wasangka sejumlah anggota DPRD Bali. "Apakah mungkin Joko Tjandra tak dilibatkan sama sekali dalam proses balik nama itu?" kata Wayan Disel Astawa, anggota DPRD Bali lainnya. Disel punya keyakinan yang sama dengan koleganya, Made Arjaya, bahwa pernah ada pertemuan antara Joko yang berstatus buron dan pejabat Kabupaten Badung untuk mengurus perubahan IMB tersebut.

Kejaksaan Agung tak mau kecolongan. Setelah kabar nama Joko Tjandra dikait-kaitkan dengan pembangunan hotel itu, ketua tim pemburu koruptor, Darmono, langsung meminta Kejaksaan Tinggi Bali mengecek apakah Joko Tjandra pernah singgah di Pulau Dewata untuk mengurus izin perubahan itu. "Hasilnya, hotel itu atas nama orang lain, dan sejak ditetapkan buron, ia tak pernah ke Bali," kata Darmono, yang juga Wakil Jaksa Agung.

Toh, sejumlah anggota DPRD Bali tetap yakin Joko Tjandra berada di balik pembangunan hotel itu. Dari temuan di lapangan dan penggalian keterangan sejumlah orang, termasuk dari para buruh dan manajer proyek resor itu, Dewan memperoleh petunjuk kuat Joko Tjandra pemilik sesungguhnya proyek resor di lahan 27 hektare itu. "Aneh kalau masih ada yang membantah," kata Made Arjaya. Dewan menilai Viady Sutojo hanya duduk di manajemen perusahaan milik Joko. Dari penelusuran Tempo, Viady memang memiliki kedekatan dengan Joko (lihat "Jejaring Tangan Kanan").

DPRD Bali menilai Kabupaten Badung memberi keistimewaan untuk Joko atau perusahaan keluarganya. Ketika pengusaha lain sulit mendapat izin membangun hotel di kawasan Pantai Geger, kata Arjaya, seorang buron justru memperolehnya. DPRD Bali bahkan sudah meminta pihak kepolisian mengecek ulang akta perubahan perusahaan PT Mulia Persada Tata Lestari yang tidak mencantumkan nama Joko, baik dalam jajaran komisaris maupun direksi. "Jangan sampai cara-cara ini menjadi modus melakukan pencucian uang," kata Arjaya.

Bupati Badung, Anak Agung Gde Agung, membantah tegas adanya pelanggaran perizinan tata ruang dan adanya keterlibatan Joko Tjandra dalam proyek itu. Ia menepis tudingan pihaknya mengistimewakan Joko atau perusahaan keluarganya. Menurut Anak Agung, permohonan izin diajukan Viady Sutojo pada 16 Oktober 2008 melalui Dinas Pariwisata Badung. Bupati baru memberikannya pada 2 Februari 2009. "Jadi, jelas bukan cuma satu hari, dan di mana istimewanya?" kata Anak Agung Gde Agung.

Izin diberikan karena akta perusahaan itu sah dan tak bermasalah. Nama Joko, kata Bupati, tak ada dalam akta notaris tersebut. Karena tidak tercantum dalam akta itu, menurut Anak Agung, Joko dianggap tidak punya hubungan dengan perusahaan tersebut. Bekas notaris ini membenarkan nama Joko memang sebelumnya tercantum dalam IMB lama pembangunan resor atau hotel di Pantai Geger itu.

Penyebutan nama dia dalam IMB perubahan, kata Anak Agung, untuk menunjukkan IMB yang lama sudah mati setelah ada IMB baru. Anak Agung menjamin ia dan pejabat Pemerintah Kabupaten Badung yang lain tidak pernah bertemu dengan Joko untuk mengurus soal perubahan izin pembangunan itu. "Karena untuk mengubah itu tidak perlu bertemu dengan Joko Tjandra," katanya.

Pihak PT Mulia Persada Tata Lestari belum bisa diminta konfirmasi perihal perkara pembangunan tempat peristirahatan ini. Manajer proyek tersebut, Karnadi Kuntadi, tidak bisa ditemui ketika Tempo mendatangi lokasi proyek itu dalam beberapa kali kesempatan. "Bapak sedang di Jakarta," kata salah satu petugas keamanan proyek itu, Wayan Puja. Permohonan wawancara Tempo ke Viady Sutojo juga belum berbalas. Kamis pekan lalu, ketika Tempo menyambangi kantor PT Mulia Persada di Sentra Mulia, sesuai dengan alamat yang tertera di Bursa Efek Indonesia, seorang anggota staf di kantor itu, Icha, mengatakan Viady tidak berkantor di sana.

Ribut-ribut adanya nama Joko Tjandra dalam pembangunan resor tak menghambat pekerjaan proyek di lapangan. Dalam pemantauan Tempo pekan lalu, alat-alat berat tengah melakukan pengurukan dan perataan tanah. Pekerja hilir-mudik menyelesaikan sejumlah bangunan. Truk pengangkut material juga terus keluar-masuk proyek. Petugas pengamanan berjaga-jaga di setiap sudut.

Belum setahun proyek itu berjalan, petani rumput laut di sekitar kawasan itu sudah merasakan dampak buruk proyek itu. Butiran kapur yang dihasilkan dari pembelahan bukit terbawa masuk ke air laut dan merusak pertumbuhan tanam­an mereka. Produksi rumput laut petani menurun drastis selama terjadi perusakan itu, dari sekitar 2 ton pada lahan seluas 20 are menjadi hanya 3 kuintal saja. Satu per satu dari ratusan petani rumput laut angkat kaki dari lokasi itu. "Kerugian kami tak pernah diganti," kata Salamun, salah satu petani.

Joko Tjandra, yang kini ditengarai bersembunyi di Singapura, tentu tak pernah tahu nasib orang-orang seperti Salamun itu.

Anton Aprianto (Jakarta) dan Rofiqi Hasan (Bali)


Jejaring Tangan Kanan

Walau berstatus buron, Joko Soegiarto Tjandra tetap malang-melintang di arena bisnis Tanah Air. Melalui tangan kanannya, kini bos Grup Mulia itu tengah membangun proyek The Mulia Resort and Villas di Bali. Inilah lika-liku proyek yang menuai kontroversi itu.

Awal 2007
Joko selaku Direktur Utama PT Mulia Graha Tata Lestari mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) di Pantai Geger, Badung, Bali.

8 September 2008
Terbit perubahan akta notaris PT Mulia Graha. Nama Joko Tjandra tidak tercantum. Viady Sutojo tercatat sebagai direktur utama.

16 Oktober 2008
Karena perubahan manajemen PT Mulia Graha, Viady Sutojo mengajukan IMB baru untuk membangun The Mulia Resort and Villas di kawasan Pantai Geger itu.

2 Februari 2009
Bupati Badung mengeluarkan izin prinsip pembangunan hotel itu.

3 Maret 2009
Badan Koordinasi Penanaman Modal mengeluarkan izin prinsip proyek tersebut.

10 Juni 2009
Melalui Bandara Halim Perdana Kusuma, Joko Tjandra terbang ke Port Moresby, Papua Nugini.

11 Juni 2009
Majelis peninjauan kembali memvonis Tjandra dua tahun penjara dalam skandal cessie Bank Bali.

26 Juni 2009
Karena Joko sudah ke luar negeri sehari sebelum putusan PK, Kejaksaan Agung menetapkan Joko sebagai buron.

29 Maret 2011
IMB baru untuk Mulia Resort terbit. Pembangunan dimulai.

Juni 2011
DPRD Bali menerima pengaduan LSM bahwa pembangunan hotel itu merusak lingkungan dan melanggar aturan tata ruang Bali.

Juli 2011
DPRD Bali menginvestigasi laporan LSM. Hasilnya, IMB hotel itu sebelumnya atas nama Joko Tjandra.

7 Oktober 2011
Kejaksaan dan kepolisian mulai mengusut kaitan hotel itu dengan Joko Tandra.


Hanya Boneka

BERKONGSI dengan tiga saudaranya, Joko Tjandra mendirikan Grup Mulia pada 1970. Semula, bisnisnya hanya ekspor hasil bumi. Usaha grup ini moncer setelah mereka terjun ke bisnis properti. Sedikitnya 40 perusahaan bernaung dalam kelompok ini. Sebelum buron, Joko Tjandra mengendalikan hampir semua perusahaannya. Kini ia menjalankan usaha itu melalui beberapa orang kepercayaannya. Viady Sutojo, misalnya. Inilah riwayat kedekatan mereka.

30 Juni 2005
Dalam laporan Bursa Efek Indonesia, Joko Tjandra dan Viady Sutojo tercatat sebagai anggota direksi PT Mulialand Tbk., anak usaha Grup Mulia. Joko sebagai direktur utama dan Viady direktur.

2009 Akhir
Kepada penyidik KPK, Viady mengaku mengalirkan dana sedikitnya US$ 1 juta ke Yayasan Joko Suyanto, bekas Panglima TNI. Duit itu diakui Viady dari empat perusahaan bosnya, Joko Tjandra. Sedangkan Joko Suyanto membantah hal itu.

Oktober 2011
Dalam situs Grup Mulia, perusahaan yang dipimpin Viady Sutojo, PT Mulia Graha Tata Lestari, tercatat sebagai perusahaan keluarga Joko Tjandra itu.

Naskah: Anton Aprianto Sumber: Pemerintah Daerah Bali, riset ilustrasi: kendra paramita (dok. 2009)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus